Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Aroma Perbatasan dari Kopi Klotok

Gana Buana
25/1/2022 20:08
Aroma Perbatasan dari Kopi Klotok
Barista sekaligus pemilik Kojal Coffe Indonesia Gusti Iwan Darmawan meracik kopi dalam Festival Pesona Kopi Argoforestry 2022.(MI/Ramdani.)

TABUNG silinder akrilik bening tak berhenti ditekan dalam kerumunan pameran. Tetesan cairan pekat pun perlahan membasahi gelas kaca yang ada di bawahnya. 

Sekilas warnanya menyerupai teh celup yang biasa kita minum. Namun, itu bukan teh celup melainkan tetesan espresso yang keluar dari alat bernama aeropress seorang barrista. Aeropress merupakan salah satu dari banyaknya alat pembuatan kopi manual.

Cairan tersebut sekilas beraroma seperti buah nangka kering. Saat mulai masuk ke mulut rasa unik mulai menghinggapi siapa pun yang minum. Sedikit asam dan manis tetapi tidak pahit. 

"Berasa manis-manis di lidah ya?" tanya Ramdhani, salah satu pengunjung tenan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan di Festival PeSoNa Kopi Argoforestry 2022, Selasa (25/1). Berbeda dengan pengunjung lain, berbagai rasa yang mereka rasakan dilontarkan dengan spontan seperti rasa aneka buah-buahan, baik anggur, apel hijau, maupun jambu. 

Pengunjung lain pun sempat menerka rasa yang mereka cicipi merupakan kopi berjenis robusta. Namun, ternyata yang mereka terka rupanya salah. 

Kopi yang sang barista berikan sebagai sampel cicip tersebut merupakan seduhan kopi khas Kayong Utara, Kalimantan Barat. Kopi yang dipanen dari dataran rendah pesisir pantai perbatasan Indonesia ini cita rasanya mulai dikenal kembali sejak dipekerkenalkan oleh kelompok tani Cahaya Kayong Pontianak. Bukan arabika, bukan juga robusta, melainkan liberika yang populer sejak proses penyajian kopi ini diperbaiki dari hulu ke hilir.

"Saat 2017 saya masuk ke dunia perkopian. Ternyata kopi jenis Liberika kurang diminati di wilayah asalnya. Petani hanya tanam, panen dijual, dan enggak mau minum sendiri. Memang tidak enak dan ternyata ada yang salah sejak dari proses panen para petaninya," ungkap Gusti Iwan Darmawan, pemilik Kopi Jago Jalanan (Kojal).

Lelaki yang sempat berkecimpung di media itu menuturkan petani di wilayah Kayong Utara rupanya asal dalam mengolah biji kopi liberika. Begitu panen, biji langsung disimpan di karung tanpa dibersihkan dan akhirnya tumbuh jamur.

Padahal, seharusnya biji kopi yang dipetik harus segera dibersihkan dan dijemur hingga kering dalam kurun waktu yang sesuai standar baku mutu. Bahkan, petani kopi di wilayah tersebut cenderung asal dalam melakukan panen.

"Mereka memanen biji kopi yang masih mentah juga. Padahal biji kopi harus dipanen saat warnanya sudah merah," tutur Iwan.

Lelaki gondrong tersebut menjelaskan, perjuangan panjang menghidupkan jenis kopi liberika tidak mudah. Ia bersama rekan petani lain harus menyeberang Pontianak menuju Kayong Utara dengan jalur air menggunakan klotok setiap satu bulan sekali. Klotok merupakan alat transportasi air yang biasa digunakan untuk menyeberangi sungai di Kalimantan Barat.

Lahan hutan sosial mereka yang jauh dari rumah terus digarap sambil mengajak warga sekitar suka menikmati kopi liberika. Sejak 2019, barulah liberika digemari di wilayah asal bahkan sudah masuk ke industri kedai kopi lokal setempat.

"Memang pengolahannya agak sulit. Namun para petani dengan sabar mau mengubah mindset mereka hingga akhirnya berhasil masuk pasar," kata dia.

Kopi liberika kayong utara asal Kalimantan Barat rupanya pernah memecahkan rekor dan mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia untuk penjualan kopi liberika tertinggi pada 2021. Dalam lelang kopi yang digelar Kamus Kopi Indonesia, kopi liberika kayong utara terjual Rp8 juta per kilogram. Kopi asal Kalimantan Barat ini, karena ia nilai memiliki potensi, belum banyak dikenal oleh pecinta kopi di Indonesia.

"Jujur, saya speechless. Binggung mau bilang apa. Tapi intinya, saya bangga. Petani di Kayong Utara juga bangga atas hal ini," tandas dia. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya