Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
UNIVERSITAS Bhayangkara Jakarta Raya (Ubhara Jaya) menggelar orasi kebudayaan oleh Prof (Ris) Hermawan Sulistiyo yang juga Kepala Pusat Studi Kajian Keamanan Nasional (Puskamnas) Ubhara Jaya, Selasa (25/7).
Orasi berjudul The Death of The Intellectuals: Nation State, Saintek dan Masa Depan Peradaban juga sekaligus merayakan ulang tahun Hermawan yang merupakan anggota senat Ubhara Jaya.
Rektor Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Irjen (Purn) Bambang Karsono, mengatakan, Orasi Kebudayaan ini mencerminkan tantangan nyata yang dihadapi oleh kalangan intelektual, akademisi dan masyarakat secara keseluruhan di era modern dan perkembangan teknologi.
Baca juga : Singkat Berbudaya 2024: Persembahkan Kebudayaan Betawi dan Sunda dalam Satu Acara
“Sebuah kondisi yang menuntut pemikiran-pemikiran baru yang mengedepankan adanya kolaborasi lintas ilmu, karena keberadaan kaum intelektual diperlukan sebagai garda terdepan dalam memajukan dan memperkaya peradaban,” ujar Bambang.
Bambang menegaskan, peran universitas dalam hal ini adalah mendorong lahirnya berbagai pemikiran kritis yang menjadi kunci dalam perkembangan peradaban manusia.
Menurutnya, Ubhara Jaya bergerak dalam semangat membangun masa depan peradaban. Orasi Kebudayaan itu menjadi bukti pentingnya berpikir kritis dalam isu-isu yang relevan dan sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman yang semakin kompleks.
Baca juga : Festival API FSRD Untar 2023 Dorong Lahirnya Agen Perubahan
“Kampus memberikan dukungan penuh bagi para ilmuwan untuk melahirkan berbagai pemikiran kritis dan pemahaman mendalam terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi,” katanya seraya berharap orasi kebudayaan dapat menggugah dan merumuskan perubahan holistic yang mampu mempengaruhi dan berkontribusi dalam memajukan peradaban manusia.
Dalam Orasi Kebudayaannya Hermawan Sulistyo menggugah keberadaan kaum intelektual dalam peradaban manusia di tengah gempuran teknologi yang disebutnya sebagai masa Kematian Kaum Intelektual.
“Sepanjang sejarah pemikiran, perdebatan klasik selalu berulang, tentang peran intelektual dalam perjalanan peradaban. Intelektual dipercaya-self acclaimed terutama oleh kalangan intelektual sendiri sebagai pembawa obor peradaban. Sebuah self-defined role yang bersifat grandiose. Padahal peran seperti itu hanya eskapisme dari ketidakmampuan menguasai teknokratisme (teknologi),” ucap Hermawan Sulistiyo dalam orasinya..
Baca juga : Gelar Dialog Kebudayaan, Guru Besar FISIP UI Apresiasi Mahasiswa UBL
Tradisi yang sesungguhnya, menurut Hermawan, sejak awal justru telah dimiliki oleh para intelektual Islam; dimana banyak ulama terkemuka adalah astronom-astronom terbaik pada masanya. Tradisi yang kemudian tumbuh berkembang di kalangan Pastor Katolik yang menyebar ke seluruh dunia. Intelektualisme yang merupakan perpaduan antara filsafat ilmu dan teknokratisme.
Hermawan lebih jauh mengatakan, tugas sejarah kaum intelektual saat ini sudah memasuki fase kritis (critical phase), atau injury time, yang justru dimatikan oleh lingkungan strategisnya sejak awal.
“Sebelumnya ada yang mengatakan jika ingin menundukkan sebuah negara, bunuhlah tentaranya. Hal ini sudah tidak berlaku, karena hari ini yang kita bunuh adalah justru keberadaan kaum intelektual yang menjadi jantung dari peradaban manusia, dan kita yang sendiri yang membunuh keberadaan kaum intelektual itu,” paparnya lagi.
Baca juga : FIB Unsoed Selenggarakan Kolaborasi Pagelaran Indonesia Jepang
“Saya berpikir sudah tidak diperlukan lagi keberadaan kaum intelektual saat ini dengan adanya teknologi dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang sudah masuk dalam berbagai lini kehidupan manusia,“ ucapnya, seraya menggugah keberadaan para intelektual dalam kemajuan peradaban manusia.
Orasi Kebudayaan ditandai dengan pemberian sejumlah testimoni dari para sahabat dan rekan sejawat Hermawan Sulistyo antara lain oleh Ketua Dewan Pembina Yayasan Brata Bhakti sebagai Yayasan yang menaungi Ubhara Jaya, Staf Khusus Presiden Sukardi Rinakit, Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen (Purn.) Ahwil Luthan, serta tamu dan undangan kehormatan lainnya. (Z-5)
Baca juga : Akademi Televisi Indonesia Kerja Sama dengan Institut Kebudayaan Kazan, Rusia
rumah adat sumatera barat dengan ciri khas dan beberapa perbedaan dilihat dari desain serta karakteristik bangunan rumah adat
Salah satu langkah penting untuk terus menghidupkan kuliner Nusantara ialah dengan menghadirkannya dalam menu-menu restoran, sehingga masyarakat semakin mudah mengaksesnya.
Baringin Sakato Fest 1 menjadi bentuk nyata dari pelestarian budaya lokal yang dikemas dalam kegiatan seni yang menghibur.
Sungai Citarum telah mengalirkan kebudayaan besar yang menjadi tonggak lahirnya peradaban di Jabar
Peran generasi muda dalam kemajuan kebudayaan tidak dapat dipisahkan. Terlebih, sebagai penerus, mereka akan menjadi tonggak estafet kemajuan budaya di masa depan.
Kanal budaya Indonesiana diharapkan ikut berperan membangun ekosistem kebudayaan yang menyatukan bangsa Indonesia dalam keberagaman, kegembiraan, keterbukaan dan kesetaraan.
Pengetahuan pedagang komputer tentang hak kekayaan intelektual masih rendah.
"Kemampuan dan kecerdasan finansial juga dibutuhkan untuk mempunyai dana ekstra jika ingin aktif mandiri di ruang publik."
Selama 2019, LIPI telah mengajukan permohonan paten sebanyak 227.
Dalam kondisi apapun intelektual konsisten bekerja untuk bangsa, tidak menjadi intelektual tukang yang kerja berdasarkan pesanan, apalagi mengkhianati bangsa dan negara.
SEBANYAK 20 Intellectual Property (IP) atau kekayaan intelektual didorong untuk melakukan pengembangan skala komersial.
Salah satu dari paten itu ialah proses pembuatan hidrolisat teripang (Sticophus variegatus) sebagai bahan baku sediaan farmasi dengan nomor P00201907575.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved