Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Belum ada Laporan Kasus Cacar Monyet di Indonesia

Ferdian Ananda Majni
22/6/2022 14:55
Belum ada Laporan Kasus Cacar Monyet di Indonesia
Penderita cacar monyet(AFP/Brian WJ Mahy)

JURU Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan belum ada temuan kasus cacar monyet di Indonesia.

"Saat ini belum ada (kasus) di Indonesia," kata Syahril kepada Media Indonesia, Rabu (22/6).

Meskipun demikian, kasus cacar monyet pertama di Asia Tenggara telah dideteksi di Singapura. Kementerian Kesehatan Singapura melaporkan satu kasus impor monkeypox atau cacar monyet yang berasal dari warga asing tersebut.

Sedangkan sebelumnya, satu kasus diduga infeksi cacar monyet atau monkeypox dilaporkan di Kota Singkawang, Kalimantan Barat. Remaja itu dirawat dan diisolasi di RSUD Soedarso, Pontianak

Syahril menambahkan, ada sekitar 10 pasien yang sempat dicurigai cacar monyet di Indonesia. Seperti ada 9 kasus di Jakarta dan 1 di Kalimantan Barat.

"Dari hasil tes laboratorium kasus-kasus tersebut hasilnya adalah negatif," ucapnya.

Namun demikian, Kemenkes tetap melakukan sejumlah kewaspadaan untuk mencegah terjadinya penularan di Indonesia. Kementerian Kesehatan tetap melakukan kewaspadaan dengan memperbarui situasi dan frekuensi question (FAQ) terkait monkeypox yang dapat diunduh melalui https://infeksiemerging.kemkes.go.id/.

Baca juga: Korsel Laporkan Dua Kasus Pertama Cacar Monyet

Kemenkes juga menyiapkan surat edaran untuk meningkatkan kewaspadaan di setiap wilayah melalui dinas kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan, dan rumah sakit. Revisi pedoman pencegahan dan pengendalian cacar monyet pun dilakukan untuk menyesuaikan situasi dan informasi baru dari WHO, khususnya mengenai surveilans, tatalaksana klinis, komunikasi risiko, dan pengelolaan laboratorium.

Cacar monyet disebabkan oleh virus human monkeypox (MPXV) orthopoxvirus dari famili poxviridae yang bersifat highlipatogenik atau zoonosis. Virus ini pertama kali ditemukan pada monyet di tahun 1958, sedangkan kasus pertama pada manusia (anak-anak) terjadi pada tahun 1970. Penularan melalui kontak erat dengan hewan atau manusia yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi virus.

“Penularan dapat melalui darah, air liur, cairan tubuh, Lesi kulit atau cairan pada cacar, kemudian droplet pernapasan,” ujarnya.

Masa inkubasi cacar monyet biasanya 6 sampai 16 hari tetapi dapat mencapai 5 sampai 21 hari. Fase awal gejala yang terjadi pada 1 sampai 3 hari yaitu demam tinggi, sakit kepala hebat, limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri punggung, nyeri otot, dan lemas.

Pada fase erupsi atau fase paling infeksius terjadinya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Secara bertahap mulai dari bintik merah seperti cacar makulopapula, lepuh berisi cairan bening (blister), lepuh berisi nanah (pustule), kemudian mengeras  atau keropeng lalu rontok.

“Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok,” tukas Syahril.

Upaya pencegahan untuk masyarakat, jika mengalami gejala demam dan ruam harap memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat. Masyarakat diimbau mematuhi protokol kesehatan dengan menghindari kerumunan, mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

WHO menetapkan cacar monyet saat ini menjadi penyakit yang memerlukan perhatian masyarakat global, karena sebagian besar kasus dilaporkan dari pasien yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke negara-negara endemis.

“Sebagian kasus berhubungan dengan adanya keikutsertaan pada pertemuan besar yang dapat meningkatkan risiko kontak baik melalui lesi, cairan tubuh, droplet, dan benda yang terkontaminasi,” pungkas Syahril.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya