Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KEPALA Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah mengatakan pengarusutamaan Pancasila dalam konteks kehidupan bermasyarakat menjadi hal yang urgen, terutama Indonesia merupakan bangsa yang majemuk dari sisi etnis, suku, ras, dan agama.
"Karena Indonesia besar sekali, pengarusutamaan Pancasila dalam konteks kehidupan masyarakat menjadi sangat urgen hari ini. Kita tidak bisa menafikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang beragam, yang mempersatukan justru Pancasila itu sendiri," kata Syauqillah seperti dikutip Antara di Jakarta, Selasa (30/5).
Syauqillah menjelaskan bahwa Indonesia adalah bangsa yang agamis. Maka, pengarusutamaan nilai Pancasila harus dikembalikan pada pemahaman bahwa tidak ada hal yang kontra atau bertentangan antara sila dalam Pancasila terhadap ajaran agama apa pun.
Menurut Syauqillah, tidak ada agama yang tak suka dengan persatuan, kebinekaan, kemanusiaan yang adil, peradaban, dan etika.
"Nah, tentunya dikembalikan lagi kepada masyarakat karena masyarakat yang mempunyai keyakinan serta punya agama dan kepercayaan. Pancasila itu merupakan representasi dari seluruh keyakinan yang ada di Indonesia," katanya.
Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) itu menilai sangat tidak valid jika masih ada pernyataan bahwa Pancasila dianggap merupakan biang masalah bangsa yang perlu untuk segera diganti karena tidak relevan dengan ajaran agama.
Baca juga: Undang Praktisi dari Jepang, Untar Gelar Seminar Desain Interior Perkantoran
Menurut dia, berada di Indonesia masih bisa beribadah, menikmati jalan-jalan, menikmati alam Indonesia, hal itu karena Pancasila dan persatuan.
"Kita semua memang perlu memformulasikan Pancasila dalam konteks bermasyarakat," katanya.
Ia menyatakan bahwa Pemerintah harus bisa lebih tegas dalam hal melarang ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Menurut dia, negara harus memiliki kekuatan untuk memayungi kehidupan masyarakat dengan aturan-aturan.
Dalam memperingati Hari Lahir Pancasila setiap 1 Juni, kata dia, ada dua hal yang bisa direfleksikan oleh segenap anak bangsa untuk memperkuat komitmen menghidupkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong terciptanya masyarakat yang harmonis, inklusif, dan berkeadilan.
"Pertama, kita harus jadi bangsa yang bersyukur atas nikmat kemerdekaan, persatuan, bangsa yang bersyukur bisa menjalankan ibadah dengan tenang di Indonesia ini sesuai dengan keyakinan masing-masing," katanya.
Kedua, kata Syauqillah, menghormati orang-orang tua yang terdahulu, yaitu dengan menghargai jasa para pendahulu, orang-orang tua dan bersyukur atas apa yang dimiliki serta apa yang dinikmati di Indonesia saat ini.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah, lembaga, dan badan bersama tokoh agama perlu bekerja sama dalam hal pengarusutamaan kompatibilitas Pancasila dan ajaran agama. (Ant/I-2)
FPHW secara tegas menolak berkembangnya organisasi masyarakat yang teridentifikasi dan menganut paham intoleransi, radikalisme dan terorisme.
DKI Jakarta menduduki peringkat kedua untuk perisitiwa intoleran dalam kurun 12 tahun terakhir di belakang Jawa Barat.
Athoilah mengatakan pembangunan musala itu sudah memenuhi persyaratan sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2016.
Mantan staf Basuki Tjahaja Purnama ini menegaskan, sikapnya tak akan berubah jika kasus serupa terjadi pada agama lain.
Dalam menjalankan misi untuk merekrut para generasi muda, kelompok radikal ini sering kali memanipulasi, mendistorsi, dan memolitisasi agama.
Ujaran kebencian sejatinya juga menjadi pintu masuk perilaku radikal dan terorisme yang telah terbukti merusak dan menghancurkan kehidupan dan peradaban manusia.
Pancasila dan khilafah tidak bisa hidup berdampingan di Indonesia. Salah satunya harus dikorbankan.
SOSOK Prof Yudian Wahyudi menjadi salah satu lulusan pesantren yang berhasil di dunia akademik. Dari Pesantren Termas di Pacitan, Jawa Timur.
KARENA Indonesia negara multikultural, munculnya potensi radikalisme menjelang pilkada serentak 9 Desember 2020 masih sangat tinggi.
Paham radikalisme tumbuh subur di masyarakat karena tidak sedikit orang yang baru belajar agama tidak mampu menafsirkan ilmu itu dengan baik.
Kelompok teroris tersebut bahkan telah melakukan penggambaran untuk serangan tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved