Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ini Cara Orangtua Dukung Anak yang Ingin Jadi Gamer

Basuki Eka Purnama
25/7/2022 12:15
Ini Cara Orangtua Dukung Anak yang Ingin Jadi Gamer
Ilustrasi(crazygamer.info)

PSIKOLOG anak, remaja dan keluarga Rosdiana Setyaningrum mengatakan orangtua tetap bisa memberi dukungan jika anak memiliki minat menjadi gamer, dengan cara membuka akses ke komunitas atau profesional yang memahami bidang tersebut.

"Temukan dengan narasumber yang memang berkecimpung di bidang itu. Jadi, dia tau plus-minusnya, biarkan anak nanti menimbang sendiri," kata psikolog yang mendapatkan gelar Magister Psikologi Klinis di Universitas Indonesia itu saat dihubungi, Minggu (24/7).

Dengan mengakses ke sumber yang valid, anak bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang dunia esport secara menyeluruh dan dampaknya dari berbagai sisi sehingga mencegah kemungkinan terjadinya kecanduan.

Baca juga: Good Games Guild Siap Menjawab Tantangan Sandiaga Uno

Namun, Rosdiana juga menganjurkan agar orangtua tetap mendorong anak untuk mengeksplorasi bidang-bidang lainnya di samping bidang esport.

"Tidak apa-apa misalnya ingin masuk ke grup gamers, tapi coba kita eksplorasi yang lain-lain juga. Soalnya zaman sekarang kayaknya orang nggak bisa cuma punya satu set of skill ya," ujarnya.

Kecanduan menjadi salah satu dampak yang membuat orangtua khawatir jika anak gemar memainkan game di ponsel atau gawai mereka. 

Apalagi, kata Rosdiana, kondisi pandemi selama dua tahun terakhir memang kurang menguntungkan mengingat perbanyak melakukan kegiatan di luar rumah merupakan cara paling mudah untuk mencegah anak kecanduan game.

"Memang lebih menantang di masa pandemi ini. Mungkin kalau sekarang sudah mulai lumayan. Cuma kan sudah dua tahun ya, memang menantang banget karena anak-anak di rumah, belajarnya juga online, terpaparnya (gadget) kan memang besar," kata Rosdiana.

Ketika sudah kecanduan, biasanya anak menjadi lebih sulit fokus dan terdapat perubahan suasana hati yang kentara (mood swing) apabila tidak menggenggam gawai. 

Adiksi terhadap game, terang Rosdiana, salah satunya juga bisa membawa dampak pada perilaku lebih agresif atau lebih murung, bahkan nilai atau prestasi pelajaran di sekolah mulai mengalami penurunan.

Jika candu gawai sudah menunjukkan gejala yang akut, Rosdiana menganjurkan orangtua membawa anak ke psikolog atau profesional untuk menjalani terapi khusus.

Selain itu, apabila anak menunjukkan gejala ringan, Rosdiana juga menyarankan agar orangtua secara perlahan-lahan mendorong anak-anak untuk melakukan aktivitas fisik dan mental lain yang mereka gemari, misalnya berolahraga di luar ruangan, sehingga ketergantungan pada gawai akan berkurang.

"Orangtua harus bisa lebih sabar untuk membalikkan anak ke kegiatannya, menemani anaknya dulu mungkin misalnya dia olahraga, melukis, atau apa pun supaya dia nyaman. Kenalkan juga ke teman-temannya yang mungkin sudah lama nggak ketemu (karena pandemi). Kalau remaja, dibuat suasananya jadi lebih menyenangkan dan nggak banyak tuntutan dulu," pungkas Rosdiana. (Ant/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya