Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Hutan Aceh Bakal Jadi Percontohan Implementasi FOLU Net Sink 2030

Atalya Puspa
16/9/2022 10:49
Hutan Aceh Bakal Jadi Percontohan Implementasi FOLU Net Sink 2030
Ilustrasi: Petugas Forum Konservasi Leuser (FKL) memantau perkembangan dan perubahan pada tumbuhan(ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

MENTERI Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan ekosistem hutan di wilayah Aceh akan menjadi percontohan utama dari implementasi Forest and Land Use (FOLU) Net Sink 2030.

"Catatan di KLHK, secara umum ekosistem hutan di Aceh cukup stabil dan cukup promising dalam aktualisasi penyerapan karbon," kata Siti dalam keterangan resmi, Jumat (16/9).

Bicara mengenai lanskap di Provinsi Aceh, ucap Siti, tidak terlepas dari Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Keberadaan KEL, menjadikan Provinsi Aceh satu-satunya yang memiliki nilai kekayaan alam key wildlife atau hidupan liar kunci tertinggi dan terlengkap. KEL juga merupakan satu-satunya kawasan hutan di Indonesia yang menjadi habitat empat satwa langka yakni harimau, gajah, orang utan, dan badak.

Ia menegaskan KEL berada pada neraca net sink, karbon yang dilepas jauh lebih sedikit dibandingkan kapasitas penyerapannya. Sehingga KEL akan menjadi salah satu percontohan utama dari implementasi Indonesia's Folu Net Sink 2030.

KEL adalah suatu lanskap luas yang terdiri dari lanskap konservasi, perlindungan, produksi, dan pemukiman masyarakat. Ini menegaskan KEL bukan seluruhnya merupakan lanskap konservasi dan perlindungan, namun juga merupakan lanskap produksi dan pemukiman masyarakat.

"Lanskap produksi di KEL diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi kehutanan yang mendukung perekonomian masyarakat lokal dan masyarakat adat serta sektor dunia usaha," tutur Siti.

Baca juga: KLHK Sosialisasikan Indonesia's FOLU Net Sink 2030 di Daerah

Lebih lanjut, Siti menjelaskan KEL dengan luas areal lebih dari 2,5 juta hektare tidak sama dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang merupakan kawasan konservasi seluas lebih kurang 830 ribu hektar. TNGL menjadi bagian dari KEL.

"KEL itu jadi seperti watershed area, dimana pada areal tersebut terdapat segala kegiatan dengan land use dan Land Utilization Type atau LUT yang bermacam-macam menurut tradisi masyarakat. Jadi ada LUT konservasi, LUT pertanian rakyat, bahkan pemukiman. Jadi KEL merupakan ruang hidup yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Jadi tidak berbeda dari Rencana Tata Ruang Wilayah," tuturnya.

Dalam hal ini, Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan tulang punggung berdiri tegaknya KEL. Namun, KEL yang termasuk lanskap produksi bukan merupakan bagian dari lanskap konservasi dan perlindungan, sehingga tetap dapat dimanfaatkan secara bertanggung jawab dan legal guna mendukung pembangunan berkelanjutan di Provinsi Aceh.

"Tidak ada yang perlu diperdebatkan mengenai apakah KEL dapat dimanfaatkan atau tidak, mengingat lanskap-lanskap di KEL tersebut merupakan satu satuan yang utuh, yang saling menopang dan memperkuat satu sama lain," tukasnya.

Provinsi Aceh dengan modalitas hutan yang luas, dan hutan yang relatif stabil, serta memiliki modalitas sosial yang sangat tinggi diharapkan dapat menjadi keunggulan utama daerah.

"Untuk itu, mari bersama-sama mewujudkan pengelolaan hutan lestari di Provinsi Aceh yang memiliki nilai ekonomi tinggi, bermanfaat bagi sosial masyarakat Aceh dan bagi kelestarian lingkungan hidup," pungkasnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik