Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SIAPA yang tidak kenal dengan kerajinan batik? Warisan budaya Nusantara yang telah menjadi identitas dan kebanggaan insan Indonesia; tentunya sudah sepatutnya kerajinan ini diperjuangkan dan dijaga eksistensinya.
Namun pada faktanya, seiring dengan perkembangan zaman, batik perlahan mulai ditinggalkan oleh kebanyakan generasi muda yang cenderung lebih tertarik dengan pakaian-pakaian yang sedang trending seperti streetwear, contemporary fashion, dan lainnya.
Bagi mereka, batik cenderung dipandang terlalu formal, terlihat kaku, bahkan kolot, tidak sedinamis pakaian-pakaian trending yang sedang populer belakangan ini.
Baca juga : Bergaya Sambut HUT RI Sambil Lestarikan Budaya Pakaian Khas Indonesia
Memang perlu diakui, kebanyakan batik masih didominasi motif-motif lawasan dengan warna-warna yang cenderung gelap, sebuah kombinasi yang sudah tidak menarik lagi dimata kebanyakan generasi muda yang sekarang ini berani tampil lebih bold.
Melihat realita yang ada, banyak produsen batik segera berinovasi, mereka berlomba-lomba untuk memodifikasi batik dan mencoba menyesuaikannya dengan selera pasar yang kian modern.
Salah satu inovasi yang sering diadopsi adalah konsep fast fashion di mana produsen batik cap dan printing memadukan bahan batik dengan bahan lainnya untuk menciptakan beragam model pakaian batik secara kilat dengan looks yang lebih casual dan stylish serta harga yang kompetitif.
Strategi ini terbilang cukup sukses menggaet minat generasi muda yang memang sudah sangat fasih dengan trend fast fashion ini.
Baca juga : Rintis Usaha Batik dari Nol, Kini Christian Raup Omzet Ratusan Juta Rupiah
Namun sayangnya, strategi fast fashion ini tidak dapat dinikmati oleh seluruh produsen batik, khususnya pengrajin batik tulis yang memproduksi batik secara handmade seutuhnya dengan kualitas, dan detail terbaik.
Proses pengerjaan batik tulis sendiri bisa memakan waktu 3 hingga 6 bulan per lembar batik tulis.
Sehingga dari segi harga, proses, serta kualitas pun tidak memungkinkan untuk mengadopsi konsep fast fashion yang berfokus pada penciptaan beragam model sesuai dengan trend dalam waktu singkat.
Baca juga : Aplikasi Fashion Lokal Lili Style Disukai Jutaan Milenial dan Gen Z di Tanah Air
“Beda dengan teman-temen pengrajin cap atau printing, kalau mereka cenderung lebih produksi massal ya. Batik tulis ga mungkin seperti itu, jadi berat kalau disuruh ngikutin trend fast fashion," ungkap Abel Hesed, Founder Batik Wolter, salah satu brand batik tulis Ibu Kota Jakarta dalam keterangan, Rabu (7/9)
"Mau engga mau jadi kita harus punya strategi beda supaya tetep bisa relevan. Di situ akhirnya kita lebih mainin ke corak motif batiknya, dibuat lebih kontemporer sama pewarnaan dibuat lebih berani dengan warna-warna modern.” tutur Abel Hesed.
Abel mengakui cukup berat awalnya untuk beralih dari motif lawasan yang sudah sangat kental dengan image kerajinan batik, ke motif kontemporer yang sebetulnya berjauhan dari konsep batik klasik pada umumnya.
Baca juga : Bidik Gen Z, Brand Fesyen Obermain Kolaborasi dengan Smiley
Namun dengan pendekatan Batik Wolter yang lebih personal dan relevan bagi generasi muda, risiko yang diambil ini pun membuahkan hasil.
Batik tulis dengan motif-motif seperti singa, harimau, naga, elang, merak, cenderawasih pun tidak hanya diterima tapi bahkan digandrungi oleh pasar, terbukti dari jumlah pengikut Instagram @batikwolter yang telah mencapai 124 ribu followers.
"Bahkan hanya dalam 2 tahun belakangan saja, menjadikannya salah satu top of mind brand batik tulis Nusantara," jelasnya.
Baca juga : Desainer Laely Indah Kenalkan Fesyen Wastra Identitas Indonesia
“Ya engga nyangka juga sebetulnya, waktu itu cuma kepikir, ini daripada mati ditinggalkan, lalu punah, lebih baik kita nekat sedikit. Agak nabrak-nabrakga apa, yang penting kita coba dulu," jelasnya,
"Lebih baik mati mencoba dari pada pasrah saja. Ya berharap ini jadi awal yang baik untuk dobrak anggapan orang-orang tentang batik tulis, cenderung kaku, kolot, khususnya bagi yang muda-muda. Kita terus inovasi dan buktikan kalau batik tulis bisa stayrelevant supaya ini terus terjaga, ga punah, ga ditinggalkan sama generasi muda,” tutup Abel. (RO/OL-09)
Baca juga : Sambut Tahun Baru Imlek, Charles & Keith Tampilkan Sentuhan Brocade Modern
Tunik bercorak lily air yang berpadu dengan batik itu mudah dipadupadankan dengan rok ataupun celana
Beragam busana batik bisa dikenakan dengan outer baik polos maupun bermotif
Akhir pekan ini, jalan-jalan ke Temu Bisnis Kemitraan Nasional Rantai Pasok (Kenarok) di Living World Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, yuk!
Beberapa bikini dengan cuttingan yang modis dipercantik dengan sentuhan motif batik parang bisa menjadi pilihan yang pas sebagai pakaian renang bernuansa wastra dengan gaya yang trendi.
Melalui tema “A Journey into Indonesia's Batik Philosophy”, para tamu diajak untuk memahami lebih dalam makna-makna filosofis motif batik.
Yuk ke Inacraft 2025 yang digelar 5-9 Februari 2025 di JCC. Tahun ini, pameran aneka kriya dari penjuru Nusantara itu mengusung konsep Sustainability and Collaboration.
Melalui local craftmanship, pembuatan sepatu lokal tidak hanya manjadi bisnis, tapi juga merupakan bagian penting dari pemberdayaan lokal, warisan budaya, dan identitas.
Konsumen fashion di AS menggugat Hermes karena dianggap enggan menjual tas Birkin tanpa pembelian produk mewah lainnya.
Selain nyaman dikenakan, rok plisket juga mudah dipadu-padankan dengan berbagai atasan, seperti crop shirt, sweater, blus, blazer, dan lainnya
Koleksi ini memiliki motif geometris khas Maroko.
Tren fesyen celana putih dari Oprah Winfrey, Reese Witherspoon, dan Emma Stone bisa menginspirasi gaya anda.
Dalam Drip&Drop, pengunjung diajak untuk mendonasikan pakaian bekas pakai, dan donasi tersebut akan disalurkan untuk mendukung pendidikan anak kurang mampu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved