Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Wamenag: Pesantren Tonggak Utama Pengawal Moderasi Beragama

Syarief Oebadillah
04/4/2021 02:33
Wamenag: Pesantren Tonggak Utama Pengawal Moderasi Beragama
Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi (kanan) saat acara Haflatul Ikhtitam Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Kedoya, Jakarta, Sabtu (3/4).(Ist)

PESANTREN memiliki berkontribusi dalam berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pesantren juga berperan besar dalam pembangunan bangsa termasuk dalam mengawal pemahaman keagamaan masyarakat yang tawassuth atau moderat.

Hal ini disampaikan Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa'adi saat memberikan sambutan pada Haflatul Ikhtitam Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di Kedoya, Jakarta, Sabtu (3/4). "Saya meyakini bahwa pesantren adalah tonggak utama dalam mengawal moderasi beragama," tegas Wamenag.

Menurutnya, moderasi beragama tidak akan dapat tercipta tanpa prinsip adil dan berimbang. Dan prinsip seperti ini yang selama ratusan tahun diajarkan di lingkungan pesantren.

Islam wasathiyah atau Islam tengahan, lanjut Wamenag, sesungguhnya menjadi solusi antara dua ekstremitas beragama. pertama, ekstremitas beragama yang bersumber dari tafsir agama yang tekstualis, literer, dan hanya berdasar pada dhohir nash. Sehingga, menyebabkan pemahaman agama yang sempit, konservatif dan ultrakonservatif, yang pada titik tertentu dapat membenarkan kekerasan dan kebencian atas nama agama.

Sedangkan yang kedua, kata Wamenag, ekstremitas agama yang ingin melepaskan diri dari teks-teks agama dan mengarah pada pemahaman agama yang bebas dan liberal. "Pemerintah meyakini, pengetahuan agama Islam secara menyeluruh dan mendalam yang adil dan berimbang, banyak bermula dari tradisi pembelajaran di pesantren," jelasnya.

Wamenag yakin, pendidikan model pesantren dapat menjadi jawaban atas meningkatnya semangat masyarakat untuk belajar agama saat ini. Fenomena yang ditemui, meningkatnya gairah belajar agama di masyarakat seringkali tersalurkan melalui pembelajaran lewat internet dan media sosial, yang sulit untuk dipastikan kesesuaian metode pembelajaran, sanad keilmuan, dan kapasitas pengajar agamanya. Pembelajaran agama yang keliru terbukti berpengaruh pada munculnya eksklusivisme beragama dan intoleransi, yang berpotensi konflik di tengah masyarakat, serta mengancam kesatuan bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan. (RO/OL-15)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso
Berita Lainnya