Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Kasus Siswa Bengkulu, Pengamat Sebut Guru Terlalu Subjektif

Atalya Puspa
23/5/2021 16:05
Kasus Siswa Bengkulu, Pengamat Sebut Guru Terlalu Subjektif
Massa Aliansi Rakyat Jawa Barat Peduli Palestina membentangkan bendera Negara Palestina saat aksi pawai di Bandung, Sabtu (22/5/2021)(ANTARA/NOVRIAN ARBI)

Pengamat pendidikan Darmaningtyas menyayangkan langkah pihak Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bengkulu yang mengeluarkan muridnya karena terbukti menghina Palestina. Pasalnya, kata Darmaningtyas, hal tersebut membuktikan bahwa tenaga pengajar sudah tidak objektif lagi dalam menilai muridnya.

"Bagi saya sih aneh saja. Karena setiap saat murid menghina Israel, AS, Tiongkok, dan sejenisnya tapi tidak dapat sanksi apa-apa tapi giliran menghina Palestina kok dikenai sanksi. Ini karena cara berpikir para guru (kepala sekolah) sudah tidak objektif lagi, tapi ideologis, sesuai dengan aliran kelompoknya," kata Darmaningtyas saat dihubungi, Minggu (23/5).

Baca juga: Wapres: Pandemi Sulit Diatasi Apabila Hanya Andalkan Pemerintah

Memang, Darmaningtyas mengakui bahwa momentum penghinaan Palestina oleh murid tersebut tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, saat ini seluruh dunia tengah berempati terhadap Palestina atas kekejaman yang dilakukan oleh Israel.

Namun demikian, dari segi substansi, murid tersebut sama dengan murid-murid lain yang menghina Israel, Tiongkok, dan sebagainya.

"Sehingga kalau penghina Palestina dikenai sanksi dikeluarkan dari sekolah, mestinya yang menghina Israel, AS, Tiongkok, dan sebagainya juga dikenai sanksi," ucapnya.

Kejadian tersebut seharusnya bisa menjadi pembelajaran di dunia pendidikan bahwa tenaga pengajar harus berpikir objektif dan mengenyampingkan subjektivitasnya di dalam sekolah.

"Dari kasus ini, saya justru merisaukan masa depan pendidikan Indonesia kalau guru-gurunya tidak berfikir objektif tapi subjektif," kata Darmaningtyas.

Selain itu, Darmaningtyas menilai salah satu tugas sekolah yakni membentuk karakter anak didik agar mereka memiliki rasa empati terhadap sesama. Agar tidak terjadi hal serupa di masa depan, ia menilai murid harus diajarkan agar memiliki empati terhadap sesamanya yang sedang menderita.

Baca juga: Pakar UGM: Pengendalian Covid-19 Nonobat Efektif Tekan Kasus Baru

"Tidak setuju dengan pilihan politiknya tidak apa, tapi saat orang lain menderita seperti misalnya anak-anak di Palestina menderita karena digembur oleh Israel, maka sikap kita adalah punya rasa empati terhadap mereka," kata Darmaningtyas.

"Kalau mereka sedang menderita tapi justru dihina, itu berarti si anak tidak memiliki rasa empati terhadap yang menderita. Itu bukan profil pelajar Pancasila," pungkasnya.

Seperti diketahui, siswa SMA di Bengkulu mendadak viral setelah mengunggah video di TikTok yang menghina Palestina, Selasa 18 Mei 2021. Sontak unggahan tersebut langsung ramai diperbincangkan di media sosial.

Remaja berinisial MS itu merekam video dengan menghujat Palestina di tengah konflik yang sedang terjadi dengan Israel. Dia bahkan melontarkan kata-kata kasar dalam video yang diunggahnya.

"Palestina babi, mari kita bantai. Canda bantai," kata MS dalam videonya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya