Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
FITOFARMAKA merupakan obat bahan alam yang telah teruji klinis khasiat dan keamanannya.
Fitofarmaka sudah dikategorikan sebagai obat atau obat yang berasal dari bahan alam yang sudah teruji klinis sama khasiatnya dengan obat dari sintesa kimia.
Meskipun pemerintah sudah membuat Formularium Fitofarmaka, namun sayangnya fitofarmaka belum masuk Formularium Nasional Obat untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Masih banyak dokter belum dapat meresepkannya untuk pasien JKN.
Baca juga: Kemenkes Dorong Pengobatan Fitofarmaka Ditanggung BPJS Kesehatan
Lebih parahnya lagi, karena belum adanya regulasi yang menetapkan fifofarmaka setara dengan obat sintesa kimia, maka pihak asuransi kesehatan swasta pun belum dapat menerima klaim peresepan fitofarmaka di rumah sakit, klinik maupun apotek, karena masih dianggap sebagai golongan obat tradisional.
"Dokter sebenarnya ingin meresepkan fitofarmaka untuk pasien, tapi karena tidak dijamin sehingga menggunakan pengobatan yang lain," ungkap Kepala Instalasi Farmasi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. apt. Rina Mutiara dalam Forum Hilirisasi Fitofarmaka yang digelar oleh Ditjen Farmalkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Senin (4/12/2023).
Menurut Rina, saat ini bisa dibilang 90 persen pasien di rumah sakit pemerintah merupakan peserta BPJS Kesehatan. Dengan demikian dokter harus meresepkan obat yang terdapat di Formularium Nasional JKN.
Sementara itu ketika obat tidak masuk Formularium Nasional, maka rumah sakit pun cenderung tidak memasukkannya ke Formularium Rumah Sakit.
Baca juga: Badan POM Minta Obat Herbal Masuk Daftar Obat Rujukan BPJS
"Jadi sebenarnya obat-obat fitofarmaka sudah mulai diresepkan oleh dokter karena sudah diuji pada hewan dan manusia, tapi pada kenyataannya di rumah sakit belum banyak diresepkan oleh para klinisi atau dokter," imbuh Rina.
Rina berharap fitofarmaka segera masuk Formularium Nasional meski saat ini Kemenkes telah meluncurkan Formularium Fitofarmaka. Namun, Formularium Fitofarmaka belum mengakomodasi fitofarmaka untuk bisa diklaim dengan BPJS Kesehatan.
"Pada saat penyusunan Fornas memang saat itu sudah ada usulan juga dari RSCM, tapi belum diterima karena Kemenkes sudah membuat Formularium Fitofarmaka," kata Rina.
Untuk diketahui, Komite Nasional Formularium Nasional menyusun daftar obat JKN berdasarkan usulan berbagai pihak terkait, termasuk dokter dan juga rumah sakit. Komite tersebut beranggotakan perwakilan dari pemerintah hingga organisasi profesi kedokteran.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI), Dr. dr. Slamet Sudi Santoso juga mengungkapkan sulitnya fitofarmaka masuk JKN.
Padahal, kata dia, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sudah gencar memberikan edukasi ke para anggotanya untuk meresepkan fitofarmaka.
Kendala Fifofarmaka tidak masuk dalam Fornas Obat, maka fitofarmaka juga masih ditolak oleh asuransi kesehatan swasta, membuat fasilitas kesehatan seperti rumah sakit juga belum mau membeli dan menyediakannya fitofarmaka dalam pelayanan JKN karena khawatir nantinya terkendala dalam proses klaim ke pihak BPJS maupun Asuransi Swasta.
Selain PDHMI, perhimpunan kedokteran lainnya seperti PERDOSNI, POGI, PEGI, PPHI, PGI, PERALMUNI, dan PAPDI juga sudah pernah menyatakan dukungannya untuk produk-produk fitofarmaka dapat digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan formal di Indonesia, yaitu sistem JKN, demi membangun ketahanan dan kemandirian sektor kesehatan nasional.
Fitofarmaka Sudah Digunakan di Rumah Sakit
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah mengintegrasikan pengobatan konvensional dengan fitofarmaka. Hal ini diungkap Dirjen Farmalkes, L. Rizka Andalucia dalam forum tersebut.
"Kemenkes sudah berhasil mengintegrasikan pengobatan herbal di RS Sardjito, semoga ke depannya bisa dilakukan di fasilitas kesehatan konvensional lainnya," ujar Rizka.
Rizka yang juga Plt. Kepala Badan POM tersebut mengungkap, sebanyak 80% penduduk dunia menggunakan pengobatan herbal. Oleh karena itu pemerintah mengupayakan kemandirian ketahanan kesehatan, salah satunya melalui obat bahan alam.
Selanjutnya Staf Khusus Menteri Kesehatan, Prof Laksono Trisnantoro menyatakan bahwa fitofarmaka saat ini tidak lagi digolongkan sebagai obat tradisional. Oleh karena itu, fitofarmaka setara dengan pengobatan modern.
"Dana BPJS merupakan peluang, karena Fitofarmaka tidak lagi merupakan obat tradisional," ujar Prof. Laksono.
Salah satu dokter dari RSUP dr. Sardjito, Prof. dr. Nyoman Kertia, mengungkapkan bahwa pihaknya telah banyak meresepkan fitofarmaka untuk pasien. Menurutnya, pasien sangat senang ketika mendapat resep Obat Bahan Alam.
"Saat ini di RS Sardjito sekitar 50 dokter sudah meresepkan herbal. Ini bisa menjadi modal. Saya sendiri sekitar 2.000 pasien saya resepkan herbal," tutur dr. Nyoman.
Selain itu Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD juga meresepkan fitofarmaka untuk pasien. Dokter spesialis penyakit dalam ini juga meresepkan fitofarmaka untuk pasien yang membutuhkan alternatif dari Proton Pump Inhibitor (PPI).
“Dalam clinical practice saya, saya memang menggunakan obat ini (fitofarmaka),” ungkap Prof.Ari.
peserta BPJS Kesehatan yang terdampak penonaktifan masih memiliki kesempatan untuk mengaktifkan kembali keanggotaannya dan tetap bisa mendapatkan layanan kesehatan lewat dinsos.
SEJUMLAH daerah di Jawa Tengah mengeluhkan banyaknya warga penerima bantuan iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dinonaktifkan.
Ke depan Yastroki berencana melibatkan ketua RT/RW se-Indonesia untuk menjadi relawan.
Langkah reaktivasi dapat dilakukan melalui Dinas Sosial Kab/Kota, aplikasi Mobile JKN, dan. BPJS Kesehatan Care Center 165
BPJS Kesehatan raih penghargaan di The 10th Annual Strategy into Performance Execution Excellence (SPEx2®) Award 2025.
Ali Ghufron Mukti menegaskan kondisi keuangan BPJS Kesehatan sangat baik.
Faktor risiko cacar api yang paling sering mencetuskan terutama pada dewasa muda itu adalah stres, saat resikonya akan meningkat sekitar 47 persen.
Kunci utama untuk mencegah pecahnya pembuluh darah ada pada pengendalian tekanan darah, gaya hidup sehat, dan pemeriksaan rutin, terutama pada usia lanjut.
Durasi maksimal pasien jantung dengan kondisi pembuluh darah yang telah terbuka sepenuhnya atau tidak tersumbat diperbolehkan menyetir asal tidak sampai enam jam.
Secara garis besar, pasien-pasien dengan kondisi kesehatan jantung yang masih akut artinya belum stabil, tidak direkomendasikan.
Batuk efektif adalah membatukkan dengan metode huff cough, supaya mengeluarkan dulu naik ke atas, disapu dengan aliran udara, baru terakhir akan dibatukkan dengan kuat.
Persiapan yang patut dilakukan pasien diabetes sebelum masa liburan di antaranya yakni melakukan kunjungan ke dokter secara rutin sebelum masa liburan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved