Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
RANCNGAN perubahan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Perka BPOM) No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan khususnya pelabelan Bisphenol - A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polycarbonate dengan kode daur ulang 7 harus segera disahkan pemerintah.
Mayoritas pakar kesehatan dan para pakar yang paham seputar plastik dan racun Bisphenol - A, sepakat berpendapat BPA sangat berbahaya bagi manusia.
Dari hasil berbagai penelitian menunjukkan BPA dapat memicu kanker, gangguan saraf, kelahiran prematur, autisme dan lain -lain.
Bagaimana dampak BPA bagi bayi, balita dan janin? Tentu saja berkali lipat dampak bahayanya. Sebab bayi, balita dan janin belum memiliki sistem imunitas yang sempurna. Itu sebabnya dalam sebuah penelitian, bayi lahir bisa sudah terpapar BPA dikarenakan ibunya terpapar BPA.
Pemerintah harus melihat hasil - hasil penelitian bahaya BPA dan menedengarkan masukan para pakar.
Seperti yang disampaikan Dr Nugraha Edhi Suyatma, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, bahwa wacana BPOM memberi label dengan redaksi 'Berpotensi Mengandung BPA' akan membuat masyarakat aman. Karena itu, niat mulia BPOM harus didukung.
Baca juga: Kemenkominfo: Berita Bahaya BPA pada Galon Isi Ulang Bukan Hoaks
"Sebenarnya wacana BPOM ini kan membuat masyarakat Indonesia aman. Niat mulia ini patut kita hargai," ujar Dr. Nugraha Edhi Suyatma dalam keterangan pers, Rabu (21/9).
Adapun pendapat Dr Nugraha Edhi Suyatma sebelumnya yang mengatakan BPA belum masuk dalam karsiogenik itu pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi IPB.
Sementara senada dengan Dr Nugraha Edhi Suyatma, Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono, MPH., Ph.D, berpendapat regulasi pelabelan Bisfenol A (BPA) harus segera diwujudkan demi melindungi kesehatan dan keselamatan publik.
Pandu mewanti-wanti agar kalangan industri tak perlu berlebihan dalam merespons regulasi tersebut.
"BPA berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan publik. Di samping itu, regulasi pelabelan BPA justru menjadi upaya dalam mengedukasi masyarakat," kata Pandu di Jakarta, Jumat (16/09).
Pandu mengingatkan bahaya BPA yang fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang). Tetapi bisa berpindah ke makanan atau minuman. Banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA sudah ditemukan pada cairan kemih dan pada binatang.
Pandu menegaskan kekhawatiran soal bahaya BPA bersifat global. Hal ini melihat di banyak negara, terdapat regulasi yang mengatur kemasan pangan tidak diperbolehkan menggunakan wadah yang mengandung BPA.
"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan 'Free BPA' (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," imbuhnya.
Pandu juga menjelaskan penelitian dan riset mutakhir menunjukkan BPA juga dapat berdampak pada gangguan hormon kesuburan pria maupun wanita.
"Kandungan ini juga dapat memicu penyakit seperti diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak," ujarnya.
Dekan Fakultas Farmasi Unair Surabaya, Prof. Junaedi Khotib berpandangan, adanya BPA akan menimbulkan kerusakan yang kompleks dengan melibatkan jalur hormonal dan epigenetik.
Meski sampai saat ini, kuantitasi gangguan pada model tikus secara invivo belum dapat ditranslasikan ke dalam model dosis-response yang sangat jelas pada manusia.
Menurutnya, hal ini harus menjadi pemikiran dan peringatan akan adanya gangguan kesehatan yang akan terjadi ketika terdapat paparan BPA dan berdampak serius pada kesehatan manusia baik secara fisik maupun mental.
"Potensi dampak merugikan BPA pada diferensiasi dan fungsi otak sangat besar dan kompleks, karena perubahan yang dihasilkan kemudian dapat menyebabkan perubahan organik maupun perilaku organisme," kata Prof. Junaedi Khotib. (RO/OL-09)
Menurut Dokter Tirta, kemunculan isu BPA di Indonesia sangat aneh karena baru muncul beberapa tahun belakangan dengan informasi yang kurang akurat.
Penelitian tidak mendapati adanya migrasi BPA dari kemasan galon guna ulang tersebut ke dalam air minum baik yang terpapar ataupun tidak terpapar sinar matahari.
KOMUNITAS Konsumen Indonesia (KKI) mengungkap temuan mengejutkan terkait distribusi air minum dalam kemasan galon guna ulang oleh market leader.
PARA pelaku industri air minum dalam kemasan (AMDK) yang berada di daerah menyesalkan kampanye negatif terkait isu Bisfenol A (BPA) yang dilancarkan pihak-pihak tertentu.
Penyebab seseorang terkena obesitas yang diketahui sejauh ini berkaitan dengan pola makan yang tidak sehat dan aktivitas fisik yang minim. Air putih pun terbukti tidak mengandung kalori.
"Ternyata rute terbesar kedua tubuh kita tercemar BPA itu melalui kontak kulit (melalui) struk ATM, struk belanja, bon pembelian, nota . Itu ada yang pake kertas termal by the way,"
Menciptakan tes berbiaya rendah dinilai sangat penting karena dapat mempermudah pemeriksaan tahunan untuk penyakit Alzheimer
Peneliti menginginkan pengukuran yang lebih objektif dari asupan makanan cepat saji untuk mempelajari hubungan antara pola makan tinggi energi dari makanan olahan ultra dan hasil kesehatan.
Perjalanan Rahayu Oktaviani meneliti Owa Jawa dimulai pada 2008 ketika dia sedang menyusun skripsi.
OsRKD3 mampu mengaktifkan kembali potensi sel somatik atau sel tubuh tanaman biasa untuk berkembang menjadi embrio lengkap.
Tim UNJ mengadakan pelatihan bagi guru-guru mengenai pengembangan kurikulum, penyusunan media pembelajaran digital, serta kegiatan pendampingan belajar bagi siswa.
Studi ini mengukur gejala seperti heartburn, nyeri dada, naiknya asam lambung, dan mual menggunakan kuesioner penilaian mandiri (GERD-Q, skor 0–18).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved