Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
OKNUM aparatur sipil negara (ASN) berinisial L yang bertugas di Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Bengkulu diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak berusia 14 tahun.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mengecam kasus tersebut. Plt Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu menegaskan akan terus memantau proses hukum dan pemulihan psikologis korban.
“Kami sangat menyayangkan terjadinya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum ASN yang bertugas di Unit PPA Kota Bengkulu. Perbuatan tersebut sangat mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga layanan perlindungan anak," kata Pribudiarta dalam keterangannya, Jumat (25/7).
"Kami sangat prihatin dan mengecam keras dugaan kekerasan seksual ini. Kami menegaskan tidak ada toleransi terhadap pelaku kekerasan, apalagi yang dilakukan oleh petugas layanan,” imbuhnya.
Pribudiarta mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Bengkulu untuk memastikan proses hukum terhadap pelaku berjalan secara transparan dan akuntabel. Kemen PPPA juga akan terus memantau langsung perkembangan kondisi psikologis dan keamanan anak korban.
“Kami berharap aparat kepolisian dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan berperspektif perlindungan terhadap korban yang usianya masih anak-anak,” tambahnya.
Saat ini, penanganan kasus dilanjutkan oleh UPTD PPA Provinsi Bengkulu. Pasalnya UPTD PPA Kota Bengkulu tidak lagi memungkinkan memberikan pendampingan, baik secara psikologis maupun hukum.
Selain terkendala ketiadaan dana operasional, kepercayaan keluarga korban terhadap UPTD PPA Kota Bengkulu juga telah hilang akibat keterlibatan oknum petugas dalam kasus ini.
“Kondisi psikologis anak yang mengalami kekerasan berulang memerlukan pendampingan intensif dan penguatan mental secara berkala, baik untuk proses pemulihan maupun menghadapi jalannya proses hukum," ungkap Pribudiarta.
Menurutnya, anak yang berada dalam fase remaja awal juga membutuhkan perhatian lebih dalam membangun kepercayaan diri, pemahaman tentang relasi sosial yang sehat, dan edukasi seksual yang sesuai dengan usianya.
"Selain itu, pengawasan dari keluarga dan lingkungan sekitar menjadi kunci penting untuk mencegah kekerasan terulang, sekaligus memastikan pemenuhan hak-hak anak secara menyeluruh,” kata Pribudiarta.
Atas tindakannya, terduga pelaku melanggar Pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ia diduga telah melakukan ancaman kekerasan dan membujuk anak untuk melakukan perbuatan cabul terhadap anak yang dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Hukuman dapat ditambah 1/3 karena terduga pelaku merupakan aparat yang menangani perlindungan anak. Hal itu sesuai Pasal 82 Ayat (1) dan Ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, terduga pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dikenai tindakan berupa rehabilitasi, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Hal itu berdasarkan Pasal 82 ayat (5) dan (6) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 23 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS ditegaskan pula bahwa "tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan". Korban juga berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan sesuai Pasal 30 UU TPKS.
"Untuk proses hukum, saat ini terduga pelaku masih berstatus saksi di Polres Bengkulu. Kemen PPPA akan tetap berkoordinasi dengan UPTD PPA Kota Bengkulu dan UPTD PPA Provinsi Bengkulu untuk memastikan perkembangan kondisi korban dan proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Pribudiarta.
Kasus ini bermula dari laporan pihak keluarga korban, yang sebelumnya sudah menjadi korban kekerasan seksual oleh tiga pelaku lain. Pada 8 Juli 2025, UPTD PPA Kota Bengkulu menjadwalkan pendampingan hukum ke Polres terkait kasus pertama.
Namun, oknum tersebut memanfaatkan momen tersebut untuk membawa korban sendirian tanpa konfirmasi atau pendampingan. Terduga pelaku secara sengaja mengabaikan kode etik dan standar layanan pendampingan pada anak yang memerlukan perlindungan khusus yang telah ditetapkan Menteri PPPA melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 2 Tahun 2022.
Dalam perjalanan yang seharusnya untuk pendampingan hukum, terduga pelaku justru membawa korban ke sebuah pabrik kopi dengan dalih mengantarkan dokumen. Setelah itu, terduga pelaku membawa korban ke pinggir danau dan diduga melakukan pelecehan seksual. Pihak keluarga yang mengetahui kejadian tersebut kemudian melaporkannya ke Polres Bengkulu.
“Masyarakat yang melihat atau mengetahui adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat segera melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129. Terkait kasus ini, Kemen PPPA akan mengawal hingga tuntas,” pungkas Pribudiarta. (H-3)
Dikbud juga akan menyalurkan siswa tersebut ke sekolah yang memiliki kuota jika peserta didik tidak mendapatkan sekolah.
Acara pelantikan ini menjadi momen penting bagi para tenaga honorer dan tenaga kerja non-ASN yang selama ini telah berkontribusi dalam pelayanan publik di Kota Bengkulu.
Dengan konsumsi masyarakat Kabupaten Mukomuko, lanjut dia, yang hanya 20 ribu ton per tahun, maka terdapat surplus sekitar 20 ribu ton beras.
Harga kopi berupa biji dan bubuk di dua kabupaten yakni Rejang Lebong, dan Kepahiang, Provinsi Bengkulu, turun harga sejak sepekan terakhir.
SETELAH membuka sejumlah gerai di Bengkulu, Kraving kini bersiap memperluas jangkauan ke Jakarta dan BSD City pada 2026.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved