Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Glaukoma 'Si Pencuri Penglihatan' Masih Mengancam

Eni Kartinah
17/3/2021 16:53
Glaukoma 'Si Pencuri Penglihatan' Masih Mengancam
Ilustrasi-Pemeriksaan mata secara berkala bisa mencegah glaukoma lebih buruk.(Ilustrasi-Thinkstock)

PENDERITA  glaukoma membutuhkan penanganan berkesinambungan secara disiplin. Bila tidak, glaukoma berpotensi menyempitkan lapang pandang mata sehingga penderitanya hanya bisa melihat objek seolah dari lubang kunci. Bahkan, sampai buta total, tanpa bisa disembuhkan.

Di tengah pandemi Covid-19, kebutuhan pemeriksaan berkala tersebut tentunya menjadi tantangan bagi penderita glaukoma.

Sehubungan dengan situasi itu, serta untuk memperingati World Glaucoma Week 2021 pada 7-13 Maret 2021, JEC Eye Hospitals and Clinics, menggagas rangkaian kegiatan guna meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya glaukoma yang masih mengancam, termasuk anjuran penanganannya selama pandemi Covid-19.

Selain webinar untuk publik dan promo layanan glaukoma, JEC juga menggelar JEC Eye Talks, yakni sesi diskusi seputar kesehatan mata yang melibatkan dokter ahli JEC dan para media di Indonesia; berlangsung perdana pada Rabu (17/30. 

“Penanganan glaukoma tanpa pemeriksaan teratur pada dasarnya berbahaya. Kami mengkhawatirkan pasien yang belum bisa melanjutkan pemeriksaan, terutama mereka yang kondisi glaukomanya tergolong progresif," papar Prof. Dr. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K), Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dokter Subspesialis Glaukoma, dan Ketua Layanan Glaukoma JEC Eye Hospitals & Clinics.

"Sebelum pandemi, pada pasienyang berkunjung rutin pun masih didapati adanya peningkatan tekanan bola mata atau kerusakan saraf optik," jelasnya.

"Mengingat glaukoma bisa asimtomatik, sangat mungkin penderita tidak menyadari terjadinya penurunan fungsi penglihatan mereka. Artinya, menunda-nunda pemeriksaan berkala dalam jangka waktu yang panjang bisa memperburuk glaukoma mereka. Ingat, kerusakan saraf mata karena glaukoma tidak dapat disembuhkan, dan kebutaan akibat penyakit ini berlangsung permanen,” jelas Prof.Widya.

Glaukoma menjadi penyebab utama kebutaan di seluruh dunia tertinggi kedua setelah katarak. Bersifat kronis, glaukoma memberi dampak sangat besar terhadap kualitas hidup penyandangnya.

Mulai perasaan cemas sampai depresi karena adanya risiko kebutaan, aktivitas sehari-hari penderita juga mengalami keterbatasan lantaran lapang pandang mereka terganggu.

Kehidupan sosial pun terkendala karena hilangnya penglihatan yang berangsur-angsur, serta harus bergantung kepada orang lain sehingga produktivitas penderita pun menurun.

“Sayangnya, situasi glaukoma di Indonesia masih memprihatinkan lantaran penderita seringkali baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut," jelas dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), Dokter Subspesialis Glaukoma JEC.

"Karenanya, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin melalui pemeriksaan berkelanjutan dan pengawasan dokter ahli secara konstan sangatlah penting.Tak terkecuali, saat pandemi Covid-19. Tujuannya, agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah,” ujar dr. Iwan Soebijantoro.

Data terakhir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tercantum melalui laporan “Situasi Glaukoma di Indonesia” (2019) memprediksi jumlah penderita glaukoma secara global pada 2020 mencapai 76 juta atau meningkat sekitar 25,6% dari angka satu dekade lalu yang masih 60,5 juta orang.

Sementara di Indonesia, data yang sempat dirilis secara resmi barulah prevalensi glaukoma sebesar 0,46%  atau setiap 4 sampai 5 orang per 1.000 penduduk.  

JEC sendiri hingga 2020 kemarin telah menangani lebih dari 51.810 pasien glaukoma selama sebelas tahun terakhir.Khusus pada 2020, ketika pandemi Covid-19 mulai berlangsung, JEC mengalami penurunan jumlah kunjungan pasien glaukoma sebesar 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Menurut dr.Iwan, berkurangnya kuantitas dan frekuensi kunjungan pasien sepanjang 2020 sangatlah bisa dipahami. Sebab, keselamatan diri dan keluarga dari paparan wabah Covid-19 tentunya menjadi prioritas seluruh masyarakat.

Alasan ini pula yang mendorong JEC untuk bergerak cepat dan seawal mungkin mengantisipasi kemungkinan transmisi virus Covid-19 di seluruh cabangnya.

"Dengan pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat dan tegas, kami berharap masyarakat tetap leluasa mendapatkan penanganan kesehatan mata secara aman. Tak terkecuali bagi penyandang glaukoma yang membutuhkan pemeriksaan berkelanjutan dan pengawasan dokter ahli secara konstan,” tambah dr. Iwan.

JEC konsisten menerapkan protokol kesehatan sesuai imbauan pemerintah, seperti pemeriksaan suhu kepada seluruh individu yang datang (jajaran dokter, tim medis, karyawan, serta pasien dan keluarga pengantarnya), peningkatan frekuensi pembersihan fasilitas gedung secara lebih intensif, juga penyediaan cairan hand sanitizer dan masker.

Di ruang periksa, JEC menambahkan shield pembatas antara dokter dengan pasien guna menambah proteksi. JEC juga menempatkan HEPA Filter di setiap ruang dokter dan area tunggu pasien. 

JEC juga menghadirkan JEC @ Cloud guna mempermudah pasien berkonsultasi kesehatan mata secara daring dan mendapatkan pertolongan pertama saat pandemi Covid-19. Melalui layanan ini, kondisi glaukoma pasien bisa terus terpantau. Dengan demikian, dokter juga bisa segera memberikan rekomendasi tindakan lebih lanjut apabila kondisi glaukoma pasien memburuk.

Dari sisi layanan, JEC memiliki JEC Glaucoma Service yang komprehensif dan modern bagi pasien glaukoma, mulai tahapan edukasi dan konsultasi, diagnostik, serta tindakan medis hingga bedah. Layanan ini diperkuat 11 dokter spesialis glaukoma dan tenaga medis mumpuni, serta teknologi terkini dan sistem pendukung unggulan, tak terkecuali hospitality optimal.(Nik/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya