Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bekerja sama dengan Bank Dunia telah menyelenggarakan Program Research and Innovation in Science and Technology Project (RISET-Pro). Program ini bertujuan untuk mengembangkan kompetensi talenta SDM iptek yang unggul menuju Indonesia Emas 2045, dan meningkatkan daya saing kelembagaan iptek, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui teknologi dan inovasi.
"RISET-Pro telah memberikan beasiswa kepada SDM Iptek di berbagai lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan nasional milik pemerintah untuk kuliah ke luar negeri," ujar Koordinator Komunikasi Publik BRIN Dyah R. Sugiyanto dalam keterangan resmi, Kamis (18/11).
Sejak diluncurkan tahun awal tahun 2013 hingga akhir Oktober 2021, RISET-Pro telah menghasilkan lulusan 374 orang dengan rincian 242 program S2 dan 132 program S3. Selain itu, 72 penerima beasiswa masih berstatus aktif (belum lulus studi).
Selain memberikan beasiswa untuk melanjutkan kuliah, RISET-Pro juga memberikan biaya untuk pelatihan, dan magang di dalam maupun luar negeri. Topik pelatihan diantaranya untuk mendukung Program Riset Nasional (PRN) 2020-2024. Lalu Pelatihan untuk mendukung pencegahan dan percepatan penanggulangan pandemi Covid-19. "Jumlah peneliti dan perekayasa yang mengikuti program ini sebanyak 2299 melebihi dari target yaitu 1907 orang," imbuhnya.
RISET-Pro juga berupaya membangun ekosistem riset dalam negeri diantaranya dengan membuat ringkasan kebijakan (policy brief) terkait Komersialisasi IPTEK berbasis Kolaborasi Kementerian Sektor dan BRIN. Lalu menghasilkan legacy yang sebelumnya belum pernah digagas dalam program apapun di Kementerian Riset dan Teknologi, yaitu rintisan wadah komunikasi antar lembaga pendanaan riset dalam Indonesia Research Funder Forum (IRFF), serta Sistem Informasi Eksekutif Monitoring dan Evaluasi Riset dan Pengembangan (Monevrisbang).
Adapun, alokasi Pinjaman dari Bank Dunia untuk menggerakan program RISET-Pro selama delapan tahun sebesar US$74 Juta setara Rp1,065 triliun. Sementara itu penyerapan pinjaman dari tahun 2013 hingga akhir Oktober lalu sebesar US$ 68 juta setara Rp973 miliar (asumsi kurs Rp14.250 per dolar AS). Persentase dari total penyerapan tersebut mencapai 91%. Penyerapan pinjaman belum dapat maksimal karena di tahun 2020 hingga 2021 terjadi pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak pelatihan ke luar negeri ditiadakan karena negara tujuan masih ditutup. (OL-12)