Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kelembagaan MAB UNESCO Indonesia-BRIN Sudah Kembangkan 19 Cagar Biosfer

Faustinus Nua
03/8/2022 23:20
 Kelembagaan MAB UNESCO Indonesia-BRIN Sudah Kembangkan 19 Cagar Biosfer
CAGAR BIOSFER TAMAN NASIONAL WAKATOBI, SULAWESI TENGGARA.(MI/Sumaryanto Bronto)

KELEMBAGAAN Komite Nasional Man and The Biosphere (MAB) UNESCO Indonesia dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah dibentuk berdasarkan SK Kepala BRIN No. 23/HK/ 2022. Komite Nasional ini mempunyai mandat melaksanakan misi, program dan kegiatan MAB di Indonesia terutama dikaitkan dengan pembangunan dan pengembangan cagar biosfer sebagai wahana pembangunan berkelanjutan.

Purwanto selaku focal point dan Ketua Komite Nasional MAB UNESCO Indonesia, BRIN, menyampaikan bahwa cagar biosfer adalah fokus utama di dalam program MAB di Indonesia. “Kita ingin mengembangkan dan membangun cagar biosfer di Indonesia,” ungkapnya, Rabu (3/8).

Ia mengatakan, MAB UNESCO Indonesia-BRIN sampai saat ini telah sukses mengembangkan 19 cagar biosfer di Indonesia, sejak 2009 hingga sekarang dan menghasilkan tambahan 13 cagar biosfer baru.

Menurut UNESCO, Indonesia adalah salah satu negara yang progresif untuk mengembangkan cagar biosfer sebagai wahana pembangunan berkelanjutan. Bila kita lihat luas total cagar biosfer di Indonesia yaitu mencapai 29.901.729, 259 Ha. Itu meliputi area inti berupa kawasan konservasi seluas 5.362.516,74 Ha, kawasan zona penyangga seluas 7.618.547, 845 Ha dan area transisi seluas 16.875.935, 375 Ha.

Hal ini tentu saja menjadikan kawasan cagar biosfer sangat strategis sebagai laboratorium alam kita untuk mengembangkan IPTEK dan Inovasi, pengelolaan keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.

“Kontribusi lainnya antara lain meloloskan periodic review 6 cagar biosfer, berperan aktif di jaringan cagar biosfer regional dan global, memenangkan kompetisi Young Scientist Award, Penghargaan UNESCO atas perannya dalam program MAB dan kontribusinya terhadap program pengembangan ilmu alam di Asia Pasific khususnya ilmu lingkungan,” sambung Purwanto.

Cagar biosfer merupakan upaya mengelola suatu kawasan dengan mengharmonisasikan hubungan antara kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dan kepentingan pembangunan sosial-ekonomi berkelanjutan. Hal ini didukung logistic support yaitu ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi seperti riset, monitoring, pendidikan lingkungan, dan lain-lain.

"Konsep ini dibuat oleh Program MAB UNESCO dalam kerangka untuk mempromosikan hubungan yang harmonis antara manusia dan alam juga sebagai wahana untuk pembangunan berkelanjutan,” imbuh Purwanto yang juga Profesor Riset dan Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Organisasi Hayati dan Lingkungan BRIN.

Dia menjelaskan bahwa fungsi cagar biosfer ada tiga. Pertama adalah fungsi konservasi keanekaragaman hayati dan budaya. Hal ini untuk kontribusi pada konservasi lanskap, ekosistem, spesies, dan variasi genetik. Kedua, fungsi pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk mendorong pembangunan eskonomi dan manusia yang berkelanjutan, kemudian mendorong pembangunan ekonomi dan manusia yang berkelanjutan secara sosial budaya dan ekologis.

Ketiga, fungsi dukungan logistik untuk memberikan dukungan penelitian, pemantauan, pendidikan dan pertukaran informasi yang berkaitan dengan isu-isu lokal nasional dan global konservasi dan pembangunan.

Menurut Purwanto, keunggulan dari penerapan cagar biosfer sangat menarik banyak pihak. Cagar biosfer merupakan konsep pengelolaan kawasan terbaik saat ini yang menggabungkan kepentingan ekologi dengan kepentingan ekonomi yang di dukung ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kawasan cagar juga menjadi wahana bagi penerapan pembangunan berkelanjutan berbasis iptek, kemudian mewadahi berbagai kepentingan para pihak dan menghilangkan sekat-sekat egoisme antara banyak pihak. Cagar biosfer juga menjadi solusi pemecahan masalah pengelolaan kawasan.

"Cagar biosfer juga menjadi tempat pengembangan iptek dan inovasi yaitu menjadi laboratorium alam kita dan menjadi tempat pengembangan sumberdaya manusia melalui pendidikan lingkungan. Dan menjadi wahana pergaulan dunia dan dapat dijadikan sebagai branding produk-produk cagar biosfer," terangnya.

Selanjutnya Purwanto mengungkapkan manfaat status cagar biosfer dari UNESCO yaitu pengakuan dunia atas keunggulan. Status dunia sebagai cagar biosfer dan penghargaan serta kepercayaan dunia bahwa kawasan tersebut sebagai bagian dari jaringan kerja cagar biosfer dunia.

“Status dunia ini mempunyai nilai dan peluang yang harus dimanfaatkannya antara lain untuk kelestarian keanekaragaman hayati dan budaya, networking di tingkat nasional, regional (seaBRnet) dan global (WNBR). Untuk pengembangan Iptek-inovasi, untuk capacity building sumber daya manusia di kawasan cagar biosfer, untuk pengembangan produk cagar biosfer berkelanjutan, pengembangan sosial ekonomi berkelanjutan, dan cagar biofer sebagai branding produk-produk cagar biosfer," jelas Purwanto.

Purwanto juga mengatakan bahwa penerapan cagar biosfer tersebut bermanfaat untuk kehidupan masyarakat di sekitarnya, manfaat bagi kawasan konservasi, manfaat untuk pemerintah, swasta, dan manfaat bagi Indonesia. Untuk itu, dalam membangun cagar biofer di Indonesia perlu diperjuangkan beberapa hal yaitu harus menjadi acuan untuk pembangunan berkelanjutan, meningkatkan posisi tawar kawasan seperti Kawasan Strategi Nasional, menciptakan peluang keunggulan dan nilai penting, memberikan nilai tambah, memberikan manfaat bagi keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistemnya.

Kelembagaan
Dia mengungkapkan perlunya penguatan kelembagaan tingkat locus maupun tingkat nasional dalam pengembangan cagar biosfer. Kemudian penguatan aspek legal sesuai dengan UU No. 5 1990 bahwa penetapan dan pengelolaan cagar biosfer harus diatur oleh PP, namun hingga saat ini belum terealisasi.

Program MAB Indonesia perlu dukungan dan komitmen dari focal point dan berbagai pihak. BRIN sebagai focal point diharapkan lebih memanfaatkan cagar bisofer sebagai laboratorium alam untuk pengembangan iptek dan inovasi. "Dalam mengelola cagar biosfer harus mulai corporate karena liverage-nya menjadi lebih tinggi perlu memikirkan keberlanjutan pendanaan, mempercepat branding produk-produk lokal cagar biosfer, karena hasilnya dapat cepat dimanfaatkan masyarakat, meningkatkan komunikasi untuk pengembangan masyarakat, meningkatkan kerjasama dan komunikasi terutama peran para pihak serta melibatkan kaum muda dan media,” tutupnya. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya