Jumat 30 April 2021, 15:25 WIB

Respons Cepat Tanggap Bencana Perlu Ditingkatkan

Atalya Puspa | Humaniora
Respons Cepat Tanggap Bencana Perlu Ditingkatkan

ANTARA/Kornelis Kaha
Tumpukan sampah plastik dan kayu menutupi kawasan "jogging track" pesisir pantai Namosain, Kota Kupang, NTT, Kamis (15/4/2021)

 

Bencana akibat dampak siklon tropis Seroja yang terjadi di beberapa Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur membawa duka yang cukup mendalam.

Update terakhir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT, banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi pada (4/4) tersebut telah menelan korban jiwa sebanyak 182 orang.

Awal April 2021, Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis beberapa kali peringatan dini cuaca ekstrem dan adanya bibit siklon tropis di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara umum, menurut Miming Saepudin, Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, kejadian siklon tropis di dekat Indonesia biasa terjadi antara bulan April - Mei dan November - Desember.

Baca juga: Polri Bakal Lacak Alat Tes Covid-19 Bekas di RS atau Laboratorium

Siklon tropis Seroja sendiri merupakan siklon terbesar kedua yang terjadi di Indonesia setelah siklon tropis Kenanga yang pernah terjadi di Selatan Jawa.

"Setelah peringatan dini tersedia dan terinformasikan, maka tantangan lain bagi pemerintah terkait pengurangan risiko dampak bencana adalah bagaimana peningkatan pemahaman dan respons stakeholder atau masyarakat. Peningkatan struktur lingkungan dalam menghadapi bencana juga perlu diperhatikan," ungkap Miming dalam paparannya pada Rapat Koordinasi Tim Intelijensi Penanggulangan Bencana, Kamis (29/4) lalu.

Menurut Dr. Perdinan, dosen Institut Pertanian Bogor, BMKG sudah memiliki alat yang cukup baik untuk memberikan peringatan dini tersebut. Hanya saja selanjutnya adalah bagaimana respons pemerintah, khususnya pemerintah daerah terkait laporan tersebut.

"Pertanyaannya adalah bagaimana respon pemerintah menanggapi peringatan dini tersebut? kita harus menginformasikan semuanya dengan cepat dan tepat. Itu yang masih menjadi tantangan," ungkap Perdinan.

Menurut Perdinan, tidak hanya BNPB yang perlu merespons peringatan dini tersebut. Perlu dibangun kesiapsiagaan di tingkat pemerintah daerah bahkan masyarakat.

"Kolaborasi dari tingkat pusat, daerah, hingga masyarakat perlu dipertajam," tegas Ferdinan.

Menanggapi hal tersebut, Drs. Sintus Carolus selaku Plh. Sekretaris BPBD Provinsi NTT menyampaikan bahwa pemerintah daerah NTT sudah melakukan tindak lanjut terkait peringatan dini dari BMKG sejak bulan September 2020.

"Dengan adanya peringatan dini dari BMKG, kami mengirimkan surat ke setiap Kabupaten/Kota, melaksanakan himbauan dan penegasan kepada masyarakat, serta sosialisasi" jelas Isyak.

Berdasarkan informasi lapangan yang diperoleh tim survey dan pemetaan BNPB, masyarakat sudah menerima informasi tersebut namun tidak mengira dampak siklon tropis seroja akan berdampak sebesar itu.

Untuk kerusakan sendiri, dampak yang paling parah terjadi di Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Adonara, dan Kabupaten Alor.

"Semua daerah terdampak adalah daerah-daerah yang berada di kawasan alur air di muara," Jelas Abdul Muhari selaku Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB.

Menurut Abdul Muhari, karena daerah-daerah tersebut tidak masuk ke dalam siklus daerah banjir, maka masyarakat tidak menganggap bahwa daerah tersebut merupakan salah satu yang harus dihindari.

"Ini yang harus kita sosialisasikan dan berikan edukasi. Tidak seharusnya masyarakat membangun tempat tinggal di kawasan aliran air," ungkap Abdul.

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rakornas PB 2021, perlu adanya sosialisasi dan edukasi kebencanaan yang masif kepada masyarakat, khususnya di kawasan rawan bencana.

Abdul juga mengatakan, pemanfaatan sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi.

Di akhir rapat koordinasi, Dr. Ir. Udrech, S.E., M.Sc selaku Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB menyimpulkan, kolaborasi unsur pentaheliks sangat penting dalam hal peringatan dini. Kolaborasi dari instansi pemerintah termasuk juga akademisi, dunia usaha, dan masyarakat dapat menjadi kekuatan untuk mengurangi dampak dari sebuah bencana.

"Misalnya untuk siklon tropis Seroja ini, selain peringatan dini dari BMKG, penanganan bencana dapat didukung dengan data satelit dari Lapan," ujar Udrekh.

Kedepannya, para peserta rapat koordinasi berharap adanya satu data yang dapat dibangun secara kolaboratif dan diakses oleh siapapun. Data ini dapat digunakan untuk observasi atau dalam penanganan tanggap darurat apabila terjadi bencana.

Edukasi kepada masyarakat dengan bahasa yang lebih awam juga diharapkan dapat dilakukan secara berkala dan terus menerus. (H-3)

Baca Juga

Taman Safari Bali

Menggemaskan! 2 Bayi Beruang Hitam Himalaya Lahir Melalui Program Konservasi di The Amazing Taman Safari Bali

👤Media Indonesia 🕔Senin 02 Oktober 2023, 07:00 WIB
Liu dan Liam merupakan dua bayi beruang hitam Himalaya yang lahir melalui program konservasi the Amazing Taman Safari...
Dok. JCI

Tokoh Muda Inspiratif Diganjar Penghargaan Ten Outstanding Young Person dari JCI

👤Ghani Nurcahyadi 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 23:23 WIB
Project Director TOYP 2023 Istia Sofyania mengatakan, penghargaan itu bukan hanya tentang pengakuan atas pencapaian, tetapi juga tentang...
Antara/Basri Marzuki

Darurat Literasi, Pemerintah Dinilai Abai Membangun Budaya Membaca

👤Dinda Shabrina 🕔Minggu 01 Oktober 2023, 23:00 WIB
Hal itu dilihat dari capaian literasi masyarakat Indonesia yang hanya sebesar 0,001 persen atau dari 1000 orang hanya ada 1 orang yang...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya