Headline

RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Keluguan Mereka Jadi Pemicu Semangat

Selvi Handayani, Guru SDN 006 Tanah Grogot, Paser, Kaltim, Fasilitator Program Pintar Tanoto Foundation
02/3/2021 11:35

TARIKAN nafas panjangku seketika mengisi rongga paru-paru dengan udara segar. Pelan tapi pasti sinar mentari pun mulai menggeliat dan menghangatkan udara sekitar. Aku pun segera bersiap untuk menunaikan tugas sebagai seorang pendidik.

Ada semangat yang tak pernah luntur ketika mengingat wajah-wajah lugu nan ceria. Merekalah anak-anak murid di SDN 006 Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Motor bebek berwarna merah dengan balutan ban rimba yang setia mengantarku beraktivitas sudah siap ditunggangi. Medan yang tak terlalu bersahabat bagi kebanyakan orang, tak menghalangi laju kami.

Melintasi jalan yang tidak terlalu ramai memang kadang membuat nyaliku sedikit terganggu. Pasalnya, aku kadang bertemu hewan liar yang melintas. Terlebih aku berkendara seorang diri di kawasan tersebut. Satu jam menunggang sepeda motor bagi orang kota tidaklah terlalu lama, tapi mungkin beda ketika di Paser. Melintasi pasar dan keramaian kemudian bertemu jalan sunyi menjadi santapan sehari-hari.

Ketika tiba pukul 08.00 WITA di sekolah aku pun bergegas masuk kelas seperti biasa, dan melaksanakan kewajiban. Kegembiraan bisa berinteraksi langsung dengan mereka merupakan kebahagiaan yang tak bisa dinilai dengan materi. 

Ternyata pertemuan dengan mereka di awal pekan beberapa bulan lalu itu merupakan interaksi terakhir. Karena setelah itu terbit surat edaran bahwa sekolah ditutup karena ada penutupan sementara wilayah akibat pandemi covid-19. Proses belajar mengajar pun dilakukan lewat daring.

Keputusan ini pada awalnya membuatku senang karena tidak lagi ke sekolah bila mengingat perjalanan yang harus ditempuh dengan penuh risiko. Kegiatan belajar mengajar menggunakan aplikasi WhatsApp messenger, termasuk merambah ke media sosial seperti YouTube. Seperti biasa proses belajar pun mulai dengan mengabsen manual, memberikan buku elektrik, dan menilai tugas-tugas mereka secara manual melalui aplikasi tersebut. Aku senang dapat membuat media belajar secara daring, mengunduh media-media belajar yang menarik dan membagikannya kepada mereka. 

Namun, hal itu tak berlangsung lama. Anak-anak mulai bosan dengan belajar daring dan menginginkan tatap muka di sekolah. Sejujurnya sebagai guru pun aku mulai dilanda kebosanan. Kendati di rumah lebih leluasa melakukan kreativitas, tetap saja ada ruang kosong yang tak bisa diisi lewat pembelajaran daring ini. Aku tak bisa melihat canda tawa mereka yang begitu polos. Tak lagi dapat mengelus lembut kepala mereka ketika memberi nasihat.

Setelah ulangan semester berakhir akupun berpikir untuk membangkitkan kembali api semangat mereka yang mulai meredup. Tanoto Foundation memberikan pelatihan-pelatihan dengan metode dan aplikasi belajar yang lain untuk dapat menarik minat anak untuk belajar. Sejumlah metode pun membuat kami jadi lebih bersemangat. 

Anak-anak pun antusias dan belajar jadi lebih bersemangat. Hari demi hari berlalu dengan perasaan sukacita. Pelan tapi pasti masalah demi masalah mulai hadir. Mulai dari ketiadaan telepon seluler, kuota internet yang tak memadai untuk mengakses sejumlah aplikasi, hingga kesulitan orang tua dalam mendampingi putra putrinya. 

Kondisi seperti ini memaksa isi kepalaku berputar mencari solusi kreatif. Proses belajar mengajar tak boleh berhenti hanya karena persoalan seperti ini. Akhirnya aku kembali menggunakan aplikasi WhatsApp messenger untuk metode belajar, dengan menggunakan mediaku sendiri dari YouTube, mengirim gambar-gambar dan buku elektrik pada aplikasi tersebut. Bagi mereka yang tak memiliki telepon seluler, aku memberikan buku cetak. 

Tugas tidak diberikan setiap hari, tapi satu pekan sekali. Pengambilan hasil tugas bisa di sekolah atau di rumah masing-masing. Tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat. Aku memberikan mereka keleluasaan dan waktu belajar. Semua itu perlu dilakukan agar mereka tetap semangat bersekolah. Keadaan memang sedang sulit, tapi bukan berarti harus berdiam tanpa berbuat sesuatu. Ada anak-anak yang menanti kehadiran kita dan itulah yang tetap membuatku bersemangat.

 

Selvi Handayani, Peserta Peningkatan Skill Menulis bagi Tenaga Pengajar Se-Indonesia



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya