Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Menembus Batas dari Sragen: Inovasi Doktor Termuda IPB Deteksi Kerusakan Lingkungan 

Media Indonesia
14/7/2025 12:00
Menembus Batas dari Sragen: Inovasi Doktor Termuda IPB Deteksi Kerusakan Lingkungan 
Nitya Ade Santi, Doktor termuda di IPB University(Tanoto Foundation)

KEBAKARAN hutan dan lahan (karhutla) masih sering terjadi di Indonesia. Kendati angkanya relatif menurun, jumlah kejadian tersebut masih sangat signifikan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat kasus kebakaran hutan dan lahan  mencapai 2051 kasus pada 2023, sementara  629 kasus terjadi sepanjang 2024.  Hal ini juga ditambah belum adanya teknologi yang mumpuni dan metode yang dapat mendeteksi jenis-jenis tutupan di lahan yang terbakar.`

Namun, di balik tantangan itu, seorang anak muda Indonesia menghadirkan secercah harapan lewat inovasi berbasis sains dan teknologi. 

Adalah Nitya Ade Santi, perempuan kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, yang mencatat sejarah sebagai doktor termuda IPB University. Lewat disertasinya dengan judul “Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Keparahan Kebakaran dan Regenerasi Vegetasi Menggunakan Analisis Multi-Waktu Langsung”, Nitya mengembangkan metode baru untuk mendeteksi dampak kebakaran hutan dan lahan secara lebih akurat. 

Tak sekadar menghitung luas area yang terbakar, ia mampu mengungkap jenis tutupan lahan yang terdampak, nilai kerugian ekonomi, hingga potensi daya dukung lingkungan yang hilang.  

“Selama ini kita hanya tahu luasan lahan yang terbakar, tapi tidak tahu apa yang terbakar. Apakah hutan primer, semak, atau kebun rakyat. Padahal informasi itu sangat penting,” ujar Nitya.

Berbekal citra satelit yang dapat diakses secara terbuka, Nitya merancang pendekatan multi-temporal analysis yang memungkinkan otoritas untuk memantau perubahan kondisi lahan sebelum dan sesudah kebakaran, serta mendapatkan informasi lebih detail tentang keberadaan lahan tersebut dan menghitung dampak , terutama dari sisi ekonomi. 

Nitya menambahkan, metodologi ini sebenarnya telah digunakan negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara Eropa. Bahkan salah satu unit dari badan antariksa AS, NASA, juga menerapkan teknologi ini. Namun mengingat kondisi alam tiap negara itu berbeda, standar yang digunakan dalam menganalisis kebakaran juga tak sama.   

“Indonesia itu negeri tropis, makanya lebih baik kita punya standar sendiri. Apalagi karakteristik kebakaran hutan di negara tropis dan subtropis ini memang beda,” paparnya. 

Selain telah dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi mancanegara, penelitian Nitya menjadi materi acuan bagi Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau saat ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).

Tak kalah penting, hasil riset Nitya juga menjadi referensi penelitian untuk mengembangkan metode serupa dalam kasus-kasus bencana alam lain, seperti longsor atau banjir dan merekam perubahan tutupan lahan dari waktu ke waktu.

Inovasi yang Lahir dari Keterbatasan

Di balik pencapaian akademik tersebut, tersimpan kisah hidup yang menggugah. Nitya berasal dari keluarga sederhana. Ibunya seorang guru, sementara ayahnya bekerja di pabrik teh. Namun keterbatasan ekonomi tidak menyurutkan semangat keluarganya untuk mendorong pendidikan anak-anak mereka setinggi mungkin. 

Selepas SMA, Nitya diterima di program studi Manajemen Hutan IPB University. Kesulitan finansial membuatnya harus mencari beasiswa agar bisa melanjutkan kuliah. Salah satu peluang yang ia incar adalah program beasiswa TELADAN dari Tanoto Foundation, sebuah program beasiswa yang dilengkapi dengan pelatihan pengembangan kepemimpinan terstruktur untuk meningkatkan soft-skill generasi muda Indonesia. 

“Awalnya malah enggak kepikiran bakal diterima beasiswa Tanoto Foundation karena itu beasiswa paling diminati dan bergengsi. Sering membuat kegiatan, ada award (penghargaan), dan fellow-nya sering dibawa jalan-jalan. Sejak seleksi administrasi, wawancara, dan segala macamnya, saya merasa enggak masuk ke deretan orang-orang pintar yang layak untuk dapat beasiswa Tanoto Foundation,” kenangnya seraya tertawa.  

Keraguan itu terpatahkan. Nitya diterima sebagai Tanoto Scholar dan sejak itu mendapat dukungan penuh, tidak hanya secara finansial, tetapi juga dalam bentuk pelatihan kepemimpinan, pembinaan karakter, hingga layanan konseling. 

“Tanoto Foundation tidak hanya memberi dana. Mereka juga membentuk karakter, meningkatkan soft skill, membuka kesempatan berjejaring, dan membantu saya bertumbuh secara pribadi,” ujarnya. 


Nitya Ade Santi, Doktor termuda di IPB University

Ia mengingat salah satu pengalaman yang paling membekas: saat indeks prestasi kumulatif (IPK)-nya sempat turun di bawah syarat minimum yaitu 3,25. “Saya sudah pasrah kalau beasiswanya akan dicabut. Tapi Tanoto Foundation memberi saya kesempatan untuk bangkit kembali,” katanya. 

Nitya membuktikan diri. Semester berikutnya, IPK-nya melonjak hingga 3,7. Ia menyelesaikan studi sarjana dengan baik dan melanjutkan ke program magister Sandwich (program pendidikan atau riset untuk mahasiswa S2 atau S3 yang menggabungkan studi di dalam dan luar negeri) di IPB University dan University of Göttingen, Jerman, dan akhirnya meraih gelar doktor di usia 25 tahun. 

Kini, Nitya menjadi tenaga ahli dan konsultan untuk sejumlah lembaga, termasuk di KLH.

Membalas dengan Komitmen

Nitya menyadari bahwa setiap langkah yang ia tempuh tidak lepas dari dukungan banyak pihak, termasuk melalui beasiswa yang ia terima. Karena itu, ia merasa memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan yang terbaik. 

“Beasiswa ini bukan hadiah, melainkan amanah. Saya anggap itu sebagai bentuk kepercayaan yang harus saya jawab dengan kesungguhan. Jadi kita harus bisa menyelesaikan apa yang sudah kita mulai dengan sebaik-baiknya,” papar Nitya.

Ia pun berpesan kepada generasi muda untuk tidak menyia-nyiakan waktu kuliah. “Masa-masa kuliah itu masa-masa yang paling mudah untuk terlena. Kalau enggak hati-hati implikasinya bakal berat ke depannya. Semuanya tetap berpusat ke kita. Harus tanggung jawab sama pilihan kita,” pungkas Nitya. 

Saat ini Tanoto Foundation kembali membuka pendaftaran Beasiswa TELADAN angkatan 2026 mulai 1 Juli hingga 7 September 2025. Mahasiswa yang lolos seleksi program TELADAN akan mendapatkan bantuan biaya kuliah secara penuh dan tunjangan biaya hidup bulanan, serta yang berbeda dengan beasiswa lain, adalah penerima beasiswa juga akan mendapat pelatihan pengembangan kepemimpinan terstruktur selama 3.5 tahun dari semester 2 hingga 8.

Tanoto Scholars (penerima beasiswa TELADAN) mendapat berbagai dukungan pengembangan kepemimpinan dan soft skills, termasuk bantuan finansial tambahan untuk mengikuti kompetisi, konferensi, sertifikasi, serta program pembelajaran jangka pendek di dalam dan luar negeri, seperti summer course, exchange, dan volunteering. Mereka juga berkesempatan magang di industri mitra Tanoto Foundation, serta memperoleh pembiayaan untuk penelitian kolaboratif.

Tanoto Scholars akan tergabung dalam komunitas Tanoto Scholars Association di kampus masing-masing, sebagai wadah kolaborasi dan kontribusi sosial melalui semangat Pay It Forward. Setelah lulus, mereka menjadi bagian dari jaringan alumni Tanoto Foundation yang tersebar di Indonesia dan dunia. 

Tahun ini, Program TELADAN juga terbuka bagi mahasiswa penerima KIP-K yang sedang menempuh semester pertama di 10 perguruan tinggi mitra yaitu di IPB University (Institut Pertanian Bogor), Universitas Indonesia (UI),  Institut Teknologi Bandung (ITB),  Universitas Gadjah Mada (UGM),  Universitas Brawijaya (UB),  Universitas Diponegoro (Undip),  Universitas Riau (Unri), Universitas Sumatera Utara (Usu), Universitas Hasanuddin (Unhas),  dan Universitas Mulawarman (Unmul).

Keterangan lebih lanjut dan pendaftaran klik di sini: bit.ly/JadiTELADAN2026  (RO/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik