Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Cegah Kekerasan Seksual, Satgas PPKS di Lingkungan Kampus Terus Diperkuat

Devi Harahap
17/11/2023 19:41
Cegah Kekerasan Seksual, Satgas PPKS di Lingkungan Kampus Terus Diperkuat
Ilustrasi kekerasan seksual(Dok. MI)

KEHADIRAN Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau Satgas PPKS di perguruan tinggi terus diperkuat sesuai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan salah satu kampus yang telah membentuk Satgas PPKS. Lewat kehadiran satgas tersebut, sejumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus semakin terungkap ke permukaan.

Rektor UGM Ova Emilia menjelaskan berdasarkan laporan satgas PPKS sepanjang 2020-2023, dari total 60 pelaporan kasus kekerasan seksual yang telah diterima, sebanyak 19 kasus telah selesai dikelola dan 5 kasus telah dicabut oleh pelapor. Sementara selebihnya, masih dalam proses pengawasan.

Baca juga : Kemendikbud Tangani 127 Kasus Kekerasan di Sekolah, Perundungan Paling Banyak

“Karena timnya banyak sehingga tidak semua fase itu selalu hitam di atas putih. Dari kasus pelaporan, tidak semuanya bisa dilanjutkan karena ada yang dicabut, ada juga yang sudah selesai dan kembali normal. Selain itu ada juga yang masih berjalan pada tahap monitoring seperti sedang proses pemeriksaan, ada yang harus dirujuk ke rumah sakit dan lembaga-lembaga terkait,” katanya saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (17/11).

Lebih lanjut, Ova menjelaskan, karakteristik laporan lebih banyak didominasi oleh kasus pelecehan mahasiswa terhadap mahasiswa dan pendidik kepada mahasiswa yang berada pada tingkat fakultas. Disebutkan, sejauh ini untuk kasus yang telah tertangani lebih banyak diselesaikan oleh pihak kampus tanpa melibatkan kepolisian.

Baca juga : Modul Akademi Penghapusan Kekerasan Seksual (APKS) akan Segera Diluncurkan

“Dari 60 kasus lebih banyak didominasi oleh pelaporan dari kalangan mahasiswa. Secara penyelesaiannya juga lebih banyak dilakukan oleh satgas secara mandiri karena kami punya kebijakan jika pihak yang bersengketa ada di dalam satu fakultas, maka hal itu perlu dikaji dan diselesaikan di tingkat fakultas,” jelasnya.

UGM sebagai institusi pendidikan, lanjut Ova, terus mengembangkan sistem untuk mencegah tindak kekerasan seksual, beberapa diantaranya yang sudah berjalan yakni peningkatan literasi terhadap mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan. 

Selain itu, ada pula peningkatan keterampilan mengatasi kekerasan seksual, workshop series mengenai SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual termasuk aspek-aspek legalnya.

“Beberapa waktu lalu UGM juga membuat sistem layanan pelaporan ataupun pengaduan terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melalui website resmi UGM bernama Pusat Krisis,” ungkapnya.

Salah satu komitmen UGM dalam menegakkan regulasi terhadap pencegahan dan penanganan kekerasan seksual juga terlihat dari tindak penegasan adanya pemecatan dosen Fisipol UGM Eric Hiariej, atas buntut kasus pelecehan seksual kepada mahasiswa yang dilakukan berulang. Pemecatan Eric dikuatkan hingga tingkat Mahkamah Agung (MA).

Terpisah, Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah mengapresiasi komitmen UGM dalam menuntaskan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus dan telah berpihak kepada korban.

“Kami mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh UGM karena ini sangat penting sekali untuk mengimplementasikan undang-undang PKS dan berbagai kebijakan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus, namun jangan hanya berfokus kepada pelaku, tetapi juga penting untuk mengutamakan pemulihan korban,” katanya.

Terkait tingginya data pelaporan mengenai kasus kekerasan seksual di tingkat kampus, menurut Alimatul dapat dibaca dalam berbagai sudut pandang yaitu meningkatnya kesadaran korban dan efektifnya aturan dalam menjamin hak korban serta di saat yang bersamaan bisa menjadi tanda bahwa kasus kekerasan seksual juga semakin meningkat.

“Bisa jadi banyaknya data pelaporan tersebut didasarkan karena adanya peningkatan kesadaran dari masyarakat terhadap kasus kekerasan seksual. Sebelum adanya regulasi, sekitar 80% korban lebih memilih diam dan tidak melaporkan. Tapi saat ini, korban mulai percaya bawa kasusnya akan ditangani dengan baik dan adil karena itu jumlah laporan meningkat,” ungkapnya.

Sementara itu, Dirrektur Jenderal Dikti-Ristek Kemendikbudristek Nizam mengatakan Permendikbud No.30 tahun 2021 telah membuat kesadaran lingkungan pendidikan di tingkat perguruan tinggi terhadap kekerasan seksual semakin meningkat. Saat ini sudah semua kampus negeri membentuk satgas PPKS.

“Tahun 2023 ini, semua perguruan tinggi negeri sudah 100 persen memiliki Satgas PPKS yang bertugas mencegah terjadinya kekerasan seksual serta menangani kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi,” ungkapnya. (Z-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya