Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

AIMI Catat Lebih dari 100 Pelanggaran Pomosi Produk Pengganti ASI

Faustinus Nua
21/5/2021 20:52
AIMI Catat Lebih dari 100 Pelanggaran Pomosi Produk Pengganti ASI
Ilustrasi ibu dan bayi(Ilustrasi)

ASOSIASI ibu Menyusui Indonesia (AIMI) merilis laporan pelanggaran promosi atau pemasaran produk pengganti ASI di Indonesia selama masa pandemi Covid-19. Tercatat lebih dari 100 pelanggaran terhadap Kode Internasional yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) selama kurun waktu April 2020-April 2021.

Konselor Menyusui AIMI sekaligus penyusun laporan, Lianita Prawindarti mengatakan. pola promosi produk pengganti ASI sangat masif pada masa pandemi. Perusahaan atau produsen memanfaatkan berbagai platform media digital, media sosial dan lainnya untuk bisa menjangkau produsen terutama kalangan ibu hamil dan menyusui. 

Padahal sesuai Kode Internasional yang telah disahkan pada 1981, hal itu merupakan pelanggaran. Produsen ASI tidak diperbolehkan menggunakan pola-pola promosi layaknya produk lainnya. Artinya, produk pengganti ASI tidak boleh disamakan atau diidealkan dengan ASI.

Tercatat 9 perusahaan produsen pengganti ASI dan 7 produsen botol dot. Media digital, marketplace, laman, aplikasi, podcast, webinar. Kemudian di medsos sangat marak seperti Instragam. 

"Jadi setidaknya ada 123 entries bukti pelanggaran, 16 kategori pelanggaran dengan 11 pasal kode dan 8 resolusi WHA (World Health Assembly) yang paling sering dilanggar," ungkapnya dalam Peringatan 40 Tahun Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI, Jumat (21/5).

Selain itu, dia juga mengatakan, masih ada kerja sama antara pemerintah dan perusahaan produk pengganti ASI selama pandemi. Hal itu tentu bisa mempengaruhi komitmen untuk menegakan atau mengawasi pelanggaran Kode Internasional. Begitu pula kerja sama dengan faskes atau RS yang juga menyebabkan minculnya potensi pelanggaran tersebut.

Dijelaskannya, berdasarkan Kode Internasional, produsen tidak boleh membuat stempel gratis pada produknya. Baik label maupun promosi tidak mengidealkan produk tersebut. Apalagi membuat klaim menyerupai ASI/ proses menyusui. 

Lebih lanjut, dia mengatakan selama pandemi kondisi ibu menyusui sebenarnya cukup sulit. Para ibu sangat khwatir dengan penyebaran virus dan butuh waktu yang panjang untuk mengedikasi dan mengkampanyekan bahwa ibu menyusui tetap aman selama pandemi. Bahkan ibu yang positif covid pun masih bisa menyusui, masih bisa memberi ASI dengan prokes yang ketat. 

Selain itu, pelayanan kesehatan terutama dalam mendukung ibu menyusui banyak yang terhambat karena puskesma dan RS lebih banyak fokus ke layanan covid. Artinya pelayanan terhadap ibu hamil dan menyusui menjadi tidak optimal. 

Selama pandemi juga banyak ibu dan bayi tidak bisa memdapatkan kesempatan untuk IMD, rawat gabung dan segabagainya. Sehingga proses menyusui menjadi terhambat . 

Baca juga : Nasyiatul Aisyiyah Siap Perkuat Kemensos Atasi Persoalan Anak

"Ditambah lagi prosmosi masif dilakukan oleh produsen formula, jadi itu sudah jatuh ketimpa tangga lagi. Ini kondisi yang sangat sulit. Impact-nya kita melihat semakin memprihantinkan," tuturnya.

Menurut Lianita, pelanggaran terjadi di Indonesia sudah mendapat perhatian dari sejumlah pihak dalam negeri maupun internasional. Pelanggaran itu dilakukan dengan pola-pola lama yang memanfaatkan peluang atau kondisi saat ini. Apalagi didukung oleh perkembangan teknologi.

"Trik-trik lama sudah ada sejak puluhan tahun, tapi oportunity-nya baru, kesempatannya baru karena sekarang dengan biaya lebih murah, promosi lewat medsos bisa dan menjangkau lebih luas. Ini pengaruhnya lintas generasi, apapun yang terjadi di hari ini, promosi hari ini efeknya bisa sampai sekian tahun ke depan," kata dia. 

Ketua Umum AIMI Nia Umar membeberkan, pesan promosi dikemas relevan dengan situasi pandemi seperti bagaimana menjaga daya tahan tubuh anak serta menyikapi periode normal baru. 

Produk juga semakin mudah diakses karena adanya kerja sama dengan berbagai lokapasar (marketplace) dan komunitas parenting yang memungkinkan produk lebih mudah diakses masyarakat dengan disertai berbagai hadiah, potongan harga, layanan bebas biaya kirim, dan beragam tawaran menarik khas promosi produk pengganti ASI. 

Perusahan produk pengganti ASI kini sangat aktif memanfaatkan media digital dan media sosial, bukan hanya untuk menjangkau ibu hamil dan ibu bayi, tetapi juga kelompok masyarakat lain yang dianggap potensial. Perusahaan juga memanfaatkan situasi dengan memberikan berbagai bantuan dalam rangka mengurangi dampak pandemi kepada berbagai institusi pemerintah, fasilitas kesehatan, serta lembaga swadaya masyarakat. 

Dia meminta institusi pemerintah aktif melakukan pengawasan dan penegakan Kode Internasional. Namun, justru menjadi mitra strategis bagi industri terutama selama pandemi.

“Dibutuhkan komitmen tegas dari pemerintah dan semua pihak untuk bisa mengadopsi Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI serta Resolusi WHA terkait, agar bisa memberikan perlindungan yang komprehensif untuk ibu mampu menyusui anaknya," ucapnya 

"Program dan strategi nasional yang bebas konflik kepentingan dari pengaruh industri di semua sektor juga penting dikedepankan agar ibu-ibu dan anak-anak Indonesia bisa mendapatkan hak kesehatan dasar mereka, yakni menyusui dan menyusu ASI," tandasnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik