Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KENDATI konstitusi dan sejumlah undang-undang telah menjamin hak masyarakat hukum adat, seringkali hak masyarakat adat terabaikan dalam beberapa pelaksanaan pembangunan. Perlu kehadiran negara lewat undang-undang untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
"Masyarakat adat adalah salah satu elemen yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, karena itu negara harus hadir bila hak-hak masyarakat adat diabaikan oleh sejumlah pihak," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam dalam diskusi daring bertema Urgensi UU Masyarakat Hukum Adat Dalam Bingkai NKRI, yang digelar Forum Diskusi Denpasar12 bekerjasama dengan DPP Partai NasDem Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis, Kamis (27/8).
Dalam diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, S.H., LL.M (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. Tukul Rameyo (Staf Ahli Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Bidang Sosio-Antropologi), Drs. Muchtar Luthfi Mutty, M.Si (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI Bidang Aspirasi Masyarakat dan Daerah/Inisiator RUU Masyarakat Hukum Adat Periode DPR 2014-2019), Dra. Hj. RA Yani WSS Kuswodidjoyo (Sekjen Majelis Adat Kerajaan Nusantara/Pengageng Kesultanan Sumenep), KPH Dr. Eddy Wirabhumi, SH, MM (Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Dewan Adat Keraton Surakarta) dan Erasmus Cahyadi (Deputi II, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) sebagai narasumber.
Selain itu, juga menghadirkan H. Sulaeman L Hamzah (Anggota Fraksi NasDem daerah pemilihan Papua) dan Dr. Atang Irawan, SH, M.Hum (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan) sebagai panelis.
Menurut Lestari, UUD 1945 secara gamblang pada Pasal 18B menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.
Sehingga, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, secara normatif Masyarakat Hukum Adat merupakan bagian dari 4 pilar kebangsaan dalam bentuk Wawasan Nusantara.
Berbagai instrumen aturan, menurut Legislator Partai NasDem itu, sebenarnya sudah mengatur sejumlah hal terkait masyarakat adat, tetapi hingga saat ini pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat belum bisa diakhiri. Salah satunya, jelas Rerie, karena ada tumpang tindih antarperaturan yang ada.
Staf Ahli Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Bidang Sosio-Antropologi, Tukul Rameyo mengungkapkan persoalan masyarakat adat tidak hanya soal kepemilikan dan hak pengelolaan lahan, tetapi lebih dari itu soal pengakuan kearifan lokal yang bisa menjadi sumber pengetahuan dan diakui banyak pihak.
Menurut Tukul, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) memasukkan kearifan lokal menjadi salah satu tujuan strategis. "Upaya ini untuk melindungi hak-hak kebudayaan masyarakat adat," ujarnya.
Inisiator RUU Masyarakat Hukum Adat Periode DPR 2014-2019, Muchtar Luthfi Mutty pada kesempatan itu mengungkapkan kekecewaannya, karena hingga saat ini RUU Masyarakat Hukum Adat tidak kunjung disahkan jadi UU.
"Omong kosong kita bicara Bhinneka Tunggal Ika, bila untuk RUU Masyarakat Hukum Adat tidak bisa disahkan," ujar Luthfi dengan nada tinggi.
Menurut Luthfi, sudah melalui dua periode keanggotaan DPR RI, pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat belum juga tuntas.
Menurut dugaan Luthfi, setidaknya ada dua pihak yang menghambat realisasi UU Masyarakat Hukum Adat yaitu dari sisi pemerintah dan korporasi.
Alasannya, menurut Luthfi, Pemerintah terkesan tidak ikhlas berbagi kekuasaan dan kewenangan dengan masyarakat adat di sejumlah wilayah. Sedangkan korporasi dinilai Luthfi tidak menginginkan banyak institusi terlibat dalam setiap kegiatan usahanya, terutama di sektor perkebunan, pertambangan dan kehutanan.
Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Dewan Adat Keraton Surakarta, KPH Eddy Wirabhumi meminta agar negara jangan mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang sudah ada, sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia berdiri. "Pemerintah dan masyarakat adat harus duduk bersama, agar persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat adat tidak selalu diabaikan," ujarnya.
Sedangkan Sekretaris Jendral Majelis Adat Kerajaan Nusantara yang juga Pengageng Kesultanan Sumenep, RA Yani WSS Kuswodidjoyo mengungkapkan, dalam menjalankan keseharian pihak keraton seringkali dianggap masyarakat menjalankan kebiasaan feodal. "Kami bukan menjalankan feodalisme, tetapi kami menjaga adat dan budaya yang ada," ujarnya. (OL-8).
Ruwatan Gunung Tangkuban Parahu digelar Masyarakat Adat Gunung Tangkuban Parahu serta Kasepuhan Kampung Adat Gamblok Cikole, Lembang,
Kegiatan ini sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilan masyarakat adat Sunda dalam menjaga, melestarikan dan mengembangkan kekayaan intelektual budaya mereka.
KETUA Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Beky Mardani meminta Betawi tidak dianaktirikan dalam revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta.
SEORANG pria tengah memainkan laptop duduk bersila di sebuah sofa
Para demonstran menuntut untuk diajak berkonsultasi mengenai proyek-proyek pembangunan besar. Pun, untuk implementasi penuh dari rencana perdamaian bersejarah 2016
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved