Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
KEPALA Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz mengatakan, dasar literasi adalah baca tulis, tetapi kemudian dikembangkan menjadi konsep yang lebih luas. Demi mengukuhkan kecakapan hidup, literasi bukan hanya berurusan dengan kemampuan mengenal huruf, angka, atau gambar, bahkan suara, melainkan juga terkait dengan kemampuan untuk menganalisis, menyintesis, menilai, dan mencipta.
“Kemampuan kreatif inilah yang kita semua harapkan bisa dimiliki oleh semua anak kita sebab kreativitas selalu tanpa batas,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (27/10).
Aminudin menyebut, budaya literasi di Indonesia masih tergolong rendah. Untuk itu, Kemendikbud-Ristek melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) telah memulai program literasi sejak 2016 dengan meluncurkan berbagai program, salah satunya adalah Gerakan Literasi Nasional (GLN). Sasaran dari GLN ini adalah sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Baca juga: Arah Pendidikan Indonesia Bangun Karakter di Tengah Perubahan
"Melalui GLN, tumbuh kesadaran dari kementerian/lembaga dan juga masyarakat bahwa literasi adalah kemampuan yang paling asasi dan hakiki yang wajib dimiliki oleh setiap orang agar mereka bisa menjalankan kehidupan dengan baik dan benar," imbuhnya.
Franka Makarim selaku Penasihat Darma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbud-Ristek menyampaikan bahwa membaca sangat penting bagi anak-anak. Membaca tidak hanya akan memberikan pengetahuan, tetapi juga dapat membangun karakter.
“Membangun kebiasaan membaca dalam keluarga itu, apalagi di tengah perkembangan media sosial yang begitu cepat saat ini, anak-anak seringkali lebih tertarik menggunakan gawai daripada membaca buku. Namun tidak menutup kemungkinan untuk membangun ekosistem yang kuat di keluarga dan kuncinya ada di diri kita sendiri sebagai orang tua,” ucap Franka.
Menurut Franka, ada dua hal penting untuk menumbuhkan kemampuan literasi pada anak. Pertama, menyediakan beragam pilihan bacaan di rumah dan membiarkan anak untuk memilih buku bacaan yang disukainya.
“Kita perlu memerdekakan anak-anak kita untuk menentukan pilihan, tapi dengan pengawasan kita. Sebab jika orang tua memaksakan buku-buku apa yang harus dibaca, rasa cinta tidak mungkin akan terbentuk dalam hati anak-anak kita,” jelasnya.
Ditambahkan Franka, mengajak anak-anak untuk membicarakan dan berdiskusi tentang buku yang sedang atau sudah dibaca dapat melatih kemampuan anak dalam mengolah informasi yang diperoleh dan mengutarakan pendapat.
Franka juga menggarisbawahi bahwa keluarga memiliki peran strategis dalam pencapaian literasi anak. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama yang menanamkan pengetahuan untuk keberhasilan anak tidak hanya di sekolah tetapi dalam kehidupannya di masa depan.
Ketua Umum DWP, Erni Tjahyo Kumolo, mengatakan, dalam masa pandemi ini pada kenyataannya orang tua telah berperan lebih dibanding sebelum datangnya wabah. “Perlahan orang tua mulai mengetahui cara metode mengajar, serta lebih peduli kepada persoalan pendidikan lebih daripada sebelumnya,” ujar Erni.
Erni menambahkan, orang tua diharapkan lebih terlibat aktif dalam pendidikan anak sehingga terjalin kesamaan hak, terjaga kesejajaran, dan saling menghargai antara anak dan orang tua. Hal tersebut tentunya demi membangun semangat gotong royong serta memperkuat saling asah, asih, dan asuh dalam lingkungan keluarga.
“Semoga dapat tercipta anak-anak Indonesia yang tumbuh mencintai ilmu pengetahuan dan mampu untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif sebagaimana yang dibutuhkan dalam persaingan global pada masa kini dan mendatang,” harapnya.
Sebagian UMKM yang dipimpin perempuan masih menghadapi sejumlah tantangan. Peningkatan literasi digital dan finansial berperan penting untuk membantu mereka.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi dan membina anak agar aman saat mengakses ruang digital.
Kurangnya literasi digital, dukungan struktural yang kurang memadai, serta terbatasnya akses kredit jadi tantangan para pelaku usaha kecil dan menengah di Indonesia.
Gerakan Smartfren 100 persen untuk Indonesia, merangkum berbagai upaya Smartfren untuk meningkatkan literasi digital serta pemanfaatan internet.
Mereka berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat agar mampu menyaring informasi di era digital yang penuh tantangan.
Secara nyata jika tidak mengindahkan network etiquette (netiket) akan merugikan penggunanya, karena membuahkan sanksi sosial dan sanksi hukum
Pada tahap awal, data yang dimanfaatkan Badan Bahasa untuk Koin ialah editorial media yang bersangkutan. Rentang waktu yang direkam tidak kurang dari lima tahun ke belakang.
Dalam satu tahun terakhir ini, diakui Aminudin, Badan Bahasa telah menerjemahkan 1.375 buku berbahasa asing dan 250 buku bahasa daerah.
Literasi masyarakat masih lemah karena kurangnya akses kepada buku bacaan dan waktu, bukan karena rendahnya minat baca.
PENYELENGGARAAN Lomba Debat Bahasa Indonesia (LDBI) dan National Debating Championship (NSDC) 2021 secara resmi berakhir, Sabtu (16/10).
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka di Sumatra Utara diikuti secara daring oleh 5.000 pelajar setingkat SMA dan SMK dan meraih penghargaan MURI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved