Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
STUNTING masih menjadi isu besar bagi bangsa Indonesia. Upaya menurunkan angka stunting terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, pemerintah maupun swasta. Remaja adalah kelompok usia potensial yang bisa dilibatkan dalam berbagai program pencegahan stunting sejak dini.
“Untuk mencapai misi tersebut, kami berupaya memaksimalkan potensi tumbuh kembang sesuai usia anak, karena kami yakin setiap anak bisa memiliki perkembangan otak yang pesat,” jelas Indiana Basitha, Program Advocacy and Communications Manager Tanoto Foundation, pada seri webinar yang bertema 'Saatnya Remaja Cegah Stunting', Rabu (26/8).
Mengapa remaja turut dilibatkan dalam mencegah stunting? Menurut Basitha, banyak yang menyangka isu stunting hanya untuk orangtua dan pasangan yang sudah menikah.
Padahal sebenarnya stunting, tegas Basitha, adalah sebuah siklus. Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja ia berisiko mempunyai anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus berputar.
“Siklusnya dimulai sejak remaja putri. Maka masalah stunting harus jadi awareness sejak remaja agar mereka menjaga asupan gizinya, karena ia adalah calon orangtua," jelas Basitha.
Data stunting pada remaja
Data Riset Kesehatan Dasar (Risekdas) 2018 menunjukkan, 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus.
Global Health survei 2015 menunjukkan, penyebabnya antara lain remaja jarang sarapan, 93%kurang makan serat sayur buah. Ditambah angka pernikahan remaja di Indonesia tinggi, padahal hal ini berkontribusi pada kejadian stunting.
"Remaja belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan jadi ibu," jelas Melinda Mastan, salah satu penerima Tanoto Scholars angkatan 2017.
Melinda menambahkan, penting untuk melibatkan remaja dalam penanggulangan stunting karena beberapa alasan. Pertama, remaja berada di garis depan dalam inovasi dan agen perubahan.
“Saat ini eranya diambil alih oleh anak muda. Banyak inovasi dikembangkan anak muda yang sudah memulainya sejak remaja. Dari merekalah inovasi lahir karena mereka masih memiliki semangat, idealisme, dan kreativitas tinggi,” jelas sarjana Gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini.
Oleh karena itu, remaja bisa menjadi pintu masuk untuk pengembangan program. “Remaja juga calon orangtua masa depan. Penelitian menyebutkan, status gizi ibu akan berpengaruh pada anaknya. Status gizi ibu ini sudah dibangun sejak mereka remaja, sehingga perilaku dan kebiasaan hidup yang sehat sudah harus dibangun sejak remaja,” tambah Melinda.
Pengamat kesehatan dr. Reisa Broto Asmoro juga sependapat bahwa jika di masa remaja belum dapat ilmu tentang gizi, akan sulit ke depannya dalam kehidupan keluarga.
“Indonesia darurat stunting. Kita butuh gerakan yang nyata, yang bisa mengubah kondisi ini. Kondisi anak sudah stunting tidak bisa berubah, yang penting bagaimana kita harus menyelamatkan generasi setelahnya,” ujar dr. Reisa.
Menurut Reisa, saat ini tidak ada ilmu parenting di sekolah. Paling hanya kesehatan reproduksi. Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah memasukan ilmu ini di masa remaja yang sedang ingin tahu segala sesuatu, apalagi di masa pubertas.
"Kalau tidak punya pengetahuan, mereka nggak akan siap saat harus merawat anak," kata dokter yang kerap menjadi pembawa acara di televisi.
Edukasi di usia remaja, sejak usia 10-19 tahun adalah masa krusial. “Harus tepat informasinya. Apalagi Indonesia kebanyakan mitosnya yang belum tentu benar tapi lebih dipercaya. Takutnya info yang kurang tepat akan mereka bawa terus sampai nanti punya anak,” tambah dr. Reisa.
Dalam webinar disimpulkan bahwa peran remaja dalam pencegahan stunting berfokus pada tiga hal. Pertama, edukasi. Remaja harus melek dengan isu stunting. Rajin mencari pengetahuan dan terlibat aktif dalam diskusi atau program mengenai stunting.
Kedua, membuat inovasi baru yang dapat mengasah ketertarikan teman sebaya mengenai isu ini. Bisa ekplorasi cari tahu tentang stunting. Berperan sebagai peer educator bagi teman sebaya karena akan lebih impactful dibanding webinar yang kaku.
Ketiga, implementasi dengan remaa berperan aktif dalam mewujudkan inovasi yang dimiliki dengan berkolaborasi dengan lembaga terkait mau pun universitas. Caranya bisa dengan terjun langsung ke masyarakat, diawali dari lingkungan terdekat (keluarga) untuk memberi edukasi terkait stunting atau mengusulkan program atau membuat inovasi terkait stunting. (Eni/OL-09)
Berjalan mundur ternyata memiliki banyak manfaat kesehata. Simak tujuh manfaat berjalan mundur.
Hari Hepatitis Sedunia dirayakan setiap tanggal 28 Juli sebagai aksi global untuk menunjukkan perhatian terhadap hepatitis yang masih menjadi risiko besar bagi kesehatan masyarakat.
Jepang dikenal luas sebagai salah satu negara dengan masyarakat tersehat di dunia.
Kelly Clarkson terpaksa menunda pembukaan residensi konsernya di Las Vegas, demi menjaga kesehatan pita suaranya.
Setelah seharian beraktivitas, ada satu langkah penting yang kerap dilupakan: mencuci kaki sebelum tidur.
Sertifikasi AKL merupakan syarat resmi dari Kemenkes untuk menjamin bahwa alat kesehatan yang beredar memenuhi standar keamanan, kualitas, dan kepraktisan.
Banyak orang tua lupa memeriksakan kesehatan remaja secara rutin. Padahal, masa remaja rentan terhadap masalah pubertas
3 masalah mental remaja: identitas diri, emosi, dan sosial. Peran orang tua krusial dalam masa tumbuh kembang usia 10–18 tahun.
HASIL survei yang dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) usia pertama kali remaja di wilayah Jabar yang terlibat dalam hubungan seksual kini semakin muda.
Indonesia menempati peringkat kedua kasus TB terbanyak di dunia. Polusi udara dan lingkungan tidak sehat meningkatkan risiko TB, terutama pada remaja.
Pada anak usia dini—yang masih berada pada tahap praoperasional menurut teori Piaget—, konten absurd berisiko mengacaukan pemahaman terhadap realitas.
Grooming adalah tindakan sistematis yang dilakukan pelaku (groomer) untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan kendali atas korban dengan tujuan eksploitasi, sering kali seksual.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved