Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Membangun Nilai Kepahlawanan melalui Pendidikan Karakter

Ifha Firdausya
11/11/2020 02:45
Membangun Nilai Kepahlawanan melalui Pendidikan Karakter
Sejumlah siswa SD Negeri di Jambi sedang belajar mengenal tanam-tanaman bersama seorang guru dalam belajar di luar ruangan.(Dok. Kemendikbud)

PEMERINTAH serius mencetak generasi muda yang unggul, antara lain dengan memprioritaskan pendidikan karakter. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun telah merumuskan Pelajar Pancasila sebagai perwujudan pendidikan karakter.

Perwujudan itu antara lain bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong, serta berkebinekaan global.

Di sisi lain, karakter yang juga perlu ditanamkan kepada generasi muda ialah karakter kepahlawanan, seperti cinta Tanah Air, rela berkorban, jujur, dan senantiasa mengutamakan kepentingan orang banyak jika dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau golongan.

Apalagi di masa pandemi covid-19, karakter-karakter kepahlawanan semacam itu sangatlah diperlukan dan menjadi kunci kesuksesan bangsa Indonesia bertahan di masa sulit ini.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mencontohkan bahwa pendidikan karakter yang ditanamkan kepada generasi muda Indonesia dapat menjadikan mereka agen kebangkitan di masa pandemi covid-19.

“Contohnya, selama pandemi covid-19 ini, mahasiswa kita telah melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT) Duta Perubahan Perilaku Pencegahan Covid-19. KKNT ini bertujuan meningkatkan partisipasi perguruan tinggi dalam melaksanakan program dan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi perilaku hidup sehat dalam masa pandemi sehingga terjadi perubahan perilaku di masyarakat. KKNT ini sangat sarat penguatan karakteristik Pelajar Pancasila,” ujar Nadiem melalui jawaban tertulis kepada Media Indonesia, beberapa waktu lalu.

Mendikbud juga mencontohkan kehadiran para pahlawan kemanusiaan yang turut meringankan beban rakyat akibat pandemi covid-19.

“Mereka adalah para tenaga medis, relawan mahasiswa, para pemimpin di sektor pemerintahan dan swasta, para pemuka agama, seniman se-Indonesia, pendidik dan tenaga kependidikan, orangtua, serta seluruh stakeholder pendidikan dan kebudayaan yang berjuang dengan kemampuan masing-masing,” katanya.

Hal ini selaras dengan upaya pendidikan karakter yang, menurut Nadiem, dilakukan melalui penumbuhkembangan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila yang merupakan fondasi bagi arah pembangunan nasional.


Penguatan karakter

Terkait dengan hal itu, Mendikbud melalui Permendikbud Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, telah membentuk Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) sebagai unit organisasi di lingkungan Kemendikbud. Puspeka diberikan mandat untuk menyosialisasikan dan mengedukasi penguatan karakter secara khusus dan juga kebijakan-kebijakan terkait dengan Merdeka Belajar yang dipadukan dengan nilai-nilai karakter.

Kepala Puspeka Kemendikbud Hendarman menyatakan bahwa penguatan pendidikan karakter bangsa merupakan salah satu program Nawacita pemerintahan Joko Widodo- Ma’ruf Amin. Dalam hal ini, katanya, Perpres 87/2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter menjadi panduan Kemendikbud dalam menjalankan program Penguatan Karakter di lingkungan lembaga pendidikan dan keluarga/ masyarakat.

“Arah kebijakan dan strategi Puspeka pada kurun waktu 2020-2024 adalah dalam rangka mendukung agenda tujuan Kemendikbud melalui kebijakan Merdeka Belajar dan pengamalan nilai-nilai Pancasila yang bercita-cita menghadirkan pendidikan bermutu tinggi bagi semua rakyat Indonesia, yang dicirikan angka partisipasi yang tinggi di seluruh jenjang pendidikan, hasil pembelajaran berkualitas, dan mutu pendidikan yang merata, baik secara geografis maupun status sosial ekonomi,” jelas Hendarman dalam keterangan tertulis kepada Media Indonesia, belum lama ini.

Adapun strategi yang dilakukan Puspeka mencakup enam poin, antara lain (1) melakukan kajian mengenai pengamalan nilai-nilai Pancasila dan kebijakan Merdeka Belajar; (2) Mengembangkan konten kampanye nilai-nilai Pancasila dan Merdeka Belajar; (3) Menyebarluaskan konten kampanye nilai-nilai Pancasila dan Merdeka Belajar melalui media terbuka dan tertutup; (4) Melakukan monitoring, supervise, dan evaluasi pengamalan nilai-nilai Pancasila dan kebijakan Merdeka Belajar; (5) Memperkuat jejaring mitra dengan pelaku pendidikan dan masyarakat serta instansi lainnya; dan (6) Memperkuat pendidikan karakter yang sesuai dengan kebudayaan setempat dan tahapan tumbuh kembang peserta didik.

Tidak hanya melalui kurikulum di sekolah, pendidikan karakter juga perlu diterjemahkan ke konten dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu, Kemendikbud melakukannnya melalui kampanye komunikasi publik penguatan karakter ekosistem pendidikan dan kebudayaan.

Hal tersebut dihasilkan dan disebarluaskan melalui media target audiensi luas (above the line) maupun media target audiensi terbatas (below the line).

“Instrumen ini disusun untuk melihat indikator keberhasilan penyebarluasan konten dengan tingkatan: membuat orang sadar (aware), paham (understand), bergabung (join), dan melakukan (do) perilaku atau tindakan yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila dan kebijakan Merdeka Belajar,” kata Hendarman.

 

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

Dua guru SMA Negeri 1 Kabila mengawasi siswa yang melakukan ujian semester secara luar jaringan (luring) di rumah di Poowo, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (9/6/2020).

 


Karakter Pancasila

Sekretaris Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah VII Jawa Timur Widyo Winarso menyebut karakterkarakter Pelajar Pancasila merupakan turunan dari tujuan pendidikan nasional, baik di jenjang dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi.

Menurutnya, berbeda dengan capaian pembelajaran lain yang hasilnya bisa diketahui setelah peserta didik selesai mengikuti pelajaran, nilai-nilai karakter ini baru bisa dilihat setelah peserta didik lulus dan bekerja.

“Perusahaan atau tempat kerjalah yang nanti tahu bagaimana nilai-nilai karakter yang diajarkan. Jadi, paling tidak 3-4 tahun untuk mengetahui hasil penguatan karakter di sekolah maupun di perguruan tinggi,” katanya kepada Media Indonesia, Selasa (10/11).

Widyo mengatakan internalisasi nilai-nilai karakter bisa dimulai secara teoretis di kelas kemudian dipraktikkan di kegiatan lapangan seperti ekstrakurikuler.

Di masa pandemi, katanya, LL Dikti memiliki program-program untuk mengampanyekan nilai-nilai karakter Pancasila. Contohnya, webinar dengan tema wawasan kebangsaan dan karakter yang terkait dengan cinta Tanah Air serta bentuk-bentuk lain, seperti workshop atau lokakarya.

“Dengan berbagai lomba juga ada, membuat poster dengan tema-tema tertentu, fotografi, dan sebagainya. Kemarin temanya covid-19, pernah juga tahun lalu temanya Pancasila,” ujarnya.

Sementara itu, untuk membangkitkan nilai-nilai kepahlawanan, Widyo mencontohkan tentang pentingnya menyadarkan generasi saat ini dengan ilustrasi perjuangan pahlawan di masa lalu.

“Tadi saja kami dengan dosen juga menyelipkan pesanpesan kepahlawanan dalam lokakarya daring di antara dosen. Saya membuat ilustrasi, ‘kalau bapak ibu semua hanya seminar, lokakarya, satu hari merasa lelah, gimana kalau melihat perjuangan pendahulu kita harus melakukan peperangan, kita belum apa-apa. Karena sesuatu yang sifatnya esensial itu mereka sering lupa bahwa negara ini diperjuangkan,” ungkapnya.

Dari kacamata kalangan pendidik, Kepala Sekolah SMKN 8 Malang, Cone Kustarto Arifin, menyebut karakter memang satu hal yang harus dimiliki siswa dalam kompetensi abad ke-21.

Karakter yang dimaksud ialah religius, memiliki nasionalisme, berintegritas, dan bergotong royong. Selain itu, kata Cone, seperti tagline SMK sendiri, yakni santun, mandiri, kreatif.

Cone mengatakan peserta didik harus sadar diri sebagai siswa, salah satunya dengan disiplin mengikuti segala aturan. Hal itu, katanya, telah diajarkan sejak masa orientasi.

“Kalau di MPLS (masa pengenalan lingkungan sekolah) anak diajari baris-berbaris supaya mengikuti aturan dan perintah. Serong kiri, misalnya, ya, serong kiri jangan ada serong kanan. Coba satu saja serong kanan, terus ada perintah lagi maju jalan, bisa tubrukkan,” ungkapnya ketika dihubungi Media Indonesia, Selasa (10/11).

Untuk meneladan para pahlawan, Cone mengatakan siswa harus meneladan nilai-nilainya, seperti nilai-nilai pengabdian dan ikhlas berkorban.

“Termasuk anak-anak sekarang diajari (memiliki) jiwajiwa kewirausahaan: harus tangguh, kuat, pantang menyerah, berani ambil risiko. Itu kan jiwa-jiwa yang ada di pahlawan kita,” katanya. (Ifa/S1-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya