Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
UPAYA konsisten menekan angka pernikahan dini harus dengan berbagai cara dan didukung semua pihak untuk mewujudkan generasi penerus yang tangguh dan berdaya saing.
"Upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang tangguh harus dilakukan sejak dini, salah satunya dengan mencegah terjadinya pernikahan usia di bawah umur," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Jumat (7/7).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat jumlah pernikahan dini di Indonesia menunjukkan tren menurun. Kesimpulan itu diperoleh dengan menghitung jumlah perempuan yang hamil atau melahirkan pada usia 15-19 tahun.
Baca juga : Menikah di Usia Dini Berdampak Negatif Terhadap Perempuan
Bila pada 2013 jumlah perempuan usia di bawah 19 tahun yang melahirkan, hamil dan nikah tercatat 36 per 1.000 penduduk, per Juli 2023 jumlahnya tercatat 26 per 1.000 penduduk.
BKKBN menargetkan angka tersebut dapat terus ditekan hingga jumlah perempuan di bawah usia 19 tahun yang melahirkan, hamil dan nikah mencapai 22 per 1.000 penduduk.
Baca juga : UNICEF: Fenomena Pernikahan Dini Baru Bisa Hilang 300 Tahun Lagi
Menurut Lestari, tren penurunan jumlah pernikahan usia dini harus terus dilanjutkan, dalam upaya mendukung program pembangunan sumber daya manusia nasional.
Karena, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, pernikahan usia dini berpotensi memicu angka risiko kematian bayi lebih besar, bayi lahir dalam keadaan prematur, kurang gizi, dan anak berisiko terkena hambatan pertumbuhan atau stunting.
Selain itu, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, berdasarkan catatan para ahli kesehatan pernikahan usia dini bisa berdampak risiko kesehatan yang serius, baik secara fisik maupun psikologis, bagi yang melakukannya.
Jadi potensi risiko pernikahan usia dini, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, akan berdampak pada kesehatan bayi dan orang tuanya.
Besarnya risiko yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini, tambah dia, memerlukan berbagai upaya sebagai instrumen pencegahan dengan dukungan sejumlah pihak terkait.
Upaya pencegahan, ujar Rerie, bisa melalui instrumen kebijakan hingga yang lebih penting adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat akan besarnya risiko yang ditimbulkan dari pernikahan usia dini.
Dengan terus berupaya menekan angka pernikahan usia dini di tanah air, Rerie berharap, gangguan terhadap proses pembangunan sumber daya manusia juga akan berkurang.
Sehingga, tegas Rerie, upaya untuk mewujudkan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berdaya saing untuk menjawab berbagai tantangan bangsa di masa depan, dapat segera diwujudkan. (RO/Z-4)
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
KASUS perkawinan anak masih marak terjadi di Indonesia. Teranyar, viral soal berita perkawinan anak berusia 16 dan 15 tahun di Nusa Tenggara Barat (NTB).
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyampaikan ormas-ormas mempunyai cara tersendiri untuk mengatasi pernikahan anak di usia dini.
Aktor dan pelawak Tora Sudiro mengungkapkan kepanikannya saat menikahkan putri pertamanya, Azzahra Nabila Sudiro, pada Minggu (25/8).
Di Sulawesi Selatan, jumlah dispensasi perkawinan anak yang disetujui mencapai ribuan orang dalam setahun saja.
Program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng dan Jo Kawin Bocah terbukti ampuh untuk menurunkan angka stunting di Jawa Tengah dan nasional.
PERKAWINAN anak merupakan pelanggaran hak anak karena dilihat dari dampak yang berpotensi dialami anak tersebut. Misalnya dari segi pendidikan dan kesehatan.
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengecam keras praktik perkawinan anak yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Lestari mendorong agar kolaborasi yang terjadi antara para pihak yang terkait itu harus mampu terus ditingkatkan, agar perkawinan anak benar-benar dapat dihapuskan.
Pengamat sosial budaya Bali Wayan Suradnyana mengatakan, jika merujuk pada angka perkawinan anak usia dini di Bali, dalam satu hari ada rata-rata ada satu kasus perkawinan anak
Angka perkawinan anak di Kabupaten Lamongan pada 2024 menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 307 perkawinan anak.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved