Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DEWAN Museum International (International Council of Museums-ICOM) bersama UNESCO pada masa awal pandemi pernah memprediksi setidaknya satu dari delapan museum di dunia bisa saja terancam tutup permanen akibat pandemic covid-19. Menurut mereka museum-museum yang berbasis di negara-negara Asia, Afrika, dan Arab, lebih berisiko tutup permanen bila dibandingkan dengan museum yang ada di benua Eropa ataupun Amerika.
Beberapa yang turut menjadi faktornya, di antaranya, ialah penurunan jumlah pengunjung, sponsor, dan donatur. Museum, dan banyak entitas kesenian lain memang menjadi yang paling terdampak pandemi, baik dari para pekerjanya maupun senimannya.
Karena itu, Museum Macan (Modern and Contemporary Art in Nusantara), sejak Mei tahun lalu memunculkan inisiatif Arisan Karya. Terbagi menjadi tiga episode yang berakhir pada Agustus tahun lalu. Dengan konsep arisan, museum di Jakarta Barat ini mengundang para seniman dari berbagai daerah di Indonesia untuk berpartisipasi dalam inisiatif tersebut.
Dari sekira seribuan seniman, total ada sekitar 350-an seniman dalam tiga periode Arisan Karya. Konsepnya, para seniman membuat karya untuk dijual kepada publik. Kemudian, masyarakat dapat membeli tiket bernomor yang akan ditukar dengan karya seni. Tiap karya dihargai Rp1 juta.
“Tujuan sebetulnya dari gerakan ini ialah membangun semangat untuk tetap berkreasi dan menggunakan platform yang dimiliki Museum Macan untuk membantu mempromosikan nama-nama seniman,” kata Kepala Departemen Pengembangan Museum Macan Amalia Wirjono pada Media Indonesia melalui sambungan telepon, Senin, (31/5).
Amalia mengaku gerakan solidaritas untuk komunitas seni di Indonesia itu lahir berkaca dari institusinya yang juga ikut terdampak pandemi. Dari 350-an seniman dan karya mereka, tiap episodenya terbagi menjadi 100-an. Pada gelombang pertama, kebanyakan karya yang masuk ialah para seniman yang sudah punya nama dan mapan, sebagai upaya menggaet atensi publik. Lalu pada dua episode arisan selanjutnya ditujukan bagi para seniman yang namanya ‘belum begitu didengar’ publik.
“Di posisi ini, kami merasa harus ada sesuatu yang bisa turut membangun pekerja seni,” katanya.
Jejaring
Kepala Komunikasi Museum Macan Nina Hidayat mengatakan, dari Arisan Karya setidaknya tercatat transaksi Rp350 juta dari karya yang terjual. Berasumsi dari satu kupon undian seharga Rp1 juta per karya. Alokasinya, 70% untuk si seniman dan 30%-nya dialokasikan untuk membantu para pekerja seni yang terdampak misalnya manajer seni, atau koordinator regional dari program Arisan Karya ini.
“Mungkin memang terhitungnya tidak besar. Dan kami juga tidak berharap bisa membantu banyak dalam segi finansial. Fokusnya adalah memberi motivasi bagi mereka yang berkarya, dan bisa membuat koneksi baru. Kemudian ada nama-nama seniman baru yang dikenal publik,” kata Nina.
Pandemi juga menjadi titik bagi museum ini sebagai museum yang juga bagian dari entitas kesenian, memaknai ulang peran mereka. Museum yang selama ini hadir sebagai institusi yang melayani kebutuhan publik, diakui Nina, juga perlu menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Ketika pandemi mengatur ulang cara apresiasi karya dan kesenian, serta memunculkan tantangan yang semakin meruncing, seperti sisi finansial si pembuat karya, museum dihadapkan pada pertanyaan peran mereka terhadap ekosistemnya.
“Maka museum juga harus memaknai ulang perannya sebagai fasilitator. Peran kami kan fasilitator, yang menghubungkan berbagai kalangan di industri kreatif, seni rupa, dan masyarakat.”
Labokarya
Meneruskan spirit yang ada di Arisan Karya, Museum Macan tahun ini juga kembali meluncurkan program baru mereka meski jalan yang ditempuh sedikit berbeda. Mereka tetap melibatkan seniman ternama ataupun nama baru.
Namun, dengan skala dengan niatnya menciptakan inovasi yang berkelanjutan, skala diperkecil. Hanya terdapat beberapa nama seniman yang diajak berkolaborasi dengan jenama (merek) lewat program Labokarya. Program tersebut mempertemukan seniman dengan jenama untuk menciptakan produk seni yang dijual (art merchandise).
“Ternyata banyak yang minta lagi (Arisan Karya), tetapi kami tidak mau keluarkan dengan hal sama. Kami melihat pandemi ini kan dampaknya bukan saja ke seniman, tetapi juga brand lokal, baik yang besar maupun kecil. Jadi berpikir kenapa tidak gabungkan saja mereka untuk berkolaborasi,” kata Amalia.
Di Labokarya, seniman yang terlibat ialah Girls Pay the Bills yang membuat koleksi fesyen bersama merek Uglyism, Mufti Priyanka (Amenkcoy) yang membuat desain tote bag untuk The Goods Dept, Agam Dwi Nurcahyo (Magafaka), bekerja sama dengan UNKL347, dan Agan Harahap bersama Indofood. Berbeda dengan Arisan Karya, hasil dari penjualan dari art merchandise seluruhnya menjadi hak seniman dan merek.
“Sebenarnya dari segi skala, Labokarya ini menjadi semacam motivasi untuk merek-merek lain, oh ternyata bisa loh, berkolaborasi antarlini. Bisa dengan seni musik, seni rupa. Jadi sangat mungkin dilakukan, dan semoga kolaborasi ini menjadi inspirasi untuk pihak lain." (M-4)
___________________________________________________________
BIODATA
Amalia Wirjono
Jabatan: Kepala
Departemen Pengembangan
Museum Macan
BIODATA
Nina Hidayat
Jabatan: Kepala Bagian
Komunikasi
Museum Macan
Dengan cara masing-masing, mereka berupaya memberi andil untuk memulihkan bumi yang tengah sakit ini.
Yang ingin dituju Mendekor pun tidak muluk-muluk. Mereka ingin para perajin punya penaikan pendapatan dan bisa merekrut para pekerja lebih banyak.
Sempat salah strategi bisnis, UMKM ini menemukan momentum pertumbuhan dari produk-produk dekorasi.
Lahir sejak Maret 2020 saat pandemi mulai menghantam Indonesia, Dibalik Pandemik hingga kini telah menyalurkan total sekitar Rp100 juta kepada 70-an penerima bantuan.
Gerakan yang diinisiasi perempuan muda ini bertujuan membantu para pekerja di sektor perhotelan dan wisata
Namun, kisah di balik VW dan kesibukan Rahmad yang mesti berjibaku saat menggunakan gelas ukur dan mesin pres kopi dengan hanya sebelah tangan yang bisa digunakan juga tak kalah istimewa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved