Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

IPB University Kukuhkan Tiga Guru Besar Tetap

M Iqbal Al Machmudi
23/10/2021 15:10
IPB University Kukuhkan Tiga Guru Besar Tetap
Seorang teknisi menunjukkan briket limbah serbuk gergaji bahan bakar kompor biomasa.(Antara/Anis Efizudin.)

SEBANYAK tiga profesor IPB University diberikan penghargaan sebagai guru besar tetap setelah membacakan orasi singkatnya pada Sabtu (23/10). Ketiga guru besar yang dikukuhkan tersebut yakni Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Prof Nyoman J Wistara, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof Dr Alimuddin S.Pi., M.Sc., dan Dosen Fakultas Peternakan Prof Dr Rudy Priyanto.

"Sebagai guru besar IPB yang telah membacakan orasi ilmiah singkatnya. Dua, penghargaan berupa Satya Lencana Sujana Utama. Tiga, penganugerahan Satya Lencana Sujana Utama merupakan tanda penerimaan sebagai anggota dewan guru besar IPB," kata Sekertaris Dewan Guru Besar IPB University Prof Dr drh Agus Setiadi dalam Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University.

Nyoman menyampaikan orasi ilmiah berjudul Energi dan Material Maju Terbarukan dari Biomasa Lignoselulosa. Menurutnya, energi alternatif menjadi sangat penting dalam usaha mitigasi pemanasan global ini. Biomasa memiliki potensi besar sebagai energi terbarukan. Kebutuhannya lebih tinggi terutama biomasa lignoselulosa yang berasal dari pohon cepat tumbuh, kayu, recycle kertas, dan nonkayu. "Pemanfaatan biomasa lignoselulosa juga memiliki kelemahan mendasar bila dipergunakan bahan bakar cair seperti bioetanol karena bersifat recalcitrant sehingga perlu praperlakuan sebelum dikonversi menjadi bahan bakar cair," kata Nyoman.

Penemuan metode bioetanol biomasa lignoselulosa masih terus diteliti untuk jangka pendek pembuatan bahan bakar dalam bentuk padat lebih realistis dengan menjadi briket, karbonisasi, dan lainnya. "Masalah utama bahan bakar pada dari biomasa lignoselulosa yaitu kadar abu yang tinggi tetapi metode demineralisasi kadar abu dapat diturunkan untuk memenuhi standar Eropa dan Indonesia," ujar Nyoman.

Prof Alimuddin dalam orasi ilmiahnya mengangkat judul Rekayasa Genetika Ikan dalam Rangka Peningkatan Produksi Perikanan Budi Daya. Dalam paparannya, seleksi berbasis DNA protokol GEN MHC terbukti membuat induk unggul yang lebih cepat tumbuh dan lebih tahan terhadap infeksi virus.

"Seleksi DNA pada komunitas lain seperti ikan lele dan gurame sudah dalam tahap pengembangan. Pada ikan lele seleksi dilakukan untuk menghasilkan varietas tahan infeksi bakteri, stres lingkungan, dan tumbuh cepat sedangkan pada ikan gurame hasil seleksi menunjukkan potensi pertumbuhan meningkat dua kali lebih tinggi," kata Alimuddin.

Kedua varietas itu berpotensi untuk dikembangkan menjadi varietas unggul IPB yang baru, tetapi masih perlu dukungan dari berbagai pihak. "Bahwa teknologi transgenik akan banyak digunakan di masyarakat untuk menghasilkan ikan yang unggul dan lebih cepat tumbuh, tahan penyakit, serta memiliki nilai nutrisi tinggi akan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi cost pemeliharaan, dan meningkatkan kualitas panen," jelasnya.

Prof Dr Rudy Priyanto menyampaikan orasi ilmiah singkat berjudul Potensi dan Strategi Sapi Lokal dengan Penghasil Daging Premium Mendukung Kemandirian Pangan Berkelanjutan. Penelitian tersebut berangkat dari catatan sapi lokal sulit menghentikan daging steak kualitas premium karena 70% sapi lokal mengandung darah bos indicus yang menghasilkan daging relatif keras.

"Di antara rumpun sapi lokal, sapi Bali umur 1,5-2,5 tahun yang dapat menghasilkan daging premium dengan tingkat keuntungan dan derajat marbling yang memenuhi standar kualitas USDA choice," kata Rudy. Tingkat keempukan pada daging sapi Bali mencapai 3,2/cm dengan marbling 4,7%. Sapi Bali juga dapat menghasilkan daging yang tinggi dengan keunggulan distribusi pada potongan daging kelas satu terutama striploin dan cuberoll yang cocok untuk daging steak.

Baca juga: Produksi Ikan Melalui Metode Akuakultur Bisa Bermanfaat untuk Masyarakat

Oleh karena itu, Rudy berkesimpulan sapi Bali dengan populasi lebih dari 5 juta ekor merupakan sapi asli Indonesia yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil daging premium. "Ternak ini dapat dibudidayakan secara menguntungkan pada berbagai agroekosistem yang tersebar di berbagai wilayah sentra produksi di Indonesia," ujar Rudy. (OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya