Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Pakan Ikan Berbahan Lokal, Pacu Optimisme Peternak Lele

Didik Purwadi
14/7/2022 07:40
Pakan Ikan Berbahan Lokal, Pacu Optimisme Peternak Lele
Riset formula pakan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, UGM.(Dok. UGM)

SEBAGAI kota pariwisata yang memiliki sejuta pesona alam dan budaya, Yogyakarta selalu ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah hingga mancanegara. Mereka berkunjung tidak hanya untuk menikmati pemandangan atau kebudayaan, tetapi juga suasana kota lengkap dengan kulinernya.

Banyaknya wisatawan yang datang tentunya butuh ketersediaan suvenir, baik berupa kerajinan maupun olahan pangan yang bisa mereka nikmati. Di samping itu, Yogyakarta sebagai pusat pendidikan yang masyhur berjibaku untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok pangan kaum pelajarnya.

Lele merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang menjadi primadona di Yogyakarta. Tingkat konsumsi ikan satu itu cukup tinggi di bekas ibu kota Republik Indonesia. Pengolahan lele paling populer, yaitu dalam bentuk digoreng dan disajikan sebagai pecel lele.

Tak mengherankan bila dari wilayah perkotaan hingga perdesaan, menjamur warung-warung makan yang menyediakan menu spesial pecel lele. Masyarakat sangat mudah menemukan warung pecel lele yang berdiri di pinggir jalan dengan tenda. Rumah-rumah makan pun banyak yang menyajikan menu berbahan baku lele.

Sayangnya, besarnya kebutuhan atau permintaan (demand) ikan jenis lele belum bisa dimanfaatkan untuk dipenuhi sepenuhnya oleh pembudi daya ikan lele di Yogyakarta. Untuk bisa memenuhi kebutuhan yang tinggi tersebut, suplai lele harus didatangkan dari luar daerah.

Salah satu faktor kelesuan petani pembudi daya ikan dalam meningkatkan pasokan ikan ke pasar disebabkan tingkat keuntungan usaha yang makin menipis dan tidak pasti. Biaya produksi yang kian tinggi didominasi biaya pakan dengan porsi lebih dari 70%, sedangkan harga jual ikan relatif tetap.

Tingginya harga pakan ikan komersial mendorong tim peneliti Universitas Gajah Mada (UGM) baik dosen maupun mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Departemen Perikanan mengembangkan teknologi pembuatan pakan ikan. Dalam prosesnya, memanfaatkan bahan baku lokal bersama mitra Kelompok Pembudi Daya Ikan (Pokdakan) Minaloka di Bantul, Yogyakarta.

 

 

Pendekatan agroindustri

Di samping besar, harga-harga yang terkait dengan biaya produksi terus merangkak naik. Kondisi tersebut tentunya membuat petani pembudi daya ikan terjepit sebab harga jual relatif tetap karena mengandalkan harga pasar.

Jika para petani melakukan penyesuaian harga, ikan mereka menjadi sulit terjual semuanya saat panen. Hal itu tentunya akan menjadi beban produksi karena ikan mereka tetap membutuhkan pakan.

Sistem tradisional saat ini memang merupakan siklus bisnis yang tidak menguntungkan petani. Untuk memutus pola tersebut, diperlukan pendekatan agroindustri perikanan. Dalam praktiknya, agroindustri perikanan memerlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dengan pola pendekatan sistem.

Dalam sistem tersebut, petani tidak hanya terpaku sebagai pembudi daya, tetapi juga menjadi produsen pakan, pengolah hasil ikan, hingga pelaku pemasaran. Pendekatan yang memberdayakan petani ini dapat memaksimalkan keuntungan dalam rantai sistem yang saling menguntungkan.

 

 

Mengembangkan pakan alternatif

Pakan ikan menjadi salah satu faktor penentu perkembangan industri perikanan budi daya. Namun, harga pakan ikan komersial yang terbilang tinggi menyulitkan petani. Untuk itu, sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat, tim peneliti di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Departemen Perikanan mengembangkan teknologi pembuatan pakan ikan memanfaatkan bahan baku lokal.

Bersama-sama dengan mitra Pokdakan Minaloka, tim mampu membuat formulasi pakan alternatif menggunakan bahan baku lokal serta sistem fermentasi untuk meningkatkan kualitas bahan baku pakan. Bahan yang digunakan di antaranya protein lokal, seperti gangsir laut, sayur, daun-daunan, serta modified cassava flour (mocaf) yang dijadikan pelet apung.

Pakan alternatif inovasi Pokdakan Minaloka telah diujicobakan dan dibandingkan dengan pakan pabrikan. Hasilnya, secara umum hampir mampu menyamai indikator pakan pabrikan. Meski membuat waktu panen mundur 5 hari sehingga konsumsi pakan 10% lebih banyak dari pakan pabrikan, pakan alternatif memberikan manfaat signifikan dari segi keuntungan petani.

Harga pakan alternatif 21,6% lebih murah daripada pakan komersial dan membuat biaya variabel produksi berkurang hingga 15%. Hal itu dapat meningkatkan keuntungan akhir petani hingga 250% dari biasanya.

 

 

Teknologi bioflocs

Upaya pengembangan agroindustri perikanan dilakukan pula pada sisi proses produksi budi daya. Pengembangan agroindustri perikanan air tawar, dalam hal ini ikan lele, menggunakan teknologi bioflocs atau bioflocs technology (BFT).

Penerapan manfaat teknologi tersebut dimulai dari identifikasi pelaku dalam subsistem budi daya ikan, yakni penyedia bibit ikan, penyedia pakan ikan, penyedia nutrient bioflocs, hingga pembudi daya ikan bioflocs. Sementara itu, subsistem pemasaran terdiri atas pengepul dan penjual ikan lele di pasar.

Teknologi bioflocs sudah berkembang cukup lama dan yang digunakan dalam riset itu ialah untuk efisiensi pakan guna menekan biaya produksi. Sistem produksi teknologi bioflocs mampu memberikan hasil yang tinggi karena dua faktor pembatas produksi yang penting, yaitu konsentrasi oksigen terlarut (dissolved oxygen) dan amonia-nitrogen berada pada level yang mendekati optimal, terlepas dari adanya laju pemberian dan persediaan pakan yang tinggi di dalam sistem.

Dalam sistem tersebut ikan yang dibudi daya mendapatkan makanan dari kandungan air di kolam itu sendiri. Konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi dalam teknologi bioflocs diperoleh melalui aerasi yang kontinu, yang juga berfungsi untuk menjaga agar bioflocs tetap tersuspensi di dalam kolom air.

Sebagai perbandingan, kolam petak tradisional kapasitas produksi ikannya hanya 2,5 ton, sedangkan kolam bundar bioflocs mampu menampung 5 ton. Dari sisi biaya produksi, meski biofloc membutuhkan Rp60 juta, profitnya bisa mencapai Rp80 juta, sementara metode tradisional hanya Rp37,5 juta dengan modal Rp32,5 juta. Untuk kesehatan bibit hingga dewasa, teknologi bioflocs jauh lebih besar yakni 90-95%, termasuk penghematan pakan ikan.

 

 

Pendekatan triple helix

Inovasi pakan alternatif dan penerapan teknologi bioflocs tidak dapat berdiri sendiri dalam agroindustri perikanan karena diperlukan juga keterikatan dalam aspek kelembagaan. Pelaku industri budi daya ikan lele bioflocs dalam hal ini adalah petani ikan, pemerintah, dan akedemisi.

Pemetaan hubungan ketiga subsistem tersebut biasa disebut dengan diagram triple helix. Bergabungnya petani dalam kelembagaan kelompok tani ikan akan memperkuat lembaga tersebut sebagai institusi yang berperan penting untuk memperkuat posisi tawar petani dalam memasarkan hasil perikanannya yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan.

Konsep agroindustri menekankan pada proses transformasi bahan baku menjadi produk jadi dan nilai tambah (keuntungan). Penataan industri perikanan sejak produksi perlu dilakukan karena potensi perikanan yang tinggi memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat.

Diakui bahwa pemerintah telah banyak melakukan berbagai program untuk pengembangan industri perikanan. Kebutuhan benih dan pakan ikan harus diperhatikan sesuai dengan kebutuhan bagi pembudi daya ikan. Keterpaduan itu tidak mudah diwujudkan karena berbagai faktor yang berpengaruh pada produksi benih dan pakan.

Kemandirian benih dan pakan ikan menjadi kunci pembangunan industri perikanan yang berkelanjutan (sustainable development). Dengan kemandirian teknologi pada sektor hulu, produksi dapat ditingkatkan. Selanjutnya optimasi distribusi supply chain (rantai produksi) produk perikanan dalam membangun sebuah pusat bisnis perikanan dengan prinsip ekonomi biru (blue economy) yang bersinergi dengan triple track strategy, yaitu program pro-poor, pro-growth, pro-job, dan pro-environtment.

Persoalan agroindustri perikanan, khususnya perikanan air tawar skala kecil bersifat kompleks. Produksi yang masih berfluktuasi, akses ke modal masih kurang, penanganan pascapanen belum sempurna, teknologi masih sederhana, lokasi terpencar, dan tingkat pendidikan pembudi daya masih rendah.

Karenanya, pemerintah sebagai regulator perlu juga memberikan kemudahan-kemudahan untuk mengembangkan potensi agroindustri perikanan. Namun, perlu diperhatikan akan ketepatan guna dan kesesuaian teknologi maupun bantuan yang diberikan ke suatu kelompok tani agar tidak mangkrak karena tidak dapat digunakan atau tidak efisien. (Dro/Hym/X-6)
 

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik