Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Sembilan Remaja Ini Sukses Jadi Agen Perubahan di Lingkungannya

Siswantini Suryandari
18/2/2021 06:49
Sembilan Remaja Ini Sukses Jadi Agen Perubahan di Lingkungannya
Sembilan remaja Indonesia sukses menjadi agen perubahan di lingkungannya dengan membangun komunitas dan berdampak positif.(Dok Ashoka Young Changemakers)

SEMBILAN remaja Indonesia terpilih menjadi Ashoka Young Changemakers 2021. Mereka berasal dari Jambi, Baturaden, Sumba, Jember, Pelaihari, Bali, Jakarta, Bandung dan Deli Serdang telah membangun inisiatif kreatif yang menghasilkan dampak baik di komunitas mereka maupun dampak bersakala nasional.

Inisiatif yang dikerjakan remaja dengan rentang usia 12-20 tahun ini mulai dari memutus mata rantai eksploitasi anak, menghubungkan generasi muda dengan karir, meningkatkan kesejahteraan petani, membangun budaya hidup berkelanjutan, dan berbagai isu sosial lainnya. 

Dalam keterangan tertulis dari Ashoka Young Changemaker 2021 yang diterima mediaindonesia.com, Kamis (18/2) sembilan remaja itu adalah Faye Simanjuntak (18) dengan program Rumah Faye Bali. Amara Tahseen (14) dengan Batuva Baturaden Jateng. Nabila Ishma (19) dengan program CDEF Metamorfosa Bandung, Azzam Habibullaj (19) degan program Tuntungan Ground Board Game Deli Serdang, Sumut.

Kemudian Nuke Aprilia Cut Meltari (19) dengan program Nukey Talks Jambi. Itrin Diana Mozez (15) melalui Komunitas Pitagoras Sumba, NTT, Catherine Susanto (18)dengan Girls Learn Code Jakarta. Tidak ketinggalan dari Jember Jawa Timur yakno Syazwan Luftan Riady (14) dengan program Komunalian dan terakhir Alvian Wardhana (19) lewat Literasi Anak Banua Pelaihari, Kalimantan Selatan.

Selain teruji secara konsisten melakukan gerakan pembaharuan dan telah berdampak sosial, masing-masing Ashoka Young Changemaker melalui proses wawancara dengan para panelis independen yang juga merupakan para pemimpin pembaharu di bidang masing-masing. 

Program Manager Asia Foundation, Mustafa yang juga menjadi panelis Ashoka Young Changemaker berkomentar bahwa semangat anak-anak muda ini sangat luar biasa.

"Kalau saya bayangkan, anak-anak sekarang mungkin fokusnya itu ekonomi, robotic. Tetapi Ashoka Young Changemaker justru menaruh perhatian kepada isu-isu yang amat marjinal seperti kekerasan, perdagangan anak. Itu bagi saya amat luar biasa. Selamat untuk Ashoka telah menemukan anak-anak ini." 

Salah satu contoh adalah Faye Simanjuntak yang mendirikan dan memimpin Rumah Faye demi  memutus mata rantai perdagangan anak dan eksploitasi seksual melalui sistem edukasi peer-to-peer, penyelamatan, dan rehabilitasi. Faye merasa gelisah karena sepertiga kasus perdagangan manusia melibatkan anak-anak. Kasus ini dianggap tabu dan anak-anak tidak dilibatkan dalam pembicaraan mengenai eksploitasi seksual dan pencegahannya. Bersama Rumah Faye, program pencegahan, penyelamatan, dan rehabilitasinya telah menyelamatkan dan rehabilitasi lebih dari 90 anak. 

Hampir sama seperti Faye tetapi dengan skala berbeda, Itrin Diana Mozez (15) dari Sumba juga mendisrupsi budaya kekerasan di lingkungannya dengan membangun tempat aman agar teman-teman sebayanya dapat mengembangkan hal-hal positif dan berkontribusi bagi kebutuhan masyarakatnya. Komunitas Pitagoras yang Itrin bangun berfokus pada toleransi, pendidikan, dan lingkungan hidup. 

Komunitas Pitagoras yang awalnya diikuti hanya empat orang, kini punya 15 anggota. Dan teman-teman Itrin yang dulunya sering tawuran mulai dapat melihat bagaimana Itrin menyalurkan energi dan perhatiannya ke hal-hal positif sehingga mengurangi perkelahian. 

"Yang mereka tampilkan sesuatu yang menginspirasi dan keluar dari zona nyaman," kata Wapemred Harian Kompas, Tri Agung Kristanto, yang juga menjadi bagian dari panelis independen Ashoka Young Changemaker 2021, Rabu (17/2). 

Bagi Tri, anak-anak muda ini bisa saja menikmati kenyamanan hidup di usia muda dan tidak perlu peduli dengan masalah di sekitarnya. Tetapi nyatanya, mereka meninggalkan kenyamanannya dan mengusahakan sesuatu bagi mereka yang ditinggalkan atau dipinggirkan. 

Di Jambi, Nuke Aprilia menginisiasi Nukeytalks karena terketuk melihat teman-temannya banyak yang tidak tahu mau pilih jurusan apa atau akan berkarir di bidang apa. Melalui Nukeytalks, baik yang menjadi anggota maupun yang bukan anggota akan dapat mengeksplorasi minat dan beragam karir serta profesi. 3,000 anak muda mendaftar di platform Nukeytalks ini. Dan Nuke pun mendapat dukungan dari tim yang mengelola platform ini.
 
Program Ashoka Young Changemaker merupakan bagian dari gerakan Everyone a Changemaker yang dibangun oleh Ashoka di seluruh dunia. Gerakan ini bukan memilih anak-anak muda yang luar biasa untuk dirayakan kehebatannya.

Ashoka Young Changemaker dipilih untuk mengajak anak-anak muda lain untuk menyadari kemampuan dan kesempatan mereka sebagai pembaharu sejak usia dini.

baca juga: Sekolah Butuh Kreativitas Untuk Bertahan di Saat Pandemi Covid-19 

Sebagai organisasi yang mengawali gerakan kewirausahaan sosial di dunia, Ashoka melihat bahwa percepatan perubahan dan timbulnya beragam masalah pelik di masyarakat hanya akan dapat teratasi bila setiap orang menjadi pembaharu, memiliki keterampilan sebagai pembaharu, yaitu kemampuan melihat masalah, membangun tim, dan mencari solusi strategis yang memperbaiki keadaan bukan untuk segelintir orang, tetapi semua orang. 

Kemampuan dan keterampilan ini akan jauh lebih terasah bila disadari sejak masih muda dengan menumbuhkan empati dan dengan mengajak anak-anak muda berlatih menjadi pembaharu.

"Masalah tidak akan lebih banyak daripada solusi bila setiap orang menjadi pembaharu," ungkap CEO Ashoka Bill Drayton.

Nani Zulminarni selaku Direktur Regional Ashoka untuk Asia Tenggara menyampaikan semangat anak-anak muda ini harus terus dikembangkan demi terwujudnya iklim kesetaraan.

"Ketidakadilan gender, diskriminasi, dan beragam pelanggaran hak asasi manusia hanya bisa dihapuskan bila setiap orang memiliki empati tinggi dan menjadi pemimpin perubahan sistem nilai yang tidak adil ini," papar Nani.

Koordinator Program Kepemudaan Ashoka Indonesia, Arakusuma memberi contoh ada anak sejak umur 11 tahun telah menjadi pembaharu bagi para peternak sapi di Boyolali dan baru-baru ini terpilih sebagai National Geographic Young Explorer.

"Menjadi pembaharu butuh keberanian menjadi berbeda. Selain itu, ia juga butuh dukungan, paling tidak dari satu orang," pungkasnya. (OL-3)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya