Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
PENELITI dan kader intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz, mengatakan bahwa keterbukaan dan sikap kritis merupakan dua elemen mendasar yang perlu dimiliki oleh anak bangsa untuk pulih dari virus intoleransi dan radikalisme.
"Jadi kalau kita mau pulih dari sikap radikalisme dan intoleransi, ada dua hal, yang pertama keterbukaan, yang kedua sikap kritis. Itu dibutuhkan dan wajib ditanamkan," ujar Darraz dalam keterangannya seperti dilansir Antara di Jakarta, Kamis (18/8).
Dia menjelaskan, proses radikalisasi seringkali masuk akibat keterbukaan yang tidak diiringi sikap kritis. Hal ini mengingat strategi infiltrasi kelompok radikal yang semakin halus, canggih, dan 'cantik'.
Namun, kedua hal tersebut juga harus didorong dengan penanaman literasi yang baik, karena hal ini dapat dimanfaatkan untuk membangun benteng pencegahan yang kuat.
"Tentunya ini juga harus dibarengi dengan banyak literasi dan diskusi agar wawasan terbuka. Jadi, ketika dihadapkan kepada oknum yang melakukan 'manipulasi' (agama dan ideologi), maka kita bisa kita cegah dengan pengetahuan dan sikap kritis," ujarnya.
Baca juga: Ponpes Ngruki Terapkan Perpaduan Kurikulum Agama dan Umum
Ia menyebut Indonesia dalam konteks radikalisme dan intoleransi sedang dalam kondisi 'sakit'. Menurutnya, virus itu mampu melemahkan bangsa sehingga menjadi mudah dipecah-belah dan kian terjebak dalam pusara konflik.
"Karena bangsa yang sehat adalah bangsa yang penuh toleransi, selalu damai, dan menghargai perbedaan. Sebab virus radikalisme dan intoleransi yang melemahkan bangsa ini dapat menghambat kemajuan bangsa dan negara ke depannya," ucap Darraz.
Oleh karenanya, ia mengajak semua pihak untuk mampu merefleksikan diri melalui pesan kemerdekaan untuk bersatu dan bertekad melawan berbagai tantangan yang dihadapi sebagai sebuah bangsa, salah satunya praktik radikalisme dan intoleransi yang dewasa ini mudah dijumpai sebagai politisasi agama oleh oknum dengan kepentingan politik.
"Konteks di 2017, 2019, itu kentara sekali peristiwa politiknya, menolak perbedaan atas nama agama dijadikan permainan, dijadikan kepentingan politik. Ini tidak boleh terulang ke depannya. Agama harus digunakan untuk mencapai kebajikan, bukan kepentingan sesaat," ucapnya menegaskan. (Ant/OL-16)
GEMPAR Indonesia meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi Menteri dan Wakil Menteri Agama terkait insiden intoleransi di Padang
MAARIF Institute for Culture and Humanity menanggapi soal kasus perusakan rumah doa milik umat Kristiani di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatra Barat.
Pemerintah harus mengambil sikap tegas untuk mencegah kasus intoleransi terjadi di kemudian hari.
negara gagal memberikan perlindungan terhadap kebebasan beragama menyusul adanya peristiwa persekusi dan intoleransi Kampung Tangkil, Kecamatan Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat
Bupati Sukabumi, Asep Japar, mengaku prihatin terjadinya insiden di Kecamatan Cidahu, pekan lalu. Peristiwa tersebut mendapat perhatian berbagai elemen sehingga menjadi isu nasional.
ANGGOTA Komisi III DPR RI, Sarifudin Sudding mengatakan kasus intoleransi di Sukabumi disebut sebagai hal yang tidak seharusnya terjadi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved