Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Revisi UU Dikdok Harus Jamin Siswa Miskin Bisa Kuliah Kedokteran

M. Iqbal Al Machmudi
30/9/2021 16:40
Revisi UU Dikdok Harus Jamin Siswa Miskin Bisa Kuliah Kedokteran
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Daeng M Faqih, SH, MH.(MI/ROMMY PUJIANTO)

KETUA Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Daeng M Faqih, SH, MH, menilai Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran (UU Dikdok) harus betul-betul menjamin masyarakat miskin bisa sekolah kedokteran dan menjadi dokter.

Pembiayaan kuliah bidang kedokteran yang terkenal mahal yang selama ini hanya bisa dijangkau oleh orang-orang memiliki uang.

"Hal ini perlu perhatian betul dan perubahan. Sehingga orang miskin dengan kemampuan lebih dan tekad yang kuat memiliki kesempatan yang sama untuk jadi dokter," kata Ketua Umum PB IDI.

"Jadi orang miskin harus bisa sekolah kedokteran dan orang miskin harus bisa jadi dokter. UU ini harus memperhatikan hal itu agar ada kesempatan yang sama," kata Daeng saat dihubungi, Kamis (30/9).

Kemudian rekrutmen mahasiswa kedokteran harus proposional sehingga orang yang berasal dari daerah 3T harus memiliki kuota khusus atau afirmasi. Nantinya sekaligus distribusi dokter di daerah-daerah tertinggal menjadi baik.

Anak-anak yang pintar bisa sekolah kedokteran ketika sudah menjadi dokter bisa mengabdi ke kampung asal. Dengan demikian, distribusi para dokter di daerah-daerah menjadi baik.

"Tapi daerah-daerah itu harus dikasih porsi yang bagus nah itu lah pemerintah harus turun tangan terkait hal-hal seperti itu karena ini berkaitan dengan distribusi dokter untuk pelayanan kesehatan," ujar Daeng.

Menurut Daeng, sehingga dua poin tersebut menjadi penting dalam revisi UU ini sehingga ada perubahan dan sama rata setiap masyarakat memiliki kesempatan untuk menjadi dokter.

"Pada UU eksisting harus belum kuat dan harus dikuatkan karena persoalan distribusi kesehatan dan biaya kedokteran masih menjadi masalah yang berulang," ucapnya.

Selain itu, belajar dari pandemi Covid-19 dan untuk menjawab kekurangan dokter spesialis maka harus ada pembahasan regulasi percepatan produksi dokter spesialis. (Iam/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya