Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Darurat, Intervensi Kebijakan untuk Cegah Diabetes

Atalya Puspa
14/11/2020 08:05
Darurat, Intervensi Kebijakan untuk Cegah Diabetes
Petugas melayani peserta BPJS Kesehatan tanpa tatap muka di Kantor BPJS Kesehatan kantor cabang Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (8/10).(ANTARA/NOVA WAHYUDI )

Intervensi kebijakan menjadi keniscayaan bagi penanganan jangka pendek dan jangka panjang penyakit diabetes. Pasalnya, pembiayaan kesehatan untuk penyakit diabetes selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2017 pembiayaan sebanyak Rp2 triliun, sementara pada 2019 mencapai Rp4 triliun. 

Staf Khusus Menteri Kesehatan Mariya Mubarika menyatakan, Indonesia menduduki peringkat ke-7 sebagai negara dengan penyandang diabetes terbanyak di dunia. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada 2019, sebanyak 10,7 juta orang di Indonesia mengidap diabetes. Angka tersebut diprediksi akan meningkat menjadi 16,6 juta pada 2045 mendatang.

Baca juga: KLHK Keluarkan Diskresi Terkait Penanganan Limbah Medis

"Diabetes yang disebut sebagai ibu dari berbagai penyakit komplikasi seperti jantung, stroke, gagal ginjal, dan lain-lain, ini menimbulkan beban ekonomi bagi keluarga dan negaranya. Untuk itu dibutuhkan intervensi kebijakan dalam menangani penyakit ini," kata Staf Khusus Menteri Kesehatan Mariya Mubarika dalam Media Briefing bertajuk The Economic Burden of Diabetes and The Innovative Policy yang diselenggarakan secara virtual, Jumat (13/11).

Preventif

Pada kesempatan yang sama, Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas Indonesia Budi Hidayat menyoroti, pengeluaran untuk penanganan diabetes tidak sebanding dengan upaya pencegahan. 

"Mayoritas diabetes memang banyak digunakan untuk menangani komplikasi. Kita mengeluarkan uang untuk penanganan, tapi kita gak mengeluarkan uang untuk mencegah agar masyarakat tidak terkena diabetes," ujar Budi.

Berdasarkan penelitian singkat yang dilakukan oleh Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, pada 2016 total populasi yang terdeteksi diabetes yakni sebanyak 812 ribu orang. Adapun 57% dari angka tersebut menderita komplikasi, dan 47% tanpa kompikasi.

Budi menambahkan, diperlukan penanganan jangka pendek dan jangka panjang untuk permasalahan diabetes di Indonesia. "Kita harus melakukan sinkroniksasi tentang tata laksana penanganan diabetes terkait regilasi yang berimplikasi pada penanganan diabetes melitus yang selama ini jadi tanggungan benefit JKN," kata dia.

Selain itu, peran fasilitas kesehatan tingkat pertama juga harus dioptimalkan guna melakukan pencegahan dan deteksi kasus secara cepat. 
"Yang terpenting adalah pencegahan," imbuhnya.

Sementara itu, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Ari Dwi Aryani menuturkan, dari seluruh total pembiayaan yang ditanggung pihaknya, 24% di antaranya merupakan penyakit katastropik yang penyebab terbanyaknya adalah diabetes dan hipertensi. 

Selain itu, obat analog insulin rapid acting yang diperuntukan bagi pasien diabetes juga merupakan obat dengan harga paling mahal. Adapun, pada 2019 alokasi biaya untuk obat tersebut mencapai Rp190 miliar.

Untuk menekan laju pertumbuhan penyakit diabetes yang berimplikasi pada tingginya pembiayaan, BPJS Kesehatan melakukan sejumlah langkah.

  1. Sosialisasi pencegahan diabetes bagi orang sehat yang dapat diakses di mobile JKN.
  2.  Bagi peserta berisiko, yang dilakukan adalah preventif sekunder, yaitu melalukan screening kesehatan dengan melakukan pemeriksaan lab maupun fisik.
  3. Bagi peserta JKN yang sakit, dilakukan program pengelolaan penyakit kronis yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari fasilitas kesehatan hingga masyarakat. (H-3)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik