Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
Setiap orangtua berperan penting dalam memberikan makanan bernutrisi dengan gizi seimbang untuk pertumbuhan anak yang optimal. Namun, dalam praktiknya kerap ada kendala yang muncul, misalnya anak yang pilih-pilih makanan, termasuk dalam urusan sayur.
Bagaimana cara menghadapi dan mengatasi anak yang tidak suka sayur agar mau menyantap makanan yang penting bagi kesehatannya?
Peneliti Ekonomi Kesehatan Mutia A. Sayekti, S.Gz, MHEcon mengatakan orangtua harus tahu dulu penyebab anak ogah makan sayur.
"Kita hilangkan atau kurangi penyebabnya," kata Mutia dalam webinar, Senin (31/10).
Bisa jadi ada anak yang langsung menolak begitu melihat ada sayuran hijau di piringnya karena trauma merasakan pahitnya sayur mayur.
"Rata-rata kalau pernah lihat hijau-hijau malas karena terbayang pahit, atau pernah trauma makan sayur pertama kali enggak enak jadi menolak," ujar dia.
Mutia menyarankan, bila itu memang yang terjadi, orangtua bisa mengakalinya dengan mengolah agar tampilan sayur tertutup dengan bahan lain sehingga anak tidak tahu bahwa menu yang disajikan kepadanya adalah sayur.
Misalnya, mengukus sayur dan memotongnya kecil-kecil, kemudian mencampurkannya ke dalam bahan lain seperti telur agar rasa sayurnya tidak terlalu mencolok.
Namun, ia mengingatkan agar orangtua tetap memperhatikan masalah nutrisi dengan cara memilih cara memasak yang tidak terlalu banyak menghilangkan gizi.
Bila telur dimasak dengan suhu tinggi, maka campurkanlah potongan-potongan sayur ketika telur sudah setengah matang agar kandungan nutrisinya tidak banyak menguap.
Orangtua diminta menerapkan pedoman prinsip "Isi Piringku" yang mengandung gizi seimbang. Pedoman Isi Piringku mengacu pada konsumsi pembagian piring makan menjadi 2/3 makanan pokok, 1/3 lauk pauk, 2/3 sayur dan 1/3 buah. (Ant/OL-12)
Kegiatan dikemas dalam format talkshow, workshop, dan nonton bareng, dengan melibatkan para ibu rumah tangga sebagai peserta aktif.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
Ajang Peduli Gizi 2025 kembali digelar sebagai bentuk apresiasi terhadap individu, institusi, dan pelaku industri yang dinilai telah memberikan kontribusi nyata.
Konsekuensi dari konsumsi susu berlebihan adalah anak akan merasa kenyang dan kehilangan selera untuk mengonsumsi makanan lain. Akibatnya, asupan gizi menjadi tidak seimbang.
Pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga sangat menentukan perkembangan kognitif, motorik, hingga sosial emosionalnya.
ICW menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya menjadi program untuk menghamburkan uang negara. MBG tidak memenuhi standar gizi dan justru berpotensi menjadi pemborosan anggaran.
PENGUATAN langkah koordinasi dan sinergi antarpara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah serta masyarakat harus mampu melahirkan gerakan antikekerasan.
Ketika anak mengalami kecemasan saat dijauhkan dari gawainya, itu menjadi salah satu gejala adiksi atau kecanduan.
Upaya untuk mewujudkan peningkatan kualitas anak, perempuan, dan remaja masih banyak menghadapi tantangan.
Pada anak usia dini—yang masih berada pada tahap praoperasional menurut teori Piaget—, konten absurd berisiko mengacaukan pemahaman terhadap realitas.
Musik bisa merangsang area otak seperti lobus temporal untuk pendengaran, lobus frontal untuk emosi, cerebellum untuk koneksi motorik.
Menurut sejumlah penelitian, musik bisa dikenalkan kepada anak dari usia di bawah enam tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved