Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
SUSU sapi dikenal sebagai minuman yang sarat gizi. Kaya akan protein dan kalsium, susu pun menjadi pelengkap asupan gizi untuk anak-anak hingga kaum lanjut usia.
Namun, untuk mendapatkan manfaat maksimal susu sapi, sebaiknya Anda cermat dalam memilih. Sebab, tidak semua susu sapi memiliki kualitas terbaik. Hal ini berkaitan erat dengan mutasi dalam tubuh sapi. Apa hubungan mutasi sapi dengan susu yang dihasilkan?
Profesor Kehormatan Sistem Agri-Food Lincoln University, Selandia Baru, Profesor Keith Bernard Woodford, menjelaskan, awalnya, semua sapi merupakan tipe A2. Istilah ‘A2’ mengacu pada karakteristik beta-kasein. Beta-kasein ialah salah satu jenis protein penting yang terdapat dalam semua susu mamalia, termasuk sapi.
“Adanya mutasi genetika sapi membuat munculnya sapi A1, yakni sapi yang menghasilkan susu berkandungan beta-kasein A1 atau kombinasi antara beta-kasein A1 dan A2. Ini berbeda dengan sapi yang belum bermutasi, yang susunya mengandung beta-kasein A2 murni,” terang Profesor Woodford pada virtual media briefing dan webinar bertajuk ‘Mengenal Lebih Dekat Susu Sapi A2 yang baik untuk Saluran Cerna, Imunitas, hingga Kurangi Penyakit Kritis’, beberapa waktu lalu.
Beta-kasein A1, lanjutnya, dicerna secara berbeda dengan beta-kasein A2. Dalam proses pencernaan, beta-kasein A1 melepaskan zat yang disebut beta-casomorphin-7 (BCM-7).
“BCM-7 inilah yang menyebabkan masalah kesehatan. Di antaranya, masalah pencernaan yang banyak dianggap sebagai reaksi intoleransi laktosa padahal itu adalah intoleransi terhadap beta-kasein A1, dan dalam jangka panjang bisa memicu penyakit jantung, diabetes tipe 1, dan autoimun,” imbuh Profesor Woodford.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Profesor Woodford menjelaskan, organ tubuh manusia memiliki reseptor mu-opioid (μ-opioid). Apabila BCM-7 masuk ke sistem peredaran darah, BCM-7 mengalir ke organ tubuh yang memiliki reseptor mu-opioid, menempel pada reseptor ini dan berakumulasi sehingga lama kelamaan berefek negatif untuk kesehatan.
Organ yang dapat terpengaruh termasuk jantung, paru-paru, pankreas, ginjal, dan otak. Oleh karena itu, BCM-7 menjadi salah satu faktor pemicu risiko penyakit jantung, diabetes tipe 1, berbagai gangguan pernapasan, hingga berpengaruh pada kesehatan psikologis dan mental.
“BCM-7 menyebabkan inflamasi (peradangan), baik di saluran pencernaan maupun di organ dalam. Ini juga mengarah pada kondisi autoimun dimana sistem imun menyerang tubuh sendiri. Diabetes tipe 1 dan penyakit jantung merupakan dua contoh penyakit autoimun. Kerentanan terhadap penyakit autoimun tertentu dapat dipengaruhi pula oleh faktor genetik, tetapi semakin terbukti bahwa beta-kasein A1 merupakan pemicu penting," jelasnya.
"Dalam sistem pencernaan, BCM-7 memperlambat jalannya makanan, sehingga meningkatkan kemungkinan fermentasi laktosa (gula susu) yang menyebabkan kembung, sakit perut, mual dan rasa tidak nyaman pada perut atau biasa dikenal dengan intoleransi laktosa,” papar Profesor Woodford.
Didukung Penelitian Ilmiah
Diakui Profesor Woodford, awalnya ‘pengetahuan baru’ terkait susu sapi A1 dan A2 ini menjadi kontroversi. Namun seiring waktu, semakin banyak penelitian yang memberi bukti. Ia mencontohkan penelitian terkait anak-anak Samoa yang tinggal di Selandia Baru yang terkena penyakit diabetes tipe-1.
Akan tetapi di Kenya, anak-anak yang mengonsumsi susu sapi dalam jumlah tinggi tidak terkena penyakit tersebut. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan Profesor Bob Elliott, ditemukan bahwa susu sapi di Kenya mengandung beta-kasein A2. Disimpulkan, penyebab utamanya bukanlah berapa banyak susu sapi yang dikonsumsi, namun berapa banyak kandungan beta-kasein A1 yang dikonsumsi. Kandungan proporsi beta-kasein A1 di dalam susu sapi di berbagai negara sangat bervariasi. Tingkat diabetes tipe-1 di berbagai negara berkorelasi erat dengan jumlah kandungan beta-kasein A1 yang dikonsumsi oleh manusia.
Susu sapi A2, imbuh Profesor Woodford, juga mendukung kekebalan tubuh manusia karena konsentrat protein yang diproduksi secara alami terbukti meningkatkan glutathione intraseluler. Pada manusia, air susu ibu (ASI) juga hanya mengandung 100% beta-kasein A2 tanpa ada kandungan beta-kasein A1 sehingga tidak menimbulkan masalah pada bayi dan meningkatkan imunitas tubuh bayi.
“Ilmu pengetahuan baru selalu menjadi perdebatan, pun demikian dengan susu sapi A2 yang sempat menjadi kontroversi. Penemuan ini membuat industri susu menjadi khawatir dan mereka berupaya untuk menyangkal hal ini. Namun, seiring waktu, industri susu mulai mengakui kebenaran temuan ini dan kini beberapa perusahaan susu sudah mulai memproduksi produk susu sapi A2,” tutur Profesor Woodford.
Ia menyebutkan, secara global pemimpin di bidang susu sapi A2 adalah The A2 Milk Company yang berkantor pusat di Selandia Baru. Namun sekarang banyak perusahaan besar di dunia yang juga memproduksi susu sapi A2. Seperti, Nestle, Danone, Johnson and Johnson, Mengniu, Fonterra, dan banyak lainnya. “Dan sekarang di Indonesia ada KIN Dairy,” ucapnya.
Profesor Woodford mengingatkan, susu sapi A1 dan A2 tak bisa dibedakan secara kasat mata, karena memiliki bentuk, tekstur, warna, dan rasa yang sama. Karena itu, cara mengenali produk susu sapi A2 ialah dengan memperhatikan kemasannya, produsen terpercaya akan mencantumkan keterangan produknya dibuat dari susu sapi A2.
Ia menambahkan, sapi asli Afrika dan Asia sejatinya bertipe A2, mutasi menjadi tipe A1 hanya terjadi pada sapi Eropa. “Tapi kita tidak tahu apakah sapi-sapi yang digunakan di peternakan Asia, termasuk Indonesia, saat ini keturunan asli atau berasal dari Eropa. Jadi langkah terbaik ialah pilih susu dari produsen susu sapi A2 yang terpercaya,” katanya.
Pada kesempatan itu, setelah sesi media briefing, Profesor Woodford juga menjadi pembicara pada webinar kedokteran bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Jaya dengan tema ‘A Closer Look in Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2’s Benefit’.
“Melalui rangkaian edukasi pada berbagai pihak, diharapkan lebih banyak yang peduli mengembangkan produk dengan 100% susu sapi A2 agar masyarakat dunia lebih sehat dan membantu mengurangi tingkat penyakit kronis,” pungkas Profesor Woodford.(Nik/OL-09)
Untuk іtu, bаgі ibu hаmіl, mеnjаgа kondisi kеѕеhаtаn ѕаngаt реntіng dіlаkukаn. Sаlаh ѕаtunуа dengan tіdаk ѕеmbаrаngаn mеmіlіh jеnіѕ mаkаnаn.
Platform aduansalahsusu.id. merupakan sarana bagi masyarakat untuk mengawal kebijakan pemerintah terkait konsumsi dan promosi kental manis.
Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan, 1 dari 4 anak balita Indonesia mengalami risiko anemia. Cegah dengan kecukupan asupan zat besi.
Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Niar Umar menyayangkan masih adanya produk susu anak dan Makanan Pendamping ASI (MPASI) menggunakan gula tambahan.
Munculnya jerawat pada wajah dapat disebabkan berbagai faktor, salah satunya makanan yang dikonsumsi.
Penyebab obesitas sebenarnya bukanlah susu, melainkan asupan makan yang berlebih, termasuk pola hidup yang tidak aktif.
Perayaan Idul Adha biasanya diiringi dengan hidangan daging sapi atau kambing yang diperoleh dari hasil berkurban.
Dari total 200 ekor sapi kini tinggal 10 ekor yang belum terjual.
Peternak sapi kembali membuang kohe secara tradisional ke sungai, sehingga dampak pencemaran kepada lingkungan masih terjadi.
Sempat mogok, Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) pastikan pedagang daging di wilayah Jabodetabek sudah kembali berdagang
DPD Golkar Jakarta Barat menyerahkan sapi kurban untuk warga RW 02 Kelurahan Kemanggisan, Kecamatan Palmerah, Slipi Jakarta Barat, Kamis (22/7)
Sudin KPKP Jakarta Selatan mengerahkan tim pemeriksa kesehatan di 10 kecamatan untuk memeriksa kesehatan hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved