Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
Direktur Pengelolaan Sampah, Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Novrizal Tahar, mengatakan perlu membangun kesadaran masyarakat untuk memilih dan memilah sampah, tak terkecuali sampah plastik, yang penggunaannya meningkat untuk belanja daring selama pandemi COVID-19.
"Secara nasional, kita mengalami perubahan pola konsumsi, dan sampah plastik Indonesia meningkat. Sejak pandemi, data di Surabaya, komposisi sampah plastik adalah 22 persen dari seluruh sampah. Ini membuat tantangannya semakin besar dan berat terutama di masa pandemi," kata Novrizal melalui diskusi daring, Rabu (30/6).
"Hampir semua aktivitas lewat online menggunakan plastik sekali pakai, dan tidak semua sampah plastik itu juga punya nilai yang baik untuk recycling. Ini menjadi tantangan lain," ujarnya menambahkan.
Sependapat dengan Novrizal, Rektor Kepala Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Emenda Sembiring, mengatakan pandemi yang membatasi interaksi langsung mendorong adanya perubahan pola konsumsi di tengah masyarakat.
"Kita melakukan penelitian di Bandung dengan survei, bahwa ada peningkatan jumlah sampah kemasan sebelum dan saat pandemi. Sebelum pandemi, (jumlah sampah kemasan) mencapai 160 gram per orang per hari. Sementara, saat pandemi adalah sebesar 240 gram per orang per hari. Ada perubahan perilaku bagaimana untuk penuhi kebutuhan sehari-hari," jelas Emenda.
Lebih lanjut, sayangnya peningkatan sampah kemasan ini, menurut Emenda tidak selaras dengan kesadaran masyarakat untuk mengadopsi aktivitas yang lebih pro lingkungan, sesederhana berkendara dengan kendaraan bermotor dengan memilih rute terdekat guna meminimalisir dampak emisi dan hemat bahan bakar.
"Pengetahuan kita setelah pandemi tentang kebiasaan yang pro lingkungan, tidak mempengaruhi pilihan kita. Misalnya kalau kita memilih produk yang dibeli dari wilayah sekitar, maka transport-nya lebih pendek, emisi karbon lebih sedikit. Ternyata, awareness ini tidak menjadi acuan pengambilan keputusan," kata Emenda.
"Perilaku ini tidak mutlak mempengaruhi tindakan seseorang. Ada kalanya ia tahu konsekuensi aktivitasnya, tapi malah dilakukan. Di pandemi ini, pengetahuan itu tidak mempengaruhi pilihan orang yang berhubungan dengan aktivitas pro lingkungan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Emenda mengatakan dari Kementerian LHK sudah memiliki peta jalan dan berbagai peraturan lainnya untuk menyediakan base line dan kontribusi baik bagi industri maupun masyarakat untuk mencapai target reduksi sampah.
"Urusan ini bukan cuma kurangi limbah, tapi industri bisa efisien. Seharusnya, ekonomi sirkular ini disandingkan oleh program dari Kemenperin. Industri hijau, mereka punya kemampuan efiisiensi berapa, ini harus terus dilakukan dan terus dibutuhkan di masa mendatang," pungkasnya. (Ant/OL-12)
UPAYA membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan kian mendesak di tengah meningkatnya tekanan terhadap industri pengguna plastik.
Pelibatan anak-anak dalam berbagai upaya mengurangi sampah plastik disebuat bisa membuat kesuksesannya lebih maksimal.
Sampah plastik multilayer diolah menjadi serpihan (flakes) yang dapat dimanfaatkan oleh industri daur ulang.
Di tengah meningkatnya polusi plastik, seorang guru di SDN 003 Bontang Utara, Bontang, menunjukkan bahwa perubahan dapat dimulai dari ruang kelas.
KOTA Surabaya akan menjadi lokasi pertama proyek kemitraan pemerintah Indonesia dan UEA dalam penanganan sampah plastik sungai untuk mencegah kebocoran di perairan laut.
Enviu Zero Waste telah membangun sekitar 9 solusi dan startup, termasuk Alner, yang menyediakan sistem guna ulang untuk kebutuhan sehari-hari seperti sabun, sampo, dan detergen.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved