STUNTING akibat faktor kemiskinan masih menjadi isu utama dan 'PR' pemerintah yang belum terselesaikan hingga kini. Meski angka stunting nasional turun 2,8% nyatanya polemik tersebut masih ada.
Kemiskinan dan stunting seperti dua sisi mata uang, jika angka kemiskinan tinggi tentu stunting juga akan ikut tinggi. Di Bengkulu kemiskinan dan stunting perlu ditangani bersama, sehingga kolaborasi menjadi salah satu cara di daerah tersebut.
"Menangani kemiskinan ekstrem dan stunting tidak mungkin bisa berdiri sendiri, maka harus dilakukan secara keroyokan bersama-sama melibatkan peran kontribusi TNI/POLRI, Kejaksaan, Lanal, Binda dan unsur Forkopimda lainnya untuk turut bersinergi mengatasi permasalahan ini," kata Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dalam keterangannya, Minggu (29/1).
Menurut data BPS, pada September 2017 hingga September 2022 kemiskinan Bengkulu menurun, walaupun pada September 2020 sempat kembali meningkat menjadi 15,30 persen akibat pandemi covid-19 dan pada September 2022 dapat kembali ditekan menjadi 14,34 persen.
"Tahun 2023 ini, Bengkulu masuk dalam 10 provinsi dengan penurunan presentasi angka kemiskinan sebesar 0,28 persen. Di mana angka penduduk miskin ekstrem mengalami penurunan dari 74.840 (2021) menjadi 73.330 (2022)," ujarnya.
Sementara itu, terdapat 2 kabupaten di Bali yang juga mengalami kenaikan angka stunting yakni di Kabupaten Buleleng yang sebelumnya 8,9% meningkat menjadi 11,0% dan Kabupaten Gianyar yang sebelumnya 5,16%.
Meningkatnya angka stunting di Kabupaten Buleleng dan Gianyar menjadi perhatian serius dalam evaluasi kinerja percepatan penurunan stunting. "Kita perlu lebih serius dan menganalisis dengan cermat terlebih dahulu apa saja yang menjadi faktor penyebab naiknya kenaikan tersebut sehingga kita bisa fokus memberikan intervensi dan meningkatkan kerja sama, konvergensi dan konsolidasi dengan tim internal dan lintas sektor lebih baik lagi," ujarnya. (H-1)