Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KEDUDUKAN pekerja rumah tangga (PRT) menempati bagian yang penting dari sebuah rumah tangga. Namun, kedudukan PRT ini sering terlupakan bahkan mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam acara mingguan Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (22/7), yang mengambil topik "Pentingnya Kehadiran UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT)".
Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, undang-undang yang ada saat ini belum menjangkau terhadap kepentingan dan perlindungan kepada PRT.
"Apabila kita lihat hak-hak PRT yang dihubungkan dengan konvensi internasional, bahkan berbagai macam konvensi yang telah diratifikasi oleh negara kita, maka sesungguhnya jaminan dan perlindungan PRT tidak dapat ditunda lagi," jelasnya.
"Inilah yang mendasari mengapa Fraksi NasDem memperjuangkan agar RUU PRT dapat segera menjadi RUU yang masuk ke dalam rancangan Prolegnas," imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyebut RUU Perlindungan PRT penting untuk diberi perhatian khusus. Menurutnya, hal ini didasari potret buram pekerja rumah tangga di Indonesia.
"Buramnya karena dia berada dalam ketimpangan relasi sosial dan kultural dengan pemberi kerja," jelasnya.
Dia mencontohkan upah PRT yang tidak memadai. "Upah rata-rata PRT berkisar Rp300-600 ribu per bulan. Dihitung bisa Rp20 ribu per hari atau mungkin agak lebih tinggi kalau di Jakarta," katanya.
"Dalam situasi sekarang, upah sebesar itu tidak bisa mengakomodasi seluruh biaya kehidupan mereka sehingga mereka rentan pada kemiskinan," imbuhnya.
Mengenai jam kerja, Theresia menyebut PRT bisa bekerja lebih dari 14 jam. Hal ini membuat PRT rentan mengalami eksploitasi. Kondisi ini, menurutnya, diperparah dengan tidak adanya regulasi yang secara khusus melindungi PRT
"Ada kekosongan hukum pengaturan hubungan kerja dalam lingkup rumah tangga. Urusan PRT bukan semata urusan keluarga, tapi urusan ketenagakerjaan dan kemanusiaan sehingga negara harus hadir melindungi," ungkapnya. (X-12)
Isu penuntasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang belum dapat terselesaikan.
WABAH penyakit korona (coronavirus disease 2019/covid-19) membuat roda agenda-agenda politik dan hukum nasional tersendat-sendat hampir sepanjang 2020
RUU PRT pertama kali masuk Prolegnas 2004. Akan tetapi hingga lima tahun setelahnya hanya diparkir di Prolegnas 2004-2009.
RUU Penghapusan Kekerasan Perempuan (PKS) sudah diusulkan sejak 2016 silam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved