Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Inkubasi Bisnis untuk yang Terdampak Pandemi

Fathurozak
22/4/2021 05:40
Inkubasi Bisnis untuk yang Terdampak Pandemi
Tim Inisiatif Mampu melakukan tinjauan lapangan ke salah satu peserta program bangun bisnis, Ibu Devi di Tanjung Priok, Jakarta Utara.(Dok. Pribadi)

MEDIO April tahun lalu, ketika pandemi covid-19 baru saja merebak di Tanah Air, Regine Wiranata yang sedang naik taksi daring disadarkan dengan realitas sekitarnya. Kala itu, ia mendengar kisah dari pengemudi yang mengeluhkan seretnya orderan. Situasi itu turut mengancam keberlangsungan kehidupan keseharian si pengemudi, yang pemasukannya bergantung pada jumlah penumpang. Sementara itu, pada awal pandemi, mobilitas masyarakat juga secara drastis berkurang.

Pada titik itu, Regine bersama kawannya, Albert Sutanto, berupaya membantu si pengemudi taksi daring yang ditumpangi. Mulanya, mereka mencoba mencarikan lowongan pekerjaan sopir, tetapi tidak berbuah hasil. Kemudian, melalui galang dana secara konvensional dan hanya disebarkan dari mulut ke mulut, hingga akhirnya mereka pun berupaya meringankan beban ekonomi dengan penyaluran tunjangan untuk kebutuhan dasar.

“Kami kasih jaring pengaman. Termasuk di dalamnya itu kebutuhan dasar per dua minggu pengeluaran. Kami detailkan pengeluaran per bulannya. Kami tidak melepas setelah memberikan bantuan. Jadi kami juga turut mengasistensi secara psikologis,” cerita Albert kepada Media Indonesia melalui konferensi video, Selasa (20/4).

Bantuan ini diberikan melalui yayasan yang mereka dirikan, yakni Inisiatif Mampu (selanjutnya disebut Mampu). Yayasan ini bergerak untuk membantu pekerja dan individu yang secara perekonomiannya terdampak pandemi covid-19. Regine dan Albert bersama-sama mendirikan wadah tersebut dan keduanya kini duduk sebagai head of legal advisor dan eksekutif direktur.

Sepanjang April-Oktober tahun lalu, yayasan itu memberikan bantuan keuangan gratis ke beberapa keluarga, seperti kebutuhan dasar dan dampingan psikologis. Hingga April tahun ini, mereka setidaknya telah menyalurkan bantuan total Rp250 juta dari sekitar 500 donatur kepada 80 individu di lima kota. Setelah berjalan selama setahun (dimulai April tahun lalu), yayasan ini lahir sebagai inisiatif gerakan yang membantu individu warga yang perekonomiannya terdampak.

Namun, selepas Oktober, metode yang dipakai berubah. Jika sebelumnya pemberian bantuan tidak terbatas jangka waktu, per Oktober Albert dan kawan-kawannya mulai mengonsepkan metode mentorship. “Kami bikin namanya program bangun bisnis. Jadi membatasi waktu dua bulan. Itu seperti inkubasi. Selain kami menyediakan kebutuhan dasar, working capital, juga mentoring,” kata alumnus Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Airlangga, Surabaya, itu.

“Sebelumnya yang kami lakukan itu kan misal membantu sekitar 13 keluarga, tapi yang tertolong untuk bisa independen lagi itu empat. Jadi saya sadar, kemudian pendekatan yang saya gunakan adalah dengan mentorship. Orang ini maunya apa. Itulah yang kemudian kami konsepsikan ke sisi employment dan entrepreneurship,” terang Albert.

 

Modal pengalaman

Albert menuturkan, sejak program ini berjalan setidaknya sudah ada tiga individu yang kini sudah mandiri. Mereka bergerak di bidang bisnis garmen di Jombang, Jawa Timur, dan makanan di Jakarta. Sementara itu, hingga April ini, masih ada tiga individu lagi yang tengah menjalani program bangun bisnis.

“Jadi kami ada mentor dari kalangan profesional. Mereka yang memang praktisi bisnis atau juga pengajar. Di program bangun bisnis ini kami sudah targetkan durasinya sebelum delapan minggu, individu yang ikut mentoring sudah harus bisa mandiri. Setelah itu kami tinggal evaluasi saja.”

Dalam program inkubasi itu, kata Albert, kurikulum yang diacu ialah berdasar pengalamannya dalam lini bisnis dan sebagai konsultan di bidang human resource sebagai head hunter.

Pertama ialah membedah ide, melihat peluang yang bisa dilakukan dari individu yang ikut program dan mencocokkan dengan lingkungan mereka. Kemudian mereka juga diajari proyeksi keuangan.

“Misalnya dia pengin jual nasi ayam. Secara produk, itu sangat menjual. Enak, banyak yang beli. Tapi apakah secara keuangan itu ada profit marginnya? Nah, terkadang kemampuan itu yang tidak dimiliki,” kata Albert.

Selain dua hal tersebut, yang menjadi bekal ilmu bagi peserta bangun bisnis ialah market viability dan scaling up. “Kami juga ajak untuk mereka memahami pasarnya. Manajemen bisnis dan keuangannya, pengambilan keputusan, dan kalau sudah punya fondasinya, tinggal soal pemasarannya. Itu nanti levelnya sudah lanjut.”

 

Lingkaran kebaikan

Sumber pendanaan Mampu disokong donasi personal, yang hingga saat ini tercatat ada sekira 500 donatur. Setiap peserta program bisnis mendapat plafon Rp5-10 juta. Tim Mampu pun jemput bola untuk merekrut siapa yang menurut mereka layak mendapat bantuan dengan mengikuti mentoring tersebut. Tidak ada kualifikasi secara khusus, tetapi secara kemampuan, mereka yang dianggap tidak mampu secara finansial dan punya kemauan untuk berbisnis tidak hanya untuk sementara.

“Kami mendata semua kebutuhan mereka, pengeluaran selama dua bulan itu keuangannya kami tahu, besarannya yang dibutuhkan,” kata Albert.

Mampu membuat folder di Google Drive yang bisa diakses secara publik sebagai bentuk pertanggungjawaban laporan keuangan mereka. Dengan menyertakan account statement per bulannya, pengeluaran individu yang dibantu, dan kondisi keuangan Mampu.

“Selama ini untuk operasional memang dari kantong sendiri. Jadi donor kami kelola dengan baik untuk menghasilkan impak yang maksimal. Terakhir kami update Februari. Kami juga sudah diaudit KAP (kantor akuntan publik) yang bagus ya, bukan yang bodong. Visinya lewat Mampu ini kan transparan, kompeten, dan efektif. Jadi itu nilai fundamental kami yang tidak bisa dikompromi,” tegas Albert.

Dengan menjamin kebutuhan dasar, bantuan permodalan, dan proyeksi keuangan selama dua bulan, Albert mengatakan mereka yang sudah berjalan mandiri setelah mentas dari program bangun bisnis, dalam sebulan setidaknya mendapat pemasukan Rp1,5-2 juta. Dengan alokasi pengeluaran 50%, Albert menganggap itu setidaknya bisa berkelanjutan dan mereka bisa independen secara finansial ke depannya.

“Yang sudah mandiri itu, kami inginnya mereka juga bisa berkontribusi dengan membantu orang lain. Entah itu dengan mereka memberikan mentorship juga, membagi profit atau dividen dengan Mampu, ini tujuannya adalah supaya berlanjut. Angkanya tentu tidak harus pasti berapa, tetapi ya semampunya mereka yang sudah mandiri itu, tidak juga tidak apa-apa. Inginnya sih itu ya saling membantu satu sama lain. Jadi lingkaran kebaikan ini juga supaya terus berjalan.”

“Pandemi ini kan bukan kausalitas. Tapi bagi saya ini menjadi momentum untuk membantu banyak orang, yang punya dampak sosial tinggi. Ini adalah kesempatan untuk mengaplikasikan visi itu,” tutup Albert.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya