Studi Awal Perlihatkan Obat Diabetes Bisa Obati Migrain

Despian Nurhidayat
05/7/2025 12:16
Studi Awal Perlihatkan Obat Diabetes Bisa Obati Migrain
ilustrasi(freepik)

SEBUAH studi yang diterbitkan dalam jurnal Headache pada 2025 menunjukkan bahwa  obat diabetes tipe 2 dan obesitas jenis tertentu bisa mengobati migrain hingga 75 persen. Namun, ahli saraf dari University of Birmingham yang tidak terlibat dalam studi, Alex Sinclair mengingatkan bahwa uji coba berskala kecil ini perlu penelitian lebih lanjut. 

"Ini adalah studi penelitian yang benar-benar menggiurkan karena memberi kita ide yang sangat menarik tentang obat baru untuk migrain. Namun, ini masih sangat awal," ungkapnya dilansir dari Live Science

Penelitian ini dilakukan selama 12 minggu dan melibatkan 26 partisipan orang dewasa yang mengalami obesitas serta migrain kronis. Para paserta dipersilakan untuk mengonsumsi obat liraglutide sesuai dosis yang dianjurkan untuk pasien diabetes, yakni 1,8 mg setiap hari selama tiga bulan. 

Hasilnya, rata-rata sakit kepala peserta tiap bulannya menjadi berkurang hingga separuhnya. Peserta yang awalnya mengalami migrain selama 20 hari dalam sebulan, kini menjadi hanya 9 hari. 

Selain itu, 7 orang peserta juga mengaku bahwa sakit kepalanya berkurang hingga 75 persen, sedangkan 1 peserta mengeklaim migrain hilang sepenuhnya. Mereka juga melaporkan penurunan besar migrain yang membuat aktivitas sehari-hari menjadi lebih lancar. 

Ahli saraf sekaligus peneliti dari University of Naples Federico II, Simone Braca mengatakan, pasien yang dipilih menjadi partisipan adalah mereka yang sulit mengobati migrain.

 Braca menunjukkan, tekanan pada cairan serebrospinal yang mengelilingi, serta melindungi otak dan tulang belakang bisa memengaruhi migrain. Menurutnya, penumpukan cairan tersebut dalam jumlah sedikit bisa menekan pembuluh darah dan saraf di sekitar otak yang berpotensi memicu migrain. 

"Peningkatan tekanan cairan tulang belakang di otak mungkin merupakan salah satu mekanisme yang mendasari migrain. Jika kita menargetkan cara ini, bukti awal ini menunjukkan bahwa mekanisme tersebut mungkin bermanfaat untuk migrain," lanjutnya. 

Studi tersebut menyatakan bahwa sedikitnya 50 persen pasien mengalami pengurangan sakit kepala. Sementara itu, 40 persen yang lainnya mengalami efek samping yang ringan, seperti mual atau sembelit. Meski demikian, tidak ada partisipan yang berhenti mengonsumsi obat. Berdasarkan studi awal ini, Braka dan timnya merencanakan akan melanjutkan uji coba yang lebih luas. 

Pasalnya, studi ini sangat kecil dan hanya melibatkan 31 partisipan yang berlangsung selama 12 minggu. Selain itu, uji klinis juga tidak menyertakan kelompok plasebo sehingga kurang menyeluruh. Dengan begitu, uji klinis terkontrol plasebo yang lebih luas diperlukan sebelum obat ini digunakan menjadi panduan pengobatan migrain. Braca mengungkapkan, temuan ini bisa membuka jalur penyelidikan baru untuk pengobatan migrain apabila sudah berhasil dikonfirmasi. (H-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti
Berita Lainnya