DPR Minta Pemerintah Tindak Tegas LSM Lingkungan yang Ganggu Iklim Usaha

Andhika Prasetyo
19/7/2021 08:30
DPR Minta Pemerintah Tindak Tegas LSM Lingkungan yang Ganggu Iklim Usaha
Sejumlah pekerja mengolah kayu di pabrik Bondowoso Indah Plywood (BIP) milik BUMN PT Indah Karya (Persero), di Jawa Timur.(ANTARA/Seno)

SEJUMLAH LSM lokal dan internasional kembali berulah. Mereka mengirimkan tuntutan kepada Forest Stewardship Council (FSC), sebuah organisasi pengelolaan hutan lestari global, untuk menghapus status keanggotan sejumlah perusahaan kayu asal Indonesia.

Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo mengatakan tindakan tersebut merupakan upaya yang tidak bertanggung jawab dan hanya akan merugikan sektor kehutanan di Tanah Air.

Ia pun meminta pemerintah menindak tegas LSM-LSM yang kerap mengganggu iklim usaha di Indonesia

Baca juga: Ini Wilayah yang Berpotensi Banjir pada Hari Ini

"Produk-produk alam Indonesia terus dihambat oleh kampanye negatif LSM. Pemerintah harus berani tegas terhadap hal-hal seperti ini karena menggangu pembangunan dan kepentingan ekonomi nasional," ujar Firman melalui keterangan resmi, Senin (19/7).

Selama ini, ia melihat pemerintah masih mengabaikan LSM, terutama asing, yang kerap menyebarkan kampanye negatif.

Sebagai contoh, Phil Aikman, salah satu aktivis dari Mighty Earth Amerika Serikat.

"Ia sering membuat kampanye negatif terhadap industri sumber daya alam Indonesia. Tetapi tidak ada tindakan tegas dari pemerintah padahal dia sering keluar masuk negara ini," terang politisi Golkar itu.

Indonesia, menurutnya, harus dapat mencontoh pemerintah India dan Brasil yang bertindak tegas kepada LSM asing di negara mereka. Pemerintah Brasil, hingga kini, tidak pernah memberi pengakuan terhadap Greenpeace.

Pemerintah juga harus mendesak adanya akuntabilitas dan transparansi dari NGO yang beroperasi di Indonesia.

“LSM harus bisa mempertanggungjawaban sikap, tindakan, keputusan lembaga mereka kepada publik termasuk dalam soal pendanaan. Karena biasanya mereka menerima dana atau donasi dari luar dengan agenda dan tujuan tertentu,” paparnya.

Adapun, pengamat kehutanan Petrus Gunarso mengatakan kredibilitas FSC akan dipertaruhkan bila menerima mentah-mentah hasil laporan dan desakan LSM.

“Saat menerima laporan, seharusnya FSC verifikasi lapangan juga. Jangan langsung menerima dan sepakat dengan laporan LSM," tuturnya.

Lembaga sertifikasi kayu seperti FSC memang dibentuk untuk memenuhi tuntutan pembeli di luar negeri.

Perusahaaan-perusahaan kayu dari negara berkembang seperti Indonesia diminta memenuhi standar negara pembeli seperti Eropa.

Petrus menambahkan sertifikasi juga tidak terlepas dari upaya strategi dagang.

"Kendati sifatnya sukarela, kalau tidak punya sertifikat, perusahaan akan kesulitan masuk pasar ekspor," terang dia.

Sebelumnya, sebanyak 19 LSM lokal dan internasional mengirimkan korespondenis kepada FSC pada 26 Agustus 2020. Di surat itu, mereka meminta FSC mencabuf status keanggotaan beberapa perusahaan kayu asal Indonesia. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya