Minggu 26 Februari 2023, 15:57 WIB

KLHK: Gerakan Komposting Bisa Turunkan Timbulan Sampah Secara Signifikan

Atalya Puspa | Humaniora
KLHK: Gerakan Komposting Bisa Turunkan Timbulan Sampah Secara Signifikan

Ilustrasi.
Ilustrasi.

 

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengadakan Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri yang merupakan salah satu rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 yang mengambil tema Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menilai, gerakan kompos satu negeri sangat penting. Pasalnya, gerakan itu bisa menjadi bagian dalam upaya menyelesaikan masalah persampahan secara tuntas. 

Baca juga: Gus Muhaimin Dorong Karapan Sapi Dijadikan Budaya Unggulan Nasional

"Kedua, composting atau membuat kompos dari sampah organik, merupakan aktualisasi paradigma baru dalam pendekatan penanganan persampahan yaitu membuat sampah menjadi berkah atau dengan kata lain menjadikan sampah sebagai bahan bernilai ekonomi secara lansgsung maupuan tidak langsung, atau dapat disebut sebagai bagian dalam pendekatan ekonomi sirkuler," kata Siti, Minggu (26/2). 

Ia menilai, kompos sudah dikenal masyarakat selama puluhan tahun dan dipakai secara konvensional di berbagai tempat, di desa atau di kota, yaitu menjadi pupuk organik. Sampah bekas makanan, sayuran dan lain-lain menjadi pupuk bagi tanaman kita. Dengan kata lain bahwa sudah ada dan melekat dalam kehidupan keseharian kita, meski belum kuat konsisten dilakukan yaitu orientasi sampah organik menjadi pupuk. 

Dalam prakteknya, kata dia, hal ini sangat penting karena pupuk kompos menyuburkan tanah , menambah kandungan organic matter pada tanah soil serta akan meningkatkan water holding capacity butir-butir tanah yang berguna bagi kesuburan tanah melalui perbaikan tekstur dan struktur tanah. 

"Kita mengenal humus sebagai tanah snagta subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat, sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh orgnasime dalam tanah, stabil dan berwarna coklat kehitaman. Sebagai gambaran, kira-kira lapukan selama 100 tahun akan membentutuk lapisan atas tanah atau top soil kira-kira setebal 1 cm. Atau kdanga disbeut juga sebagai humus. Dalam tekstur tanah, pengendapan lapukan tersebut membentuk silty yang sangat subur," beber dia. 

Berdasarkan data dari daerah yang dihimpun oleh KLHK tahun 2022, jumlah timbulan sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton/tahun dengan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27%. 

Kurang lebih 38,28% dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik. Berdasarkan data KLHK Tahun 2022 juga bahwa sebanyak 65,83% sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill. 

Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2). Kondisi tersebut mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan adalah penting dan perlu menjadi perhatian utama.

"Dalam upaya mencapai target Zero Waste sudah saatnya sekarang kita meninggalkan pendekatan atau cara kerja lama kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pengelolaan sampah di TPA," ucap dia. 

Ia melanjutkan, penimbunan sampah di landfill, terutama jika dikelola secara open dumping dapat menimbulkan permasalahan lingkungan, kesehatan, dan berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat memberikan efek global perubahan iklim. 

Dalam rangka pelaksanaan rencana aksi untuk mencapai target nasional penurunan emisi gas rumah kaca, peran dan posisi HPSN 2023 menjadi sangat strategis untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pengendalian perubahan iklim. Secara sederhana, HPSN 2023 harus menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju Zero Waste Zero Emission Indonesia.

Sebagai bentuk komitmen kepada dunia dalam pengendalian perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution pada tanggal 23 September 2022 yang meliputi target penurunan emisi gas rumah kaca pada sektor limbah di tahun 2030 Indonesia yaitu penurunan tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 40 Mton CO2eq dengan upaya sendiri (CM1) dan 43,5 Mton CO2eq dengan dukungan internasional (CM2). Sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyusun rencana aksi pencapaian Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah. 

Sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, KLHK telah menyusun rencana aksi pencapaian Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah, meliputi peningkatan pengelolaan seluruh TPA di Indonesia untuk mengimplementasikan metode pengelolaan controlled/sanitary landfill dengan pemanfaatan gas metan pada tahun 2025. 

Selain itu tidak ada lagi pembangunan TPA baru mulai tahun 2030 dengan penggunaan TPA eksisting akan dilanjutkan hingga masa operasionalnya berakhir serta landfill mining sudah mulai dilakukan, tidak ada pembakaran liar mulai tahun 2031. 

Selanjutnya optimalisasi fasilitas pengelolaan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan maggot atau black soldier flies untuk sampah biomass dan diharapkan tahun 2040 operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu dan penguatan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang.

"Dengan prinsip kerja Zero Waste, Zero Emission Indonesia, pengelolaan sampah di Indonesia telah bergeser ke hulu dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat. Melalui momentum HPSN 2023, hari ini saya ingin mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan kegiatan “Compost Day - Kompos Satu Negeri”, yaitu kegiatan mengompos yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia dengan tujuan untuk merubah pola pikir/mindset kita semua dalam mengelola sampah, khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan," ungkapnya. 

Diharapkan seluruh masyarakat di Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri. Jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya secara mandiri di rumah, maka 10,92 Juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA, dan dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,834 juta ton CO2eq. 

"Pesan saya kompos itu mudah dan bermanfaat. Jadi Jangan takut untuk mulai mengompos, karena mengompos itu tidak sulit dan hanya memerlukan kemauan untuk mencoba," pungkas dia. (OL-6)

Baca Juga

Medcom.id

UPH Luncurkan Prodi Actuarial & Applied Mathematics, Kolaborasi Matematika, Ekonomi dan Bisnis

👤Faustinus Nua 🕔Selasa 21 Maret 2023, 23:18 WIB
Universitas Pelita Harapan meluncurkan program studi baru, yaitu Actuarial & Applied Mathematics, yang merupakan inovasi untuk...
DOK MI.

KPAI: Sediakan Psikolog di Tiap Sekolah untuk Cegah Self Harm pada Remaja

👤Dinda Shabrina 🕔Selasa 21 Maret 2023, 23:11 WIB
Persoalan gangguan jiwa, lanjut Jasra, saat ini masih jauh dari urusan bisnis sekolah. Sehingga butuh penyediaan tenaga psikolog harus ada...
Dok. Kemenag

Wamenag Minta Ormas Keagamaan Bantu Jaga Kedamaian di Tahun Politik

👤Syarief Oebaidillah 🕔Selasa 21 Maret 2023, 22:59 WIB
WAKIL Menteri Agama RI Zainut Tauhid Saadi meminta organisasi masyarakat keagamaan di Indonesia untuk ikut berperan serta dalam menjaga...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

Top Tags

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya