Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Ketua Yayasan Pemberdayaan dan Pengkajian Masyarakat dan Masyarakat Adat Kalimantan atau YPPMMA-KT, Simpun Sampurna mengatakan penetapan dan pengakuan hutan adat baik melalui peraturan daerah (perda) atau SK Bupati setempat penting bagi masyarakat hukum adat.
Penetapan hutan adat melalui proses, di antaranya identifikasi, verifikasi, dan validasi kemudian dapat direkomendasikan untuk diumumkan pada masyarakat bahwa layak ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat.
"Jika tidak ada sanggahan atau hasil kerja panitia tadi ada kendala maka dikembalikan ke masyakarat hukum adat untuk melengkapi," kata Simpun kepada Media Indonesia, Selasa (15/9).
Baca juga: Selain Sanksi, Sosialisasi PSBB Harus Terus Digenjot
Selanjutnya apabila hasil identifikasi, verifikasi, dan validasi tidak memadai atau tidak bisa digunakan tentunya juga akan diumumkan oleh panitia. Oleh karena itu, legal formal pengakuan melalui pemda setempat, baik kabupaten/kota atau provinsi.
"Rekomendasi kepada bupati/walikota atau gubernur, itu untuk proses penetapan masyarakat hukum adat," sebutnya.
Dia menjelaskan dalam penetapan hutan adat, keberadaan situs bukan suatu kewajiban. Namun, pihaknya juga akan memastikan alasan dan dasar pengajuan serta penyebutan hutan adat tersebut.
"Tidak harus ada situs dan sebagainya. Nanti kita cek, apa yang menjadi dasar mereka menyebut itu hutan adat dan sebagainya. Karena dalam penyebutan di sini banyak ragam, karena banyak suku, sub suku dari Dayak juga banyak jadi penyebutan juga berbeda-beda. Itu juga harus diakomodir sesuai keaslian penyebutan mereka di sana," paparnya.
Simpun menerangkan hutan adat yang sudah diputuskan HGU sejak lama, tidak mungkin bisa dijadikan hutan adat. Sebab, tidak bisa peraturan perundang-undangan itu dikeluarkan untuk dua poin berbeda.
"Yang bisa dilakukan bagaimana membangun kemitraan, membangun kebersamaan dengan perusahaan, jika benar wilayah itu masuk dalam HGU (wilayah hukum adat). Karena juga tidak mungkin dua diberikan, HGU dikasih atau hutan adat dikasih jadi harus ada win win solution," terangnya
Simpun menambahkan bahwa masyarakat adat dan hutan di Desa Kinipan sudah ada sejak lama. Namun, sejauh ini belum ada perda untuk pengakuan dan perlindungan masyakarat hukum adat tersebut.
"Masyakarat adat itu memang adat, turun temurun sebelum negara RI ini ada. Persoalannya, di Kalimantan Tengah khusunya belum ada perda untuk pengakuan masyarakat itu sendiri, itu yang menjadi itu persoalan," pungkasnya. (H-3)
Pada kesempatan tersebut, Agustiar menegaskan komitmen Pemprov Kalteng untuk melindungi eksistensi dan martabat Masyarakat Adat Dayak sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan Kalimantan.
Andi Rumbrar menunjukkan arti keadilan sosial dengan mengabdi untuk kesetaraan pendidikan anak-anak suku Wano di pedalaman Papua.
Dayak Lebo ini juga dikenal sebagai penjaga hutan.Suku ini hidup dengan nomaden atau berpindah-pindah dan utamanya mendiami sebuah hutan.
Kelestarian desa adat ini bisa menjadi sumber pengetahuan bagi wisatawan baik lokal maupun intenasional untuk mengenal budaya dan tradisi Suku Dayak di Kalimantan
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki lebih dari 1.300 suku bangsa yang tersebar di seluruh kepulauan, dari Sabang hingga Merauk
Calon Presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo, mengenakan pakaian adat Dayak saat mengikuti kirab budaya Nitilaku di Universitas Gadjah Mada (UGM),
KETUA dan anggota Panitia Kerja Undang-Undang Kehutanan diminta untuk lebih terbuka dalam proses revisi Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan).
Aksi unjuk rasa berlangsung di kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru, Jumat (15/8).
Acara bersejarah ini bukan sekadar perayaan budaya, melainkan sebuah pernyataan politis dan kultural yang akan menegaskan kembali relevansi hukum adat.
SEBANYAK 400 ribu hektare telah ditetapkan sebagai Hutan Adat oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Hal itu dilakukan sebagai upaya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat.
"Pengakuan adalah pondasi penting dari upaya perlindungan dan pemajuan hak Masyarakat Adat,"
Koordinator aksi Arifin sangaji dalam orasinya, menyebut aktivitas perusahaan tersebut telah menimbulkan dampak lingkungan, merampas tanah adat, dan memicu kriminalisasi terhadap warga.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved