PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) meminta kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) agar mengubah pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) 100% menjadi hybrid. Hal ini dikarenakan melonjaknya kasus positif covid-19 hingga 3.000 kasus per hari.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengatakan sejak awal P2G sudah merekomendasikan agar pemerintah tidak tergesa-gesa terkait PTMT 100% bahkan sejak awal menolak terselenggaranya PTMT 100% karena tidak mempertimbangkan kondisi di lapangan.
"Oleh karena itu usul kami agar PTMT bertahap, misal 50%, 75% dan kemudian 100%. Agar ada evaluasi dari setiap tahap sehingga tidak perlu ada ledakan sebaran covi- 19 di sekolah seperti sekarang," kata Iman saat dihubungi, Minggu (23/1).
Pelaksanaan secara hybrid menjadi alternatif agar pembelajaran tetap bisa berlangsung. Selain itu pembelajaran hybrid juga sudah dilakukan sepanjang 2020-2021.
"Salah satu contohnya Hybrid., kita sudah melakukannya tahun lalu dan saat ini tinggal dievaluasi kekurangannya. Jangan malah masalah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seolah-olah diselesaikan dengan PTMT 100% saja. Itu artinya kita tidak belajar dari pandemi yang kita hadapi ini," ungkap Iman.
Sehingga P2G berharap hybrid learning harus terap disosialisasikan dan diuji coba karena cara ini paling aman dilakukan. Hybrid tidak sepenuhnya tatap muka atau PJJ karena hanya setengah siswa yang bisa melakukan PJJ dan sisanya secara daring sehingga tidak ada kepadatan di ruang kelas dan lingkup sekolah.
"Namun jika pemerintah memaksakan PTMT 100% agar anak-anak tidak learning loss, saya kira itu kurang tepat karena hybrid juga ada PTM-nya. Lantas mengapa memilih jalan yang berisiko PTMT 100% padahal bisa Hybrid learning?" pungkasnya. (H-2)