Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Dua Prioritas di UU Kesehatan, Kualitas dan Regulasi

M. Iqbal Al Machmudi
17/7/2023 23:16
Dua Prioritas di UU Kesehatan, Kualitas dan Regulasi
Ilustrasi(MI/Seno )

PENGESAHAN Undang-Undang (UU) Kesehatan beberapa hari lalu akan memprioritaskan dua hal yakni kualitas pelayanan kesehatan dan menata regulasi agar tidak bertolak belakang antar-peraturan.

"Prioritas pemerintah ada dua yakni meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat kemudian menata regulasinya agar mengembalikan fungsi regulator ke pemerintah intinya dua itu," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam dialog UU Kesehatan dari FMB9, Senin (17/7).

Pada pelayanan kesehatan bahwa ada program utama yang digeser ke promotif dan pembiayaan terukur dan bisa mempermudah akses serta meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Menkes Bantah adanya Liberalisasi lewat Dokter Asing di Indonesia

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menjelaskan Indonesia perlu membuat aturan baru dalam bentuk omnibus law dimana UU sektor kesehatan perlu disatukan sehingga bisa menyentuh berbagai aspek sehingga memperbaiki sektor kesehatan di Tanah Air yang selama ini dikeluhkan berbagai kalangan.

"Aspek yang dibahas antara lain kekurangan dokter umum, spesialis, dan sub spesialis. Yang sangat kelihatan itu saat pandemi, kemudian akses terhadap layanan kesehatan terutama di Indonesia Timur yang buruk sekali, mungkin karena gedungnya jelek, alat kesehatan yang terbatas dan sebagainya belum lagi terkait kebutuhan agar pelayanan merata di Tanah Air," ungkapnya.

Baca juga: Aturan Turunan UU Kesehatan Diharapkan Rampung September

Alhasil UU Kesehatan bisa membuat paradigma kesehatan di Tanah Air berubah yang dulu berpandangan bahwa orang sakit baru diobati. Namun kali ini masyarakat Indonesia agar dibuat sehat selalu dan dicegah agar jangan sakit.

Kemudian berbagai program sektor kesehatan agar orang indonesia sehat sehingga baik secara jasmani, rohani, dan spiritualnya sehat.

"Tanggung jawab kesehatan di daerah dibagi dalam partisipasi masyarakat sehingga jangan sampai pembiayaan kesehatan di masyarakat jadi tanggung jawab pemerintah saja sehingga semua pihak memiliki peran untuk duduk bersama dan pembagian bisa dibagi gotong-royong mengatur bersama agar dan tidak lagi saling terbebani," jelasnya.

Kemudian pemerhati kebijakan kesehatan Prof. Amal C. Sjaaf menjelaskan pada dasarnya UU Kesehatan biasanya berlaku 10 tahun dan terakhir Indonesia memiliki regulasi pada 2009. Sehingga perlu diubah jadi tidak bisa diam.

"Sebenarnya pada 2019 harus diubah namun terpukul karena pandemi covid-19 sehingga menjadi peringatan memang UU kesehatan perlu diubah dan membuktikan bahwa sistem kesehatan Indonesia berantakan," ungkapnya.

Dalam tatanan yang ada bahwa Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ternyata SDM kesehatan perlu dibenahi.

"Perpres SKN tapi tidak semua dilakukan jadi terlihat bahwa SDM kesehatan kita lemah hingga antar regulasi bertolak belakang sehingga terlihat masih ada yang berantakan. Jadi menurut saya sih tanpa covid-19 pun harus diubah namun ternyata pandemi menyadarkan kita bahwa aturan kita perlu diubah," tuturnya.

"UU Kesehatan fokusnya mencegah orang sakit dan UU itu mengembalikan ke tempat yang mana orang sehat agar dijaga supaya tidak sakit," pungkasnya. (Iam/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya