Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Menggairahkan Kembali Film Anak Indonesia

Syarief Oebaidillah
09/4/2021 12:05
 Menggairahkan Kembali Film Anak Indonesia
Sejumlah pendukung film animasi Riki Rhino berpose bersama usai acara Gala Premier film Animasi tersebut di Jakarta, Senin (24/2/2020).(ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA )

Pada peringatan Hari Film Nasional (HFN) ke 71, 30 Maret 2021, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan pentingnya menggiatkan kembali film anak di tanah air.

“Selama pandemi ini kita juga melihat ada urgensi untuk meningkatkan produksi film anak baik secara kuantitas maupun kualitas. Mengangkat kembali produksi film anak menjadi salah satu upaya untuk menyelamatkan film Indonesia bergenre anak-anak yang statusnya hampir punah,” kata Hilmar Farid.

Merujuk data, Hilmar mengutarakan dilihat dari jumlah film anak hanya berjumlah 91 film selama hampir 70 tahun mulai dari era 1950 hingga 2000-an.

Baca juga: 9 Wilayah Berhasil Eradikasi Frambusia dan Eliminasi Kusta

Dikatakan, kemajuan perfilman Indonesia telah berkembang dari masa ke masa, hal ini tentunya dapat mendorong produksi film anak kembali dalam negeri sebagai salah satu penyebaran nilai-nilai edukatif dan hiburan bukan hanya bagi anak tetapi orang tua dan seluruh masyarakat, sehingga film tidak hanya sebagai tontonan juga tuntunan.

Namun begitu, Hilmar mengakui adanya kemajuan perfilman Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurutnya secara kuantitas dan perputaran industri jelas merosot terimbas pandemi covid-19, namun pembuat film tidak patah semangat bahkan semakin kreatif berkreasi mencari jalan keluar dari berbagai hambatan mengingat antusiasme masyarakat untuk menonton juga semakin tinggi.

Direktur Perfilman, Musik dan  Ditjen Kebudayaan Kemendikbud, Ahmad Mahendra menambahkan film anak menjadi perhatian khusus pihak Kemendikbud. Dalam waktu kedepan akan disiapkan program khusus pendukungan untuk produksi dan distribusi film anak.

“Upaya lain di HFN ke-71 tahun ini menjadi momen penting untuk menyosialisasikan kembali produksi film anak. Salah satu film anak karya Usmar Ismail pada tahun 1958 adalah Djendral Kantjil walaupun film anak sudah dimulai pada tahun 1951 yaitu, Si Pintjang. Selama 70 tahun mulai dari era 1950 hingga 2000 hanya ada 91 film bergenre anak-anak. Film bergenre anak tentunya diharapkan untuk menyebarkan nilai-nilai edukatif dan hiburan bagi seluruh masyarakat,” ujar Mahendra

Komitmen

Terkait itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengutarakan film harus tumbuh tetapi pertumbuhan film nasional mesti senafas dengan nilai nilai kebangsaan. Ia menandaskan pemajuan film nasional harus mengarah pada film-film ramah anak .

Film ramah anak tidak hanya film yang segmen targetnya untuk anak saja juga target sasaran film untuk dewasa dengan tetap memperhatikan nilai-nilai edukasi, kebangsaan dan tidak mengandung unsur kekerasan, sadisme, judi dan pornografi. 

“Mengapa? Karena pada praktiknya anak anak kita tak hanya menonton film segmen anak dalam kondisi tertentu terkadang anak masih banyak yang melihat film dewasa,” ungkap Susanto.

Guna menggairahkan kembali film anak, Susanto berharap peran pegiat film perlu terus dibangkitkan begitupun dukungan dunia usaha diperlukan agar film-film ramah anak bertumbuh

Baca juga: BMKG Imbau Warga Ile Boleng Waspadai Banjir Bandang Susulan

“Kami mengajak semua pihak, baik pegiat film maupun dunia usaha agar memiliki komitmen dan terobosan baru menumbuhkan film film ramah anak,” tegas Susanto.

Rommy Fibri Hardianto, Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) mengakui kondisi film anak Indonesia dalam jumlah yang minim. Dari tahun ke tahun, termasuk pada laporan kinerja LSF 2020, film dengan klasifikasi Semua Umur (SU) jumlahnya paling sedikit. Dia merujuk data yang dapat diunduh di laman www.lsf.go.id.

“Beberapa kali bertemu dengan pemangku kepentingan perfilman, LSF selalu menyampaikan bahwa film anak dengan klasifikasi SU masih kurang namun memiliki potensi pasar yang tinggi. Maka LSF berharap banyak para produser dapat membuat film-film anak,” cetusnya.

Hemat dia, film yang disukai sepanjang lima tahun terakhir adalah horor, kisah romansa (remaja, relijius, umum) dan komedi. Segmen terbanyak adalah film keluarga.

Ditanya tentang penyebab turunnya film anak, Rommy mengutarakan berdasarkan pengakuan produser, peminat film anak tidak banyak penontonnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya