Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Menimbang Efektivitas PTM di Masa Pandemi

M. Iqbal Al Machmudi
24/10/2021 15:20
Menimbang Efektivitas PTM di Masa Pandemi
PTM TERBATAS: Sejumlah siswa menyimak pemaparan guru pada hari pertama PTM terbatas di SDN Depok Baru 8, Kota Depok, Jawa Barat.(MI/ VICKY GUSTIAWAN)

JAM sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Di hadapan 16 siswa Sri Haryati, 51, mengajar Bahasa Indonesia BAB teks eksplanasi, yang sebelumnya siswa diminta untuk membaca di rumah kini diajarkan secara langsung. Tak banyak suara yang terdengar di kelas tersebut, maklum kelas yang biasanya diisi 32 anak kini hanya terisi setengahnya.

Setelah melewati hampir 1 tahun memanfaatkan digitalisasi sebagai media pembelajaran atau Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) nyatanya hasil model tersebut tidak maksimal seperti yang diharapkan. Pembelajaran secara luring masih menjadi cara ampuh untuk memberikan materi, mengajarkan karakteristik, dan nilai-nilai kehidupan lainnya.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) setelah menilai perkembangan pandemi covid-19 yang terus melandai akhirnya memutuskan untuk memulai Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas di sekolah-sekolah di seluruh daerah.

Dimulainya PTM sendiri dikarenakan banyak daerah yang level PPKM menyentuh level 3, 2 bahkan 1. Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/202l, Nomor 384 TAHUN 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 terdapat berbagai syarat untuk digelarnya PTM seperti jarak antar peserta didik, protokol kesehatan di sekolah, vaksinasi, pembatasan jam mata pelajaran,dan sebagainya harus dipenuhi untuk tidak terjadi klaster.

PTM sudah berlangsung SMPN 1 Kademangan Kabupaten Blitar hanya menerapkan 3 jam belajar dimulai dari pukul 07.30 - 10.30 WIB dengan 1 jam setiap mata pelajaran. Sri menceritakan PTM saat ini tentunya pasti memiliki kekurangan tapi tentunya untuk kemaslahatan bersama.

"Yang pasti dengan keterbatasan waktu tersebut setiap guru  harus pintar-pintar untuk mengatur waktu agar dengan waktu singkat materi bisa tersampaikan kepada siswa dan siswa bisa memahami materi," kata Sri kepada Media Indonesia, Jumat (21/10).

Tapi dengan PTM ini bisa memberi waktu kepada anak-anak, juga karena tidak ada batasan waktu untuk tugas guru akan aktif mengingatkan siswanya sehingga bisa mendekatkan diri. "Jadi kita selalu aktif itu yang membedakan selama PTM ini jadi bagaimana ya memang harus dilakukan seperti itu tidak mungkin kita tidak melakukannya," ungkapnya.

Sementara itu, Kabid Advokasi Guru, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri mengatakan PTM memang sejak September dan beberapa bulan juga sudah dimulai percobaannya tetapi gagal karena masih ada siswa atau pengajar yang terpapar covid-19 hingga akhirnya sekolah ditutup kembali.

P2G secara konsisten menolak diselenggarakannya PTM terbatas ini jika syaratnya belum terpenuhi. Iman menjelaskan pembelajaran secara langsung sejatinya tidak bisa dipaksakan karena saat ini masih menghadapi pandemi dan dalam kondisi ini paradigma dasarnya adalah kesehatan yang utama serta hak untuk hidup.

"Kami mengikuti saran-saran kesehatan yang mana vaksinasi di lingkungan sekolah itu harus 70% dan jika itu menjadi syarat maka vaksinasi dulu baru dibuka PTM tapi vaksinnya belum tuntas PTM sudah digelar," ujar Iman.

Selain itu pada Dashboard kesiapan belajar Kemendikbud-Ristek ditetapkan sekolah harus mengisi dashboard tersebut yang ada 3 item utama yang menentukan sekolah tersebut siap atau tidak menyelenggarakan PTM. Dari total 537 ribu sekolah yang baru merespons dashboard tersebut baru 59,7% artinya 216 ribu sekolah atau 41% belum menyatakan siap.

Iman juga menceritakan bahwa dirinya mendapatkan laporan dari berbagai koleganya terkait efektivitas PTM di sekolah-sekolah berbagai daerah, seperti di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) dan di Aceh menyatakan bahwa masih minimnya sosialisasi dari dinas setempat terkait PTM kemudian masih terjadi pelanggaran terkait protokol kesehatan baik murid dan guru.

"Di Kabupaten Bima saya tanya bagaimana prokesnya? yah prokes pak pakai masker saja tidak waduh saya tepuk jidatkan. Jadi memang di daerah-daerah situasinya seperti itu, pelanggaran masih banyak dan penyuluhan dari dinas juga tidak ada atau minim," ujarnya.

Selain itu, standar aktivitas belajar PTM saat ini 3 hari selama seminggu hanya 4 jam yang berlangsung yang kemudian di bagi 2 kelompok serta siswanya pun dibagi 2. Setelah mencoba Iman menyebutkan bahwa hal tersebut nyatanya masih tidak efektif karena waktunya sangat sedikit dan hanya pelajaran yang terhitung eksak atau esensial seperti matematika, Bahasa Indonesia, Fisika, Sosiologi, dan sebagainya. Sehingga tujuan dari PTM ini dikhawatirkan tidak tercapai.

Dengan keterbatasan jam ajar hanya 4 jam bertatap muka maka adanya ketentuan hibrid yakni luring dan daring juga dinilai masih minim dan tak terlalu efektif karena nyatanya siswa hanya seperti diberikan webinar-webinar saja. Sedangkan perlu adanya kajian yang lebih serius sehingga pembelajaran secara hibrid ini bisa dimanfaatkan secara efektif baik langsung di lapangan maupun secara daring.

"Ada juga hibrid yang sebagian siswa di kelas dan sebagian melalui daring artinya dari jam yang sama busa dilakukan 2 metode itu tentunya butuh peralatan yang maksimal di sekolah kota tentu bisa dipenuhi, lalu bagaimana dengan sekolah daerah karena fasilitas harus dipenuhi," ujarnya.

Sehingga P2G meminta evaluasi oleh pemerintah terkait PTM ini baru akan melahirkan kebijakan baru. Karena PTM terbatas ini Terlalu memaksakan kehendak karena syaratnya masih jauh. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik