KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) mengakui bahwa data klaster sekolah terpapar covid-19 yang miliknya kurang akurat, menyusul ditemukan sejumlah kesalahan yang telah menimbulkan mispersepsi.
Karena itu, Dirjen PAUD Dikdasmen, Kemendikbud-Ristek Jumeri menyampaikan bahwa pihaknya telah menghentikan pendataan tersebut. Kementerian tengah menjajaki aplikasi PeduliLindungi untuk menyediakan data-data satuan pendidikan terkait covkd-19 yang sudah divalidasi.
"Keterbatasan akurasi dari laporan satuan pendidikan ini, maka Kemendikbud-Ristek dan Kemenkes sedang melakukan uji coba pendataan baru dengan aplikasi PeduliLindungi," ungkapnya dalam konferensi virtual, Jumat (24/9).
Dijelaskannya, dalam data Kemendikbudristek sekolah melaporkan tanpa ada verifikasi atau validasi. Apalagi pada awal-awal pandemi, pemahaman masyarakat terkait klaster masih kurang. Sehingga, kadang satu orang warga sekolah yang terpapar kemudian dilaporkan sebagai klaster baru. "Padahal kalau klaster itu terkena covid-19 secara maasal ya di lingkungan itu," imbuhnya.
Lebih lanjut, integrasi data ke aplikasi PeduliLindungi saat ini masih sebatas uji coba. Kemendikbudristek bersama Kemenkes berencana mempermudah masyarakat dalam mengakses data-data covid-19 yang akurat di satuan pendidikan.
"Ini kita sedang melakukan uji coba. Apakah ini visisble diterapkan pada semua sekolah di Indonesia? Apakah bisa digunakan sekolah atau warga sekolah?," kata Jumeri.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data yang dihimpun Kemendikbudristek, dari 47.033 sekolah yang telah melakukan PTM, sebanyak 2,77% di antaranya menimbulkan klaster kasus covid-19. Termasuk di DKI Jakarta, ada 25 klaster dari total 899 responden sekolah.
Pemprov DKI Jakarta lalu mempertanyakan data tersebut. Sebab, Dinas Pendidikan DKI Jakarta hanya menemukan satu klaster covid-19 saat PTM berlangsung. Hal tersebut terjadi di SDN 03 Klender. (H-2)