Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Ini Temuan Badan POM Soal Obat Covid-19

Atikah Ishmah Winahyu
19/8/2020 16:45
Ini Temuan Badan POM Soal Obat Covid-19
Kepala Badan POM menyatakan hasil uji klinik tahap tiga obat untuk covid-19 hasil kerja sama TNI AD, BIN dan Unair belum valid(Antara/ Nova Wahyudi)

BADAN Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) akhirnya buka suara terkait perkembangan uji klinik obat kombinasi baru untuk covid-19 hasil kerjasama Universitas Airlangga (Unair), TNI-AD, dan Badan Intelijen Negara (BIN). Seperti diberitakan sebelumnya tim peneliti dipimpin Unair telah melakukan riset terhadap tiga kombinasi obat yaitu Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycyclin, serta Hydrochloroquine dan Azithromycin sebagai obat covid-19.

Obat ini disebut-sebut akan menjadi obat covid-19 pertama yang ditemukan di dunia. Terkait hal itu, Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan dalam inspeksi yang telah dilakukan pada 28 Juli 2020 lalu, ditemukan beberapa celah atau gap yang bersifat kritikal, major, dan minor pada pelaksanaan uji klinik obat tersebut.

“Temuan kritikal terutama dampaknya adalah terhadap validitas dari proses uji klinik tersebut dan juga validitas dari hasil yang nanti akan didapatkan dan itu menjadi perhatian dari Badan POM,” ungkap Penny dalam konferensi pers di kantor Badan POM, Jakarta, Rabu (19/8).

Lebih lanjut dia menjelaskan, salah satu temuan kritis yang didapatkan oleh Badan POM yakni terkait randomisasi atau pengacakan. Menurut Penny, suatu riset harus dilakukan secara acak sehingga mampu merepresentasikan populasi yang menjadi target. Sedangkan dalam uji klinik yang dilakukan pada obat covid-19 oleh Tim Unair belum merepresentasikan hal tersebut.

“Jadi dari pasien sebagai subyek yang dipilih masih belum merepresentasikan randomisasi sesuai dengan protokol yang ada, dikaitkan dengan variasi dari demografi, dari derajat keparahan. Kita sebenarnya melakukan untuk derajat ringan, sedang, dan parah, tapi subyek yang diintervensi dari dengan obat uji ini tidak merepresentasikan keberagaman tersebut,” terangnya.

Leih lanjut, menurut Penny, dalam proses riset yang dilakukan, pihak peneliti juga memberikan kombinasi obat ini kepada orang tanpa gejala (OTG), padahal berdasarkan protokol OTG tidak perlu diberikan obat. Obat ini pun belum menunjukkan perbedaan signifikan dengan terapi standar, sehingga kemampuan obat menghasilkan efek perlu ditindaklanjuti lebih jauh. “Kita harus mengarah pada penyakit ringan, sedang, dan berat tentunya dengan representasi dari masing-masing harus ada,” imbuhnya.

Badan POM juga memberi catatan terkait efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat tersebut karena tergolong sebagai obat keras, sehingga tidak dapat diberikan kepada sembarang orang.

Penny pun mengaku sampai saat ini belum mendapat respons terbaru dari pihak Unair terkait temuan-temuan tersebut, meski Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa sangat mendukung perbaikan-perbaikan yang disarankan oleh Badan POM. “Ada penilaian dari inspeksi kami belum direspons dalam perbaikan. Jadi status (obat covid-19) yang kami nilai masih belum valid,” tandasnya.(H-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik