Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Prof Abdul Mu'ti: Indonesia Butuh Pemimpin yang Mampu Kelola Perbedaan

Tosiani
16/2/2023 13:00
Prof Abdul Mu'ti: Indonesia Butuh Pemimpin yang Mampu Kelola Perbedaan
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu'ti(MI/TOSIANI)

INDONESIA di masa mendatang membutuhkan pemimpin yang mampu mengelola perbedaan. Kuncinya adalah kolaborasi, ada proses sharing resources dan sharing expertise. Hal ini sangat mungkin dilakukan kalau punya visi dan pandangan yang terbuka, kuncinya harus mau open minded.

Demikian disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed., saat memberikan kuliah umum bertema "Kepemimpinan Kolektif Kolegial", Rabu (15/2) di Auditorium UNTIDAR Magelang, Jawa Tengah.

"Mahasiswa saat ini adalah calon pemimpin era Indonesia Emas di tahun 2045. Untuk itulah perlu diberikan bekal terkait ilmu
leadership/kepemimpinan," katanya.

Baca juga: Komnas Haji Sebut Keputusan DPR Melanggengkan Skema Ponzi

Baca juga: Presiden Perintahkan Basarnas Edukasi Publik terkait Penanganan Bencana

Pada kesempatan itu, Prof. Abdul Mu'ti menjelaskan tentang dua model kepemimpinan politik, merujuk pada Archie Brown (2017) dalam The Myth of Strong Leader. Yakni model strong man di mana seorang pemimpin begitu dominan dalam pengambilan kebijakan dan pengambilan keputusan. Serta kepemimpinan kolegial, di mana seorang pemimpin bersikap kooperatif dan bekerja sama dengan yang lain.

"Kalau kita flashback ke belakang, banyak cerita tentang pemimpin negara yang mengalami kegagalan setelah belasan atau puluhan tahun berkuasa karena cenderung bergaya strong man, sebut saja Anwar Sadat, atau Muammar Khadafi. Di awal memerintah berbagai pencapaian diraih, namun setelah belasan atau puluhan tahun, gaya one man show menunjukkan kalau pada akhirnya terjerumus pada jurang kegagalan," ujarnya.

Ia berpendapat, di era sekarang kata kuncinya adalah networking dan kolaborasi. Bukan sentralitas pada orang tertentu, melainkan mengedepankan kemitraan, kolaborasi, dan teamwork. Hal terpenting dalam kepemimpinan Kolektif Kolegial yaitu semuanya tersistem dengan baik. Berbasis sistem bukan sinten, berdasar SOP bukan sopo (siapa).

Baca juga: Menkes: Peluang Investasi di Sektor Kesehatan Perlu Ditingkatkan

"Saya juga perlu menjelaskan dasar filosofis, psikologis, teologis, dan historis dari model kepemimpinan Kolektif Kolegial, yaitu bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan manusia dan Tuhan. Manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, manusia merasa terhormat atau bahagia apabila memiliki atau diberi peran, pengakuan, dan kesempatan, mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan, dan banyaknya pemimpin besar yang gagal," jelasnya.

Ia menambahkan, perguruan tinggi merupakan institusi pendidikan yang terdiri atas para cendekiawan (mahasiswa, dosen, civitas akademika), yang memiliki otoritas keilmuan, kemandirian, kebebasan, rasa percaya diri, keyakinan, sikap egaliter, dan tanggung jawab yang tinggi dalam mewujudkan idealisme. Kepemimpinan Kolektif Kolegial di perguruan tinggi mampu mewujudkan harmoni, kebersamaan, dan situasi yang sehat untuk menjadikan kampus miniatur masyarakat yang maju dan berkeadaban. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti
Berita Lainnya