Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
SEBANYAK 130 bencana alam terjadi selama periode Juli 2021. BNPB mencatat bencana hidrometeorologi masih mendominasi, seperti banjir, angin puting beliung dan tanah longsor. Sejumlah kejadian bencana tersebut telah berdampak pada jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda maupun kerusakan fasilitas umum.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengungkapkan, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari 1 hingga 31 Juli 2021 menyebutkan bahwa kejadian bencana tertinggi yaitu banjir dengan 53 kali, disusul dengan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) 42, angin puting beliung 22, tanah longsor 11, gempa 1 dan kekeringan 1.
Sejumlah kejadian bencana mengakibatkan korban meninggal dunia 4 jiwa dan 1 lainnya hilang, dengan rincian banjir 2 orang, angin puting beliung 2 dan tanah longsor 1. Jumlah warga mengungsi pada Juli lalu sebanyak 215.865 jiwa.
"Selain itu, bencana selama Juli 2021 mengakibatkan total jumlah kerusakan rumah sebanyak 767 unit, fasilitas umum 13 dan jembatan 29. Jumlah kerusakan di sektor pemukiman dikategorikan dalam tingkatan rusak berat dengan jumlah 232 unit, rusak sedang 255 dan rusak ringan 280," kata Abdul dalam keterangan resmi, Selasa (3/8).
Sedangkan penyebab kerusakan yang dilihat dari jenis bencana, kerusakan rumah tertinggi diakibatkan angin puting beliung sebanyak 352 unit, disusul banjir 383 dan tanah longsor 21. Selain bencana hidrometeorologi, bencana geologi, yaitu gempa juga berdampak pada kerusakan rumah dengan total 11 unit. Rincian kerusakan rumah akibat gempa yaitu rusak berat 2 unit dan rusak sedang 9.
Sebaran kejadian sebagaimana dilaporkan ke Pusdalops BNPB, khususnya banjir dan karhutla, selama Juli 2021 terpantau lima provinsi tertinggi dengan bencana banjir yaitu Aceh 9 kejadian, Kalimantan Barat 8, Sulawesi Selatan 8, Kalimantan Tengah 5, serta beberapa wilayah tercatat 4 kejadian. Wilayah provinsi dengan 4 kejadian yaitu Sulawesi Tengah, Sulawersi Tenggara dan Maluku.
"Pada kejadian banjir di beberapa provinsi tersebut dipicu salah satunya curah hujan selama bulan Juli. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap kejadian banjir, khususnya di wilayah Indonesia bagian tengah, seperti kawasan Kalimantan, Sulawesi dan Maluku," ucap dia.
Pada saat yang sama, sebaran pada karhutla di lima provinsi tertinggi teridentifikasi di wilayah Sumatera Selatan 11 kejadian, Aceh 10, Kalimantan Tengah 7, Kalimantan Selatan 6 dan Riau 4. Melihat dari sebaran, kondisi cuaca pada bulan Juli ini juga berkontribusi pada terjadinya karhutla di wilayah Sumatera dan Kalimantan, yang memang kerap dilanda karhutla setiap tahun.
Di bulan Juli ini, beberapa provinsi mengalami kejadian bencana hidrometeorologi basah (banjir) bersamaan dengan kejadian bencana hidrometeorologi kering (karhutla). Meskipun pada kabupaten/kota yang berbeda, fenomena ini menunjukkan bahwa anomali cuaca dalam skala lokal terlihat sebagaimana terjadi di Aceh (banjir 9 kejadian dan karhutla 10 kejadian) dan Kalimantan Tengah (banjir 4 kejadian dan karhutla 7 kejadian)
Baca juga : Tantangan Percepatan Pencegahan Stunting di Era Pandemi
Fenomena serupa, dimana banjir dan banjir bandang terjadi hampir bersamaan dengan kejadian kebakaran hutan yang dahsyat juga terjadi di tingkat global. Kejadian banjir dan banjir bandang yang terjadi di Jerman, Turki, India dan Cina disusul oleh kejadian kebakaran hutan yang masif di Turki, Italia, Yunani dan Amerika. Anomali cuaca di tingkat lokal, regional dan global ini tentunya harus menjadi perhatian dalam aspek uncertainty (ketidakpastian) dalam penyusunan langkah-langkah mitigasi.
Intensitas curah hujan yang mulai melewati periode ulang seharusnya menjadi bencana di Jerman, Cina dan India. Hal ini tentu saja harus menjadi pembelajaran dan dasar untuk melakukan audit infrastruktur keairan di tanah air agar memiliki kapabilitas untuk mengakomodasi potensi curah hujan ekstrem yang mungkin terjadi di masa depan.
Pembelajaran berikutnya adalah kejadian bencana hidrometeorologi basah, bisa terjadi bersamaan dengan kejadian hidrometeorologi kering.
"Hal ini tentu saja berimplikasi bahwa kesiapsiagaan dan tindak darurat di lokasi yang berpotensi banjir dan karhutla yang dipersiapkan lebih baik lagi dengan manajemen sumber daya yang lebih baik," ungkapnya.
Dari analisis perbandingan kejadian bencana pada Juli 2020 lalu, kejadian pada Juli 2021 cenderung mengalami penurunan. Pada Juli 2020 kejadian bencana yang terjadi mencapai 208 kejadian, sedangkan pada tahun 2021 turun menjadi 130 kejadian atau sekitar 38 persen penurunan.
Sementara itu, dilihat dari jumlah korban meninggal dan hilang pada Juli tahun lalu dibandingkan pada Juli 2021 menurun secara drastis. Pada Juli 2020, angka meninggal dunia mencapai 65 jiwa, sedangkan Juli pada tahun ini hanya 5 jiwa. Demikian juga dampak sektor pemukiman, jumlah kerusakan turun hingga 91 persen pada Juli ini dibandingkan dari total kerusakan rumah pada Juli tahun lalu.
"Secara keseluruhan dampak bencana pada Juli 2021, seperti jumlah orang terdampak dan mengungsi, jumlah orang terluka dan jumlah rumah rusak mengalami penurunan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun lalu," kata Ahmad.
Namun demikian, kesiapsiagaan tetap menjadi perhatian utama kepada semua pihak di bulan Agustus ini. Setelah musim hujan berakhir, potensi bahaya yang dihadapi yaitu kekeringan dan karhutla. Setiap tahun wilayah Indonesia selalu terdampak bencana asap yang mengakibatkan kerugian hingga triliunan rupiah dan dampak terhadap kehidupan masyarakat, khususnya kesehatan. BNPB mencatat berbagai kasus karhutla di Indonesia dipicu oleh faktor antropogenik atau adanya ulah manusia.
"Potensi ini harus dapat dicegah secara bersama-sama sehingga masyarakat tidak lagi terbebani permasalahan asap di tengah pandemi covid-19 yang masih berlangsung saat ini," tandasnya. (OL-7)
Sebagai bentuk respons, BPBD Kabupaten Demak bersama sejumlah pihak melakukan penanganan darurat, termasuk penutupan tanggul, pompanisasi di titik kritis.
Lokasi banjir antara lain di Kecamatan Tellulimpoe, Sinjai Utara dan Sinjai Timur. Sedangkan data korban terdampak berjumlah 60 kepala keluarga atau 271 jiwa.
Sementara itu, kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau telah membakar sekitar 96 ha sejak awal tahun.
Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebanyak tujuh unit rumah rusak ringan, satu unit rumah rusak sedang, dan tiga unit rumah rusak berat akibat angin kencang pada Sabtu (10/5).
Sebanyak 248 orang terdampak bencana angin puting beliung yang melanda dua desa di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo. Saat ini, mereka dalam pendampingan petugas BNPB.
Berdasarkan data BNPB, luas karhutla di Riau hingga Mei 2025 mencapai 87,81 hektare.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved